Senin, 05 November 2012

Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (Bagian 1)


Ciaaattt...Pura Besakih, Bali.

Sirrrr...Puuur...Pliii....Puuur ...Sirrrrr (Bunyi  Gong, Kempur dan  Kempli)
Begitulah bunyi gamelan mengalun agung, memenuhi pelataran tempat persembahyangan Pura Besakih. Asap dupa wangi beraroma cendana mengepul  putih menjadi saksi suci pengantar mantra dan doa.  Dentingan genta para pedanda memuput  acara persembahyangan yang berlangsung dengan magis, khidmat dan lancar.  Umat hindu membludak menyesaki pura dengan busana adat khas. Udeng putih terikat di kepala dipakai oleh kaum laki-laki sedangkan  para wanita Bali anggun dan ayu dengan kebaya berwarna putih dan kuning.  Mereka membawa canang sari dupa, banten, gebogan (rangkaian bunga, buah dan janur) menjadi simbul ketulusan mereka mendekatkan diri kepada Ida Shanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa.  Untuk memohon keselamatan dan kedamaian hidup di dunia ini. Damai tanpa kekerasan. Damai adalah kekuatan Bali. Kekuatan ini  yang disebut dengan taksu. Taksu Bali yang dikagumi oleh para wisatawan dunia.  

Pura Besakih dengan Puncak Gunung Agung 


Kawasan Pura Besakih


Di siang hari, hawa sejuk, kabut putih menyelinap menutupi sebagian kawasan pura. Bertepatan dengan  bulan purnama di tahun 1995, rombongan kesenian Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar (STSI) sedang menggelar kesenian dalam rangka upacara odalan/persembahyangan Purnama Kedasa di Pura Agung Besakih. Pura termegah dan terbesar sebagai tempat pemujaan umat hindu di Indonesia. Pura ini berada di desa Besakih, kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem. Terletak menjulang tinggi  1000 meter dari permukaan laut persisnya di  lereng Gunung Agung yang  sangat indah dan menakjubkan. Kawasan Pura Besakih ini menempati areal seluas  12 km2. Kawasan ini terdiri dari beberapa pura lainnya diantaranya :  18 Pura Pakideh, 4 Pura Catur Lawa, 13 pura Pedharman dan 13 pura Dadia/Paibon. Pura yang paling utama dinamakan Pura Agung Penataran Besakih yang merupakan pusat dari semua pemujaan.  

Pura Agung Penataran Besakih


Dari lokasi Pura Agung Penataran Besakih ini, tersudutlah di sebuah pojok Bale Gong (tempat gamelan), duduk sopan seorang anak muda berumur 24 tahun. Kurus kering, berkumis tipis tapi romantis. Dia memainkan kendang dengan penuh simpatik sambil melirik. Gaya khasnya 'agak'  terlalu banyak mengobral senyum manis kepada siapapun yang lewat. Gombal. Itulah saya. sok keren dan sok ganteng....heheheh.  Saya bersama puluhan penabuh memainkan gamelan yang sedang mengiringi para penari cantik mahasiswi STSI  yang menarikan tarian Rejang.  Selang bebeberapa menit kemudian dipersembahkan tari Baris Gede yang ditarikan oleh para mahasiwa yang gagah perkasa.    Tari Rejang dan Baris Gede ini tergolong kedalam tari Wali atau tari sakral yang berfungsi sebagai pelengkap pelaksana upacara keagamaan di Bali. Gerakan tari sangat sederhana bermakna pemujaan.  Sehari penuh kita berada di Pura Agung Penataran dengan hati yang tulus dan ikhlas mempersembahkan tarian dan gending pemujaan kehadapanNya. 

Ciaaattt Info  : 
Tarian Bali menurut fungsinya terdiri dari 3 bagian yaitu : 
  1. Tari Wali/Sakral, tarian ini berfungsi sebagai pelengkap pelaksana upacara ritual keagamaan. Gerak  mudah dan  sederhana dengan simbol bermakna pemujaan. Contohnya :  tari Rejang, Pendet dan Baris Gede.
  2. Tari Bebali, tarian yang berfungsi sebagai pengiring upacara dengan menggunakan lakon cerita. Contohnya : Drama tari Topeng,  Topeng  Pajegan.
  3. Tari Bali-Balihan, tarian yang berfungsi menghibur. Contohnya : Tari Joged Bumbung, Legong, Oleg Tambulilingan  dan lain lain.


Tari Rejang oleh masyarakat Bali - Eropa di Pura Agung Shanti Bhuwana, Belgia (April 2011)
coba klik dibawah ini : tari Joged Bumbung yang memiliki fungsi menghibur.



(Kita kembali dalam cerita saya tadi ya)
Ikut dalam rombongan tersebut adalah Bapak Prof. Dr. I Made Bandem Rektor STSI beserta Ibu,  para dosen dan beberapa mahasiswa. Pertunjukan itu merupakan pertunjukan "Ngayah". Ngayah mengandung makna sebuah bentuk pengabdian yang ikhlas.  Pertunjukan ngayah ini seperti sebuah "persembahan seni" tanpa pamrih untuk kelancaran kegiatan ritual.  Berkesenian dengan ngayah memiliki nilai spiritual  yang sangat mulia. Setiap ada pertunjukan kesenian yang bertema ngayah, saya selalu berusaha ikut. Saya percaya kalau kita ngayah so pasti menghasilkan energi positif, sehingga juga karma yang diterima berenergi positif  pula. (Karma = Hasil Perbuatan).

Sinar matahari nampak mulai mereda. Kabut gunung bertambah tebal. Pertanda gelap menyapa halaman Pura Agung Penataran Besakih. Rombongan STSI Denpasar, bersiap siap berpamitan menuju kampus Denpasar. Para penari dan penabuh bergegas mengambil kostum/pakaian sekalian berpamitan kepada panitia odalan. Di belakang candi bentar berdiri Prof. Dr. I Made Bandem. Memakai ikat kepala merah/udeng dan menyapa ramah kepada saya :

(Baca dengan logat Bali ya...)
Bandem : Kenken Kabar Gus ? (Apa kabar Gus ?). 
Saya :  Becik-becik pak. (Baik-baik Pak)
Bandem : Oh ya Gus !   Agus kerja di  Kedutaan di Belgia ya. untuk mengajar gamelan dan tari " Di Kedutaan ada seperangkat gamelan Gong Kebyar, yang telah kita hibahkan kepada KBRI Brussel ". Kalau bisa besok ke kampus ya. Kita proses ini secepatnya.

Saya : Baik Pak. Terima kasih.

Mendengar ucapan beliau, saya masih belum percaya 100 %. Beberapa dosen mengangguk tanda dukungan dan tersenyum. Pikiran saya kesana kemari. Ada energi positif yang mempengaruhi hati dan pikiran. Ini anugrah. Saya tersentak.  Ini di Pura Agung Penataran Besakih, sudah tentunya Bapak Bandem tidak bercanda. Ini serius. Saya merenung dan mengucapkan puji syukur. Sebuah kepercayaan dari orang nomor satu di STSI Denpasar untuk mengajar kesenian Bali ke Eropa. Kepercayaan ini harus dipikul erat dan kuat.

Seluruh rombongan STSI Denpasar, berjalan menuju parkir. Para pedagang kaki lima berebut menawarkan jagung rebus dan kacang rebus. Warung makan bergelimpangan menawarkan makanan enak dan jajan pasar. Ramai, debu berterbangan, asap mobil mengepul deras. Begitulah suasana tempat parkir yang dipenuhi warung makan. Serrruuuuu......! 2 jam perjalanan saya tertidur pulas. Capek dan letih. Kita semua tiba dengan selamat di kampus. Saya mengambil motor GL Pro yang keren, melaju gagah dengan suara kerasnya meluncur pulang ke rumah. (Brummm...Bruummm..)

Ijin  orang tua dan pacar.

Kenapa saya begitu semangat untuk berangkat ke luar negeri ? Teganya  meninggalkan keluarga dan pacarnya di Bali ? Padahal dari keluarga saya tidak ada yang suka merantau. Mereka tidak suka merantau karena hidup di Bali itu sangat  damai. Bali punya gunung, pantai, pasir putih, sawah berundag-undag dan banyak hiburan. Hidup enak dech. Anehnya justru saya ingin keluar negeri. Inilah yang mengganjal di hati kedua orang tua saya yang dengan berat hati mengijinkan anaknya untuk bekerja ke luar negeri. Mereka keberatan karena mereka sayang. (maklum ya, anak paling kecil). Namun demikian, anaknya ini punya agenda tersembunyi. Ada satu hal yang membuat saya pergi adalah kemauan untuk mandiri. Saya ingin berusaha sendiri dan ingin memberi sesuatu yang ‘berarti’ untuk orang tua. Terus terang saya ingin berubah. Ingin memiliki sesuatu yang selama ini saya belum miliki. Sewaktu SMP antara tahun 85-86 saya ingin punya sepeda bmx. Tapi orang tua tidak mampu untuk membelikannya. Dari situ saya sering heran, kenapa sih orang tua tidak pernah mau membelikan saya sepeda bmx. Saya sadar bahwa mereka tidak mampu karena mahal….(Kacian dech )

Sedih tidak bisa dipungkiri. Muka tidak bisa ditutupi. Berangkat keluar negeri selama 2 tahun tidak bertemu pacar, aduh  siapa yang kuat ? Untung saya punya pacar yang baik cekali. Pengertian dan sangat setia.  Dia menerima apa adanya dan mengijinkannya. Walau raut wajahnya sedih berlinang airmata. Sudahlah sayang ! Sambil merayu meyakinkan. Ini untuk masa depan kita sayang…..asyiiikk seperti di pilem sinetron. (asal tahu saja, jangan bilang-bilang ya…saya pacaran dari SMA loo, dari 1990, ini benar benar cintaku pada dirimuuuu…heheheh )

Memang karena semangat yang kuat, ingin mencari pengalaman dan berupaya mandiri, akhirnya saya bertekad bulat untuk berangkat ke Belgia. Semua urusan dokumen perjalanan paspor, visa, surat kontrak kerja diurus oleh kampus. Tepat tanggal 2 Januari 1996, saya berangkat dari Bandara Ngurah Rai Bali dengan pesawat luftansa dari Denpasar –Frankfurt – Brussel. (Goodbye Bali…See you next year)

(Bersambung)
lanjutannya dibawah ini : Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian II)



2 komentar:

  1. Bliiih.. mudah2an komen kali ini kebaca ya.

    Baca blog ini brings back all memories in Bali and now in Brussels.


    I LOVE YOUR BLOG!! Suka sekali aku bacanya!
    Keep it up, Pak Made.
    Bravooooo!!


    Btw, aku bacanya sambil bayangin ekspresi muka dirimu looooh.
    :))))))

    BalasHapus
  2. anda, makasih ya. salam ciaaattt

    BalasHapus