Menghargai Disabilitas Tuna Netra dengan bermain gamelan di Belgia

Mari kita hargai mereka.

          Pada tanggal 6 April 2011, saya bersama keluarga diundang melakukan pertunjukan gamelan dan tari Bali oleh Museum Musik di Brussel (MIM). Suasana kekeluargaan sangat kental didalam salah satu ruangan Museum yang berasitektur Eropa. Kedekatan dengan penonton sangat unik, ini menandakan sebagai sebuah konser akrab diperuntukan untuk keluarga di Belgia. Karena memang saat itu, pertunjukan ini ditujukan anak-anak, bapak, ibu, mertua, kakek dan nenek. Anak-anak digendong, ada yang nangis sedangkan bapak dan Ibunya duduk serius asyik berapresiasi tentang gamelan bali yang kita mainkan. Suasananya seperti dirumah asli. Namun demikian konser kecil ini berjalan lancar.



        Pada sesi pertama, saya menjelaskan sedikit tentang gamelan bali dan pentingnya dalam kehidupan sosial masyrakat di Bali. Dengan bahasa manis saya berucap bahwa gamelan itu diibaratkan sekuntum keluarga yang saling sayang menyayangi. Melodi mengingatkan kita terhadap keharmonisan dalam keluarga. Pentingnya kita selalu bersama dan berkomunikasi dalam masalah apapun. Kira-kira begitulah saya bercerita seperti pak guru yang baik hati. Selanjutnya saya menjelaskan tentang sejarah, tekhnik pukul dan beberapa reportoire musiknya. 






          Berbicara didepan publik itu, bukanlah hal yang mudah. Pertama kita harus percaya diri menjelaskan materi seni, kedua penggunaan bahasa perancis dan Inggris kadang Belanda saya campur bagaikan es campur manis. Ketiga tentunya modal utama dalam bicara adalah Humor. Humor membuat orang senang, tidak membosankan dan tentunya menggoda dengan senyum manis. Agar mereka tetap memperhatikan kita dan tidak beranjak pergi meninggalkan kita. Beberapa saat kemudian, saya memanggil penari cantik yang tiada lain adalah istriku tercantik di seluruh jagat...heheheh. Kecantikan itulah yang menggoda saya sewaktu SMA....disamping kesabaran dan kesetiannya. Saya persilahkan dia menggerakan tangan, kaki dan seledet mata. Penonton lebih penasaran, mereka mencoba-coba sambil tertawa dan tersenyum. Penonton sangat tertarik melihat demo yang kita mainkan.



           Tiba-tiba ada salah satu warga Belgia, dia duduk namun tidak dapat melihat. Orangnya masih muda, ikut mendengarkan pertunjukan gamelan bali. Namun kasihan sekali dia hanya bisa mendengarkan. Saya tersentuh sekali melihatnya bahwa dia sangat antusias. Dengan cepat saya menghampiri dia dan saya tawarkan untuk duduk bersama dekat gamelan meraba istrument, sambil memainkannya.  Dia senang, saya senang, penonton senang. Mari kita sayangi mereka yang disabilitas seperti ini, dimanapun kita, dalam kegiatan apapun, karena mereka berhak atas kesenangan dan kecerian dalam hidup.






klik videonya dibawah ini :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar