Senin, 29 Oktober 2018

Private SPA Frangipani Bali, yang mendunia di Belgia



            Mencintai pekerjaan dapat memperkuat energi dan mencuatkan semangat. Pekerjaan akan terasa enteng dan tidak menjadi beban dalam rutinitasnya. Apapun pekerjaan tersebut, baik yang dipandang sebelah mata hingga yang bonafid (keren) itu semua adalah berkah daripada kehidupan. Biasanya orang yang sukses berawal dari cintanya terhadap pekerjaan, bersusah-susah diawal, mengerjakan apa saja, bersungguh-sungguh dan hasil akhirnya adalah Top cer !

            Itulah yang dilakukan oleh Gusmang, Founder/CEO Frangipani Bali dalam menancapkan tiang bisnisnya di kota Waregem Belgia, 79 km dari ibukota Brussel. Waregem, sebuah kawasan asri nan hijau jauh dari keramaian tetapi dekat dihati warganya. Penduduknya berjumlah 37.871 jiwa dengan total area 44.34 km2 (Sumber Wikipedia). Waregem bertetangga dengan kota turis Belgia terkenal yaitu Brugge yang hanya berjarak 40 km, serta kota Lille Perancis hanya 30 km. Secara geografis Waregem merupakan tempat  persimpangan antara Belgia dan Perancis disebelah barat Belgia.  Terus, bagaimana cerita perjalanannya Bli ? Mari  pembaca kompas travel, simak kisahnya.



            Pada hari minggu pukul 8.44 tanggal 24 Juni 2018 saya berangkat dari stasiun Brussel Central dengan kereta inter city  (IC). Dalam perjalanan menuju kota Waregem saya terhipnotis dengan  euphoria sepakbola piala dunia membahana dimana-mana. Belgia menang, akan menjadi juara dunia ! Waooo, Penumpang heboh, membicarakan kemenangan tim sepakbolanya yang dijuluki ‘’de Rode Duivels’’ si setan merah. Saya juga larut dalam adonan euphoria yang membawa  suasana mabuk kemenangan. Selamat ya, ‘’De Rode Devils’’ yang berhasil menghancurkan Tunisia 5 – 2 dalam babak penyisihan group piala dunia Rusia 2018 beberapa hari lalu.

Frangipani Bali 

            Tepat pukul 10.15 saya bertemu dengan Ida Komang Oka Mayure yang akrab dipanggil Gusmang. Senyuman hangat menyambut kedatangan saya di Frangipani Bali yang beralamat di Spitaalstraat 29, 8790 Waregem, Belgia.  Tanah seluas 25 Are (2500m2) ditata asri dalam taman cantik berseri. Bangunan dengan interior pernik-pernik nyentrik berjejer menggoda hati. Nuansa dan energi Bali terasa kemana-mana. Inilah Frangipani Bali, sebuah bisnis yang bergerak dibidang Private SPA. Sebuah penyewaan fasilitas SPA  dengan  fasilitas super modern seperti sauna, infrared sauna, steambath, jacuzzi, swimming pool, massage dan Bed & Breakfast. 

            Menurut Gusmang nama Frangipani diambil dari Bahasa Italia yang berarti bunga Kamboja. Alasannya, karena bunga kamboja atau bunga Jepun (Bahasa Bali) banyak dijumpai di Bali dan menjadi bunga khas dalam upacara persembahyangan umat hindu Bali.  Bunga Kamboja ini sekaligus menjadi logo Frangipani Bali yang diapit candi bentar (Pura Bali).  


            Dalam mengembangkan bisnis private SPA, Gusmang dibantu oleh warga Belgia, André Deprez bisnis partnernya yang memanfaatkan tempat tinggalnya sebagai bisnis Frangipani Bali.  Sebagai seorang pebisnis yang telah lama mengetahui seluk-beluk bisnis di Belgia, André Deprez menyambut semangat dan inisiatif Gusmang mengembangkan bisnis Private SPA  dengan pijetan serta pelayanan istimewa otentik Bali. Berbekal pengalaman selama tinggal di Italia sejak 2001, kemudian pindah domisili ke Belgia bulan oktober 2014.  Gusmang tergerak membangun usaha bisnis Private SPA yang berkembang hingga hadirnya  Bad and Breakfast. Upaya Gusmang ini tidak sia-sia, publikasi massif melalui media sosial, koran setempat dan radio memikat hati warga Eropa antara lain : Jan Jambon Menteri Dalam Negeri Belgia ; Jonathan Benteke pemain sepakbola FC. Zulte Waregem, dan anak dari penyanyi legendaris Belgia, Bobbejaan Schoepen, pemilik family park bobbejaanland.

            Dengan rasa penasaran saya bertanya kepada Gusmang,  Apa sih kiat khusus bisnis ini sehingga menjadi primadona seperti sekarang ini ? ‘’ Kiat khususnya sih tidak ada Bli. Tapi kami selalu berusaha memberikan pelayanan maksimal kepada setiap tamu, membuat mereka senang jika keluar dari Frangipani Bali dan ingin kembali lagi. Memberikan perhatian perhatian kecil tambahan kepada tamu juga sangat penting karena mereka merasa diperlakukan sangat special. Misalnya menawarkan teh anget setelah dipijet, atau memberikan hadiah-hadiah kecil khas oleh-oleh dari Bali kepada tamu sebagai kenang-kenangan, dan lain-lain, ‘’ Ujar Gusmang dengan semangat.

Paket Frangipani Bali

Sebagai informasi beberapa paket yang bisa dibooking di Frangipani Bali  antara lain :

1.      Bali Unique : seharga 195 euro untuk 2 orang selama 3 jam, sudah termasuk Balinese Massage selama sejam/orang dan menggunakan fasilitas SPA.
2.      One Night Stay : seharga 395 euro untuk 2 orang, termasuk Balinese Massage selama 1 jam/orang, makan malam romantis dengan minuman champagne/wine, menggunakan semua fasilitas SPA, menginap semalem di kamar suite dan sarapan.
3.      Basis Wellness: seharga 95 euro untuk 2 orang, hanya untuk bisa menggunakan fasilitas SPA selama 2 jam.
Harga Balinese Massage : 60 euro/jam/orang. Harga 1 malam di Bed & Breakfast : 100 euro/2 orang/malam, termasuk sarapan.

Guest Review Awards

Di tahun pertama Frangipani Bali  memperoleh penghargaan dari Booking.com berupa “ Guest Review Awards”. Penghargaan ini diberikan atas keberhasilan mendapatkan point tertinggi dari resensi-resensi yang diberikan para tamu yang pernah menginap. Tahun pertama pointnya 9,2 dari total 10 point. Tahun kedua ( 2017 ) kembali menerima award dengan peningkatan point menjadi 9,4/10. Bukan tidak mungkin peningkatan point akan berlanjut pada tahun 2018 ini.

Lebih jauh Gusmang juga menyampaikan bahwa pelayanan yang diberikan bukanlah semata-mata ingin mengejar award, tetapi ada kebanggaan tersendiri jika kerja keras selama ini menghasilkan sesuatu yang bisa dijadikan penyemangat untuk selalu memberikan pelayanan terbaik. 

Berintegrasi dengan budaya setempat

Ketika kita berada di negeri orang, tentunya ada unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan bermasyarakat. Pola pikir yang berbeda dan kebiasaan umum yang berbeda. Dibutuhkan penyesuaian, berbaur dengan warganya sehingga kita mampu berintegrasi  dengan budaya setempat. Dalam hal ini, mempelajari bahasa setempat adalah keharusan dan wajib dikuasai sehingga mempermudah koneksi kita dengan warga sekitarnya. Gusmang yang telah 4 tahun di Belgia, hingga saat ini tetap rajin kursus bahasa setempat yaitu Bahasa Belanda  baik secara lisan maupun tulisan. Penguasaan bahasa  sangatlah  menunjang pekerjaan, mempermudah berkomunikasi sehari-hari serta dapat memahami secara detail karakter dan sifat  warga setempat khususnya di  Belgia ini.

Nah, para pembaca yang aduhai upaya sungguh-sungguh dengan semangat mencintai pekerjaan yang dilakukan oleh Gusmang telah mengarahkan kita. Membuka peluang dan wawasan kita tentang bisnis yang dilakukan di luar negeri.  Semangat, kerja keras, berintegrasi dengan budaya dan bahasa setempat, bersikap sabar tanpa putus asa, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa patut kita teladani dan dijadikan inspirasi sehingga suatu saat nanti kehidupan kita akan lebih indah dimasa yang akan datang. ( made agus wardana, tinggal di Belgia)


Minggu, 28 Oktober 2018

Ciaaattt...Etno Latin Jazz Trio - Nita Aartsen, Mikele Montolli, Bli Cia...





Suling Bali menggapai hal yang berbeda. Apaan sih ? Suling Bali dengan tekhnik Circular Breathing mampu bersaing dalam melodi pop, jazz memberi warna baru. Maksudnya apaan sih ? Lihat videonya...

Ubud Writer and Reader Festival. 2018 Casa Luna Resto.

Bunga-Bunga Cinta - Panggung Gembira HUT RI ke-73


 

            Waktu sangat cepat berlalu, ketika saya harus mempersiapkan diri melangkahkan kaki menuju Pulau Bali. Salam perpisahan dari  keluarga besar KBRI Brussel, semeton Bali, sahabat Belgia, murid gamelan, masyarakat Indonesia hari demi hari menyapa hati saya.  Taburan bunga-bunga cinta kesenian Bali yang saya lakukan sejak tahun 1996 di Eropa ini, berharap akan menjadi kenangan budaya yang istimewa. 

            Ribuan pertunjukan seni telah terlewati dan menjadi anugrah pengalaman tak terhingga. Pengalaman itu mencuatkan energi yang menumbuhkan rasa percaya diri untuk berpikir lebih kreatif, bertindak lebih arif serta berkata lebih positif. Dan, disaat suasana meriahnya Panggung Gembira HUT RI ke-73 di KBRI Brussel pada Minggu 19 Agustus 2018,  saya juga memperoleh pengalaman sumringah, yaitu menjadi seorang penyanyi lagu langkah cinta. Rasa gemetar sangat kuat terasa, tetapi saya berusaha mengaburkannya dengan lelucon-lelucon segar.  Syair demi syair saya lewati, hingga saatnya saya lantunkan ungkapan cinta yaitu :


Angin menghempas disini
Ingin memelas di hati
ada dia tak terlupa ....ooo  YUA
Kuhaturkan Bunga-Bunga, kukecupkan cinta...Muaaach !
Indahnya  cinta untukmu, dilukiskan dan dilantunkan
Indahnya cinta untukmu, Oh manja dimanja dengan kata cinta...Muaaach !
(karya Bli Ciaaattt)

            Langkah Cinta tercipta di dua kota besar Eropa yaitu Brussel dan Paris tepatnya  tgl 10 Maret 2018.  Lagu ini bertutur cerita tentang pengalaman berbunga bersama istri saya ‘’YUA’’ selama 22 tahun di negeri Belgia ini.  Makna terkait dalam lagu ini adalah sebagai seorang suami marilah kita menghargai istri yang mendampingi kita dalam suasana apapun, karena dia selalu memberi nilai lebih dalam hidup kita.

            Sebagai pengiringnya adalah Grup Band asal Belgia yaitu Selene’s Garden yang masing-masing dimainkan oleh Johan Detraux (Gitar), Guy Buys (Bass) Tim Paredaens (Perkusi) Bart Van Obberghen (Accordeon, gitar), Katrien Van Mele, Sophie Organe dan Wayan Vivi  Pitriana (backing vocal). Tidak ketingggalan grup ini juga menampilkan Indonesian ethnik fussion yang mencuri perhatian publik panggung gembira HUT RI ke-73 yang dipadati pengunjung 1000 orang.

Peduli korban Gempa Lombok di Indonesian Bazar HUT RI ke-73

            Sebagai WNI yang menjadi saksi kegiatan HUT Kemerdekaan RI khususnya Indonesian Bazaar sejak 1996, saya mengamati bahwa Indonesian Bazaar dengan Panggung Gembira tahun ini memiliki jumlah pengunjung terbanyak, paling solid panitianya, makanan terjual habis dalam hitungan beberapa jam, acara sangat variatif dari gamelan dan tari Bali Saling Asah-Bali Puspa, tari Jawa dan Sumatera anak-anak dan ibu-ibu Antwerpen, Line dance oleh Ibu-Ibu DWP KBRI Brussel,  aubade anak-anak, Indonesian Etnik Fussion Selene’s Garden, Grup Band Nusantara, Penampilan masyarakat Indonesia, PPI (Pelajar Indonesia) hingga lantunan suara Duta Besar RI  Bapak Yuri Thamrin yang tampil menawan dalam Panggung Gembira kali ini.

            Namun dibalik kemeriahan dan kesuksesan acara tersebut, Panitia HUT RI ke-73 di KBRI Brussel juga melakukan aksi peduli dan solidaritas terhadap korban Gempa Lombok melalui penarikan Tombola. Hasil dari penjualan tombola tersebut akan disumbangkan untuk korban gempa Lombok yang masih terjadi saat ini.
Klik lagu langkah cinta di youtube : https://www.youtube.com/watch?v=cGEov3J5DaU )

(made agus wardana tinggal di Belgia)

Jumat, 26 Oktober 2018

Yuk Nginap di Umah Bali Villa, Ubud.




            Dimanakah menikmati keindahan sawah Bali yang otentik ? Dimanakah mendengarkan bunyi kodok saling bersautan dengan nyanyian bebek ? Dimanakah tempat untuk  menenangkan hati dan pikiran ? Dimanakah penginapan yang terbaik untuk kita singgahi ? Dengan jujur saya katakan adalah Umah Bali Villa yang terletak di Ubud Kedewatan Bali. Sekali saja pembaca menginap di Umah Bali Villa ini, akan ketagihan seumur hidup. Pemandangan alam hijau yang dikelilingi sawah, suara burung berkicau, semua anugrah alam itu ada di villa ini.

            Sore itu jam 17.00 saya berjalan mengelilingi sawah yang berlumpur. Pohon padi mulai tertanam mungil. Seorang petani sebut saja "Pan Klenang" dengan tenang menyabit rumput liar, sambil menghalau bebek ternaknya. Senyuman yang khas menyambut saya yang tiba di depan sawahnya. "Saking napi, wenten napi driki Pak ? " (Bapak dari mana dan kenapa berada disini ?) tanya "Pan Klenang." Saya langsung jawab dengan senyum menawan, "Tiang saking Denpasar, melali nike pak ! " (Saya dari Denpasar, jalan-jalan disini Pak).  Sapaan seperti diatas mengingatkan kita keramahan warga lokal yang membuat kita merasa betah di desa kedewatan ubud ini. 



            Sementara itu, ratusan bebek berjejer rapi, seolah-olah bercerita akan kesuburan sawah ini. Mengorek tanah lumpur mencari aneka cacing, mencotot apa saja yang dilihatnya. Begitu cuek dan bahagianya bebek-bebek menikmati alam habitatnya. Saling cubit, berloncat dan cerewet dengan bahasa khasnya : "kwek kwek kwek. "  Ah, cerewet banget si bebek ini !. Suasana inilah yang merindukan hati, ingin tetap berada di desa ini dan tinggal dengan nyaman di Umah Bali Villa untuk jangka waktu yang lama.

            Umah Bali Villa yang beralamat di Br. Tanggayuda Kedewatan Ubud
Bali 80571 terletak di tengah sawah luas.  jauh dari hirup pikuk lalulintas. Kolam renang privasi dengan 3 kamar tidur, dapur dengan fasilitas termodern. Vila dengan lantai 2 berkapasitas untuk 6 orang ini, dibrondol seharga Rp. 1,2 juta per malam. Harga yang murah bersahabat yang sangat memuaskan hati para pelanggannya. 

            Para pembaca kompas travel bisa menikmati fasilitas vila umah Bali dengan daily breakfast, satellite tv, wifi dan air conditioning,  Tidak itu saja, keramahan Pemilik vila Pak Ngakan beserta istrinya selalu siap sedia jika anda membutuhkan informasi secepatnya. Kita terasa dimanjakan oleh keluarga Pak Ngakan dengan breakfast setiap pagi. "Ah, sungguh baik hati, Ibu dan Bapak Ngakan menjamu setiap tamunya ".




Bali menggeliat lagi

            Terjadinya letusan Gunung Agung sangat berpengaruh terhadap  pariwisata Bali. Akibatnya berdampak kepada semua lini perekonomian masyrakatnya yang harus berjuang mendapatkan rezeki wisata sebagai tumpuan hidup. Berbagai cara dilakukan oleh para pelaku wisata untuk memulihkan pariwisata Bali. Namun apa mau dikata, gunung Agung tetap cuek, memberikan ketidapastian letusan, bahkan membuat hati menjadi Galau sehingga masyrakatnya menerima apa adanya. Kalau meletus silahkan, kalau tidak meletus tidak apa-apa, hidup ini harus berjalan seperti biasa.

            Sewaktu saya tiba di Bandara Ngurah Rai pada tanggal 6 Januari 2018 dengan pesawat Emirat dari Brussel Belgia, terlihat jumlah penumpang terdiri dari warga asing penuh di pesawat. Itulah pertanda geliat pariwisata sudah mulai membaik dan turis mulai berdatangan ke Bali lagi. Indikator ini tentunya menjadi harapan positif bagi pelaku wisata dan masyarakat penikmat dolar bahwa kedatangan turis manca negara memberikan citra positif terhadap Bali di Luar Negeri. (Made Agus Wardana, tinggal di Belgia)


Kamis, 25 Oktober 2018

Pegok terpesona dengan konser "Ciaaattt...Gumin Anake"






Gending Sarung alus Janger Pegok sangat indah untuk diperdengarkan kembali. Warga hanyut dalam belaian gending kuno berparas otentik membuat mereka bernostalgia dengan janger Pegok tempo dulu.  Gerak tari janger yang "tekek" dan suara vokal "jangrangi janger" membangkitkan kembali taksu Janger Pegok yang sudah dikenal sejak tahun 1930an.

Itulah salah satu program pelestarian gending janger kuno yang menjadi bagian dari konser Ciaaattt...Gumin Anake yang dikoordinir oleh Bli Ciaaattt (Made Agus Wardana) pada hari Sabtu, 13 Januari 2018 di Bale Banjar Pegok Sesetan Bali. Bli Ciaaattt yang bermukim di Belgia adalah seniman Bali yang sudah menetap 22 tahun di kota Brussel Belgia. Mengemban tugas menebarkan budaya Bali di berbagai kota hingga pelosok desa, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Pengalaman berkesenian selama 22 tahun telah berkontribusi sangat positif terhadap  promosi kebudayaan Bali Indonesia. Hal tersebut memunculkan berbagai grup kesenian Bali yang secara rutin mempelajari gamelan dan tari Bali. Berbekal pengalaman tersebut, Bli Ciaaattt membuat konser perdana di Bali  yang berjudul  Ciaaattt...Gumin Anake. Konser ini merupakan rangkuman perjalanan budaya yang diselingi dengan video wisata kota Paris dan Brussel, pemuteran video janger pegok 1937 serta perkembangan Hindu Bali di Pura Agung Santi Bhuwana Belgia.

Tidak ketinggalan penampilan 'Cak' anak-anak Pegok berjumlah 85 orang dibimbing oleh  I Made Widiarta (PNB art) yang memukau penonton dengan gerak lucu serta suara vokal keras melengking dan bersahaja.  Para orang tua mereka dengan setia menyaksikan petunjukan hingga larut malam.



Suling dan Gamut
Semenjak berada di eropa, Bli Ciaaattt tidak henti-hentinya berkarya menggunakan suling untuk mencoba sesuatu yang baru. Berawal dari pertunjukan suling perdana tahun 1999 dalam sebuah acara konser perdamaian yang dilakukan di panggung terbuka kota Brussel silam. Suling Bali yang menggunakan tekhnik Ngunyal Angkihan mampu menarik para pemusik belgia untuk melakukan kolaborasi. Munculah kemudian berbagai karya Bli Ciaattt yaitu : kangin kauh (1999), Suling tsunami (2005), suling tunggal (2007), Dwi Smara (2008) dan Getaran Hati (2017).

Penampilan suling Bali Bli Ciaaattt yang diiringi alunan melodi pianist kenamaan Nita Aartsen, petikan gitar  Twin Brother Adi premana dan Dwi Permana sangat solid mengiringi kecepatan melodi suling serta hentakan kendang sunda yang dimainkan secara apik oleh Bli Ciaaattt. Penonton terkagum, anak-anak terhipnotis, dan merekapun memberikan tepuk tangan tiada hentinya.

Sementara itu, Gamut (Gamelan Mulut) sebuah karya terbaru dari Bli Ciaaattt sangat menghibur dengan suara vokal khas memainkan bahasa musik. Kelucuan bertabah lagi ketika penampilan warga Belgia Gabriel Laufer menampilan duet Gamut. Gerak tingkah lucu Gabriel membuat penonton terbahak sepanjang pertunjukan, sambil melantukan Gamut dengan ritme yang khas.


Konser mendidik
Hadir dalam konser ini diantaranya  Tokoh masyarakat, Ibu Lurah Sesetan, Kelihan Dinas, Kelihan Suka Duka Banjar Pegok, STT Widya Bhakti Br. Pegok, PNB Art,  sesepuh seniman Janger dan para penggemar Ciaaattt.  Menurut I Made Widra seorang tokoh masyarakat Pegok menyampaikan kebanggaannya kepada generasi muda Pegok yang telah sanggup melestarikan Janger Pegok hingga sekarang ini. Apalagi diselingi dengan pemahaman sejarah, cerita kehebatan seniman janger yang menjadi sumber inspirasi. Kehadiran anak-anak Pegok dalam konser ini  sangat mendidik dan membantu pembentukan karakter anak anak tersebut yang sedang tumbuh dan rentan terhadap modernisasi zaman now. (Ciaaatt)




 

Kamis, 03 Agustus 2017

Semaraknya, Festival Tepi Sawah di Omah Apik Bali



            Menyadarkan orang untuk perhatian terhadap pelestarian lingkungan hidup sepertinya bukan hal yang mudah.  Rendahnya niat baik, tingginya sikap cuek melengkapi gagalnya gerakan sadar lingkungan tersebut. Sebut saja, sampah plastik yang berserakan diberbagai tempat seakan menjadi menu harian tanpa terganggu dengan plastik tersebut. Sebagian masyarakat pun nyeletuk bahwa itu bukan pekerjaan saya. Ada petugas kebersihan kok, mereka itu dibayar. Sangat memprihatinkan bukan ? Tapi ada sebuah festival yang berinisiatif  mengingatkan kita pentingnya kesadaran lingkungan yaitu Festival Tepi Sawah.

            Angin berhembus sejuk menyapa hati di tepi persawahan hijau. Saya duduk manis disebuah gubuk bambu yang dinamakan Kubu. Kubu ini terletak menonjol diujung barat yang merupakan bagian dari kawasan vila cantik yang bernama Omah Apik. Vila ini terletak tersembunyi di lingkungan pedesaan Pejeng, Kabupaten Gianyar Bali hanya 2 km dari obyek wisata Goa Gajah. Ditempat ini para pembaca pasti mendapatkan nuansa alam Bali yang murni dan lingkungannya bersih. Dan sayapun berharap mudah-mudahan tidak ada lagi pembangunan vila, hotel atau sejenisnya, cukup segini saja.



            Kehadiran saya di Vila Omah Apik ini untuk berpartisipasi dalam Festival Tepi Sawah tanggal 3 - 4 Juni 2017 lalu.  Festival Tepi Sawah diproyeksikan sebagai sebuah pagelaran kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan yang melibatkan seniman beragam yang berkolaborasi, berkarya dalam kebersamaan. Banyak seniman kondang dan kesohor disini hadir, dari yang tradisional hingga fenomenal, dari yang anyar hingga yang tenar. Sayapun menyelip diantara para seniman tersebut meniup suling melengking dan memainkan kendang dalam beberapa slot waktu yang disediakan.

            Adapun seniman tersebut diantaranya : Dewa Alit, Bona Alit, Tompi, Ivan Nestorman, Nita Aartsen, Kecak Kobagi, Jasmine Okubo, Doddy Sambodo, Dodot & Barok, Gustu Brahmanta, Sisca Guhzeng, Brahma Diva Kencana, Marlowe Bandem, Janger Emoni, Fascinating Rhythm Community dan lain-lain.

            Festival ini digagas oleh tiga pelaku seni yaitu Pianis Nita Aartsen, pemilik Omah Apik Eta Widiyanto dan  Anom Darsana (sound engineer). Ketiganya berharap elemen kreatif dari festival ini dapat berintegrasi dengan edukasi dan implementasi tentang  environmental sustainability​ dikalangan anak-anak hingga dewasa. Disamping itu festival ini menawarkan suguhan aneka kuliner Indonesia, art market, workshop budaya, program edukasi Bali Bersih dan program pro lingkungan lainnya.



Nita Aartsen dan Suling Bali

            Saya sangat beruntung memperoleh kesempatan tampil di Festival Tepi Sawah yang pertama kali diadakan. Inipun berkat jalinan persahabatan dengan pianis ternama Indonesia Nita Aartsen. Persahabatan itu terjalin erat ketika kita berdua mengikuti even budaya dan  konser di negeri Belgia maupun  Belanda pada tahun lalu. Dengan jari jemari lentik, lincah dan berenergi Nita mampu menyuguhkan kemahirannya  yang memukau publik sepanjang pertunjukan. Disamping itu pula, kepribadian yang baik, rendah hati dan bertalenta membuat para penonton bersimpati kepadanya.

            Sekitar pukul 22.00 saya mendapat giliran memainkan suling Bali yang diiringi oleh Nita Aartsen (Piano), Gustu Brahmantara (Drum) dan Doddy (Bass). Seperti biasa saya mengobral cerita cara memainkan suling, menjelaskan tekhnik Ngunjal Angkihan (Circle Breathing), yaitu tekhnik memainkan suling secara terus menerus tanpa terputus. Cerita penjelasan tersebut adalah obat manjur untuk mencuri perhatian penonton agar mereka tidak ngobrol selama pertunjukan dan mengapresiasi aksi kita diatas panggung. Alhasil, lumayan membuat penonton terbahak, menjadi penasaran dan tentunya menghangatkan suasana.




            Instrumental suling yang saya mainkan berjudul Shiwi, cerita seorang putri cantik dari bumi impian yang diciptakan Desember 2009 karya Bli Ciaaattt di kota Brussel Belgia. Komposisi suling ini menonjolkan wewiletan (pengembangan dari melodi pokok) yang cepat dan akurat. Piano memberi aksen kuat bergaya samba, sedikit sexy dan bergairah . Drum dan bass menyambut dengan hentakan ngejazz kuat bernuansa amerika latin tapi terasa berenergi Bali.

            Dalam Shiwi ini, saya berusaha merefleksikan emosi cinta melalui olah gerak yang saya sebut Ngerijig. Gerakan Ngerijig yang artinya kaki  dijinjit bergerak kekiri dan kekanan yang disesuaikan dengan irama dan tempo  melodi. Bergerak seolah-olah menggoda si putri Shiwi yang cantik nan jelita diseluruh jagatraya. Ketika melakukan Ngerijig dengan alunan suling, saya sering mengintip reaksi penonton, mereka terlihat tidak saja serius mendengarkan suling cepat yang saya mainkan, tetapi juga merespon positif gerak Ngerijig yang saya tampilkan. Klik video shiwi : https://www.youtube.com/watch?v=xbKOxgIpxtk



Tompi vs Gamut

            Dalam sesi berikutnya tibalah super star dalam festival ini yaitu penampilan penyanyi tenar  Tompi. Saya sendiri belum kenal sama sekali dengan beliau ini yang memiliki suara emas dan indah ini. Tiba-tiba dalam satu kesempatan, Tompi mengundang saya memainkan kendang sunda untuk berinteraktif. Saya bersiap-siap berpikir untuk meladeninya, akan tetapi jari tangan terasa sakit dan tidak mungkin menghentak lagi. Tercuat ide  saya mengambil microphone dan melantunkan aneka suara ritmis cak, aneka angsel gamelan Bali, suara gong yang dinamakan Gamut. Gamut kepanjangan dari Gamelan Mulut. Gamut ini berceloteh bebas meniru bunyi nada gamelan dengan angselnya (perubahan tempo), bunyi  gong, bunyi kendang, bunyi cengceng (cymbal) dan bunyi instrumen gamelan lainnya.

            Tompi dengan menggunakan suara vokal yang unik, beradu asyik dengan Gamut. Publik sudah tercuri hatinya dengan bunyi nada yang kita padukan. Tompi juga mengeluarkan jurus-jurus kocak, yang saya respon dengan bahasa Gamut apa adanya. Penonton benar-benar terusik dengan ulah kita yang penuh canda nan ceria. Semua itu diluar skenario pertunjukan dan hanya improvisasi interaktif dalam 5 menit. Ternyata, penonton  sangat  mengapresiasi improvisasi tersebut, dan kitapun berpelukan sebagai ungkapan kebahagian bahwa improvisasi yang kita mainkan mendapat tempat di hati penonton yang setia menyaksikan kita. Untuk melihat penampian Tompi vs Gamut silahkan klik di links video dibawah ini  : https://www.youtube.com/watch?v=glSq-Vh46kc
(made agus wardana)



              

Senin, 31 Juli 2017

Aroma kemangi memikat hati di Masakan Rumah Etnik


           
            Lidah bergoyang, jika anda menikmati ikan gurami santan kemangi disini. Puas dihati, jika anda dilayani bagaikan raja minyak dalam 2 jam. Senyuman rendah hati, membuat anda tergoda ingin datang kembali kesini. Nuansa etnik Bali yang otentik dan pameran foto unik, memperkaya apresiasi budaya anda pada kebudayaan etnik nusantara. Kemana lagi, kalau bukan Masakan Rumah Etnik di Jalan Dewi Sri Kuta Bali. Tempat yang menyenangkan !

            Malam itu, persis pukul 19.00 pada bulan Juni 2017, wilayah Kuta dikerubuti turis nusantara bergaya ke’’bule’’an. Sedangkan turis asing bergaya sandal jepit menyesuaikan cuaca Bali yang hot. Warung ini dipenuhi pecinta kuliner dari segala umur. Wajah ceria dan puas terlihat ketika para pelanggan warung ini berjejer rapi menikmati masakan rumah di warung  ini. Bagi yang tidak reservasi mungkin akan membutuhkan waktu sejenak untuk menempati meja makan. Pokoknya jangan khawatir !


            Saya bersama keluarga memilih tempat yang istimewa ini. Sekaligus merayakan ultah adik ipar  ‘’Tut Mul’’ seorang  Human Resources Manager, Ayodya Resort Bali. Dari awal ketibaan kita, juru parkir, para waiters sudah menyambut dengan senyuman renyah. Kita memilih tempat di lantai 2, dimana terdapat aneka pameran foto karya Andika Darmawan sekaligus pemilik warung ini.  Pria simpatik yang dipanggil dengan ‘’Man Banana’’ ini adalah fotografer profesional yang  memajangkan hasil karya jepretannya di tempat ini. Dalam sekejap mata, saya sudah berdiri didepan foto tersebut. Mengamati keatas kebawah, mencermati cerita dalam foto itu.

            Dengan gaya seorang kritikus amatiran, saya bertanya, ‘’Man Kok karya fotonya biasa saja seperti pada umumnya ? Tarian Bali dengan ekpresi seperti itu  kan sudah Biasa ?. Man Banana, dengan nada sendu menjelaskan ‘’Bli, saya bangga sebagai orang Bali. Apa yang saya lihat dan cermati menjadi keunikan bagi saya. Penari Legong yang terlihat dalam foto tersebut adalah sebagian kecil kecintaan saya terhadap Budaya Hindu Bali. Saya ingin tarian Legong sebagai bagian dari kebudayaan Bali tetap eksis ditengah gempuran budaya instan yang menerjang daerah Kuta ini Bli ‘’. Terus, apa ciri khasnya hasil karya Man Banana ini ? dengan sumringah pula dia menjawab, ‘’ Bli saya masih belajar, saya masih mencari jati diri, barangkali ketika suatu saat nanti ciri khas itu akan datang dengan sendirinya. Doakan ya Bli ‘’ !


            Obrolan santai kita lalui bermenit-menit. Tibalah hidangan yang saya idolakan yaitu Gurami Santan Kemangi. Ikan ini sangat lucu wajahnya, dengan siraman bumbu base genep (aneka rempah-rempah khas bali) teraduk dengan santan fresh.  Aroma kemangi memikat hati. Jangan disantap dulu. Terlebih dahulu harus memperhatikan tekstur, aroma, warna dan penyajiannya. Setelah anda mencicipi dengan nafsu makan yang tenang, disitu pula rasa puas atas cita rasa masakan ini akan anda dapatkan. Jaen gati ! (enak sekali). Harganya hanya 59 k.





            Untuk menghipnotis lidah dari pengaruh gurihnya Gurami Santan Kemangi, tersedia dessert es tape ketan  dengan rasa yang lugu dan  jujur. Tanpa basa basi, saya menyantap dengan pelan-pelan namun pasti. Tidak mau berbincang ketika es tape ketan disantap. Saya tidak mau rasa enak hilang karena obrolan. Benar-benar diresapi, dinikmati dan tentunya diapresiasikan dengan tinggi hasil karya chef-chef muda di Warung Etnik ini.

Pilihan hati dan menenangkan.
           
            Banyaknya pilihan aneka kuliner yang berjubel di Bali, membuat para pecinta kuliner memilih dengan berhati-hati. Faktor kebersihan, cita rasa makanan, harga, tempat yang khas, keramahan dan kandungan budaya lokal masih menjadi idola. Ada beragam kemudahan yang ditawarkan oleh pemilik restoran, warung ataupun kedai kecil demi memuaskan pelanggannya.

            Namun dari semua itu, kebingungan dalam memilih aneka kuliner akan sirna jika kita berada di Warung Etnik ini. Saran saya, Warung Etnik memiliki faktor tersebut diatas. Dengan masakan rumahan, design yang cozy, tempat parkir serta kandungan budaya etnik lokal akan membuat anda merasa betah, nyaman seperti rumah anda sendiri. Masakan Rumah Etnik  yang terletak di Jl. Dewi Sri no 58  merupakan pilihan pas dihati dan akan menenangkan hati anda.