Senin, 27 Juli 2015

Perayaan Galungan dan Kuningan di Belgia




Benarkah kebudayaan Hindu Bali lama-lama akan tergusur ? Sanggupkah masyarakatnya mempertahankan eksistensinya di jaman serba android ini ? Bagaimana dengan generasi muda penganut Hindu Bali, akankah mereka perduli dengan kebudayaannya sendiri ? Terlintas beberapa pertanyaan bimbang yang sering menjadi perbincangan gamblang dikalangan  masyarakatnya.  Perbincangan ini menjadi topik hangat untuk dibicarakan, didebatkan hingga  dicarikan solusinya. Tidak sedikit pula yang acuh tanpa perduli dengan kebudayaan hindu Bali. Lebih ekstrim lagi mengungkapkan dengan kekesalan bahwa adat dan agama hindu Bali itu dibilang ribetRibet, tidak ribet itu hanyalah ungkapan saja. Tidak ada keharusan kita melakukan dengan keribetan, yang ada justru sebaliknya yaitu melaksanakan dengan ketulusan hati saja. Buktinya disini, masyarakat Hindu Bali berduyun-duyun tangkil di Pura Agung Santi Bhuwana Pairi Daiza. Sarana upacara sangat sederhana, yang penting kita bersembahyang memohon keselamatan dan kesejahteraan.

Di negeri Belgia, berdiri megah pura Bali yang dinamakan Pura Agung Santi Bhuwana. Pura ini didirikan oleh arsitek Bali sejak tahun 2006 hingga 2008 yang disponsori oleh pemilik Taman Pairi Daiza, Mr. Eric Domb.  Pura yang terletak 85 km dari ibukota Uni Eropa, Brussel sekarang ini menjadi sentra budaya Bali dengan berbagai kegiatan agama dan budaya Bali.  Ratusan umat hindu Bali datang berbondong-bondong dari luar Belgia berpartisipasi  di berbagai perayaan hari raya umat hindu Bali seperti  Perayaan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (Keburukan) yang disebut dengan perayaan  Galungan dan Kuningan pada hari Sabtu, 25 Juli 2015 kemarin.



Perayaan ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama  ritual persembahyangan, Dharma Wacana (penyampaian makna Galungan dan Kuningan) yang disampaikan oleh I Gusti Ngurah Ketut Sumantera, Mantan Duta Besar RI di Belgia tahun 1997-2000 dan Dewa Made Sastrawan, Duta Besar RI untuk Swedia.  Kemudian bagian kedua, diadakan acara megibung/saling berbagi makanan khas Bali yang bertujuan melepaskan kerinduan  akan makanan Bali yang sangat kaya dengan rempah-rempah eksotis. Bagian Ketiga adalah pertunjukan tari pendet oleh anak-anak, tari panyembrama oleh sanggar Dwi Bhumi pimpinan Aafke De Jong, Parade tari Joged Bumbung  serta dimeriahkan dengan Quiz berhadiah aneka kerajinan Bali untuk para pengunjung Taman Pairi Daiza.


Perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung secara khidmat dan lancar walaupun hujan angin membasahi area pura. Umat hindu tetap saja duduk bersila (laki-laki) dan bersimpuh (perempuan) tidak beranjak dari tempatnya. Suasanapun menjadi lebih magis lagi, ketika asap dupa dan mantra mengalun terpadu  dengan rintik rintik hujan gerimis menyambut hari raya yang sangat penting bagi umat Hindu Bali ini.

Kegiatan Galungan dan Kuningan ini, diselenggarakan oleh perkumpulan masyarakat Hindu Bali yaitu Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxemburg.  Anggota Banjar yang berjumlah 50 kepala keluarga bergotong royong membangun tradisi Bali di Belgia. Kegiatan ini bertujuan sangat mulia, bahwa sebagai masyarakat Bali yang beragama Hindu di Eropa, adat, budaya dan agama mesti tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Tradisi itu tidak boleh diabaikan begitu saja, namun tetap dipertahankan melalui 3 pedoman dasar penyesuaian yang berdasarkan agama Hindu  yaitu  ‘’desa (tempat),  kala (waktu) dan  patra (kondisi)’’.  


Dalam perayaan kali ini, anak-anak yang tergabung dengan kelompok kesenian gamelan dan tarian, diberikan kesempatan menunjukan ketrampilannya menarikan tarian pendet sebagai pembuka pertunjukan.  Kesempatan ini merupakan ajang pembinaan dalam upaya menanamkan nilai budaya bali (toleransi, solidaritas, kebersamaan, kreatifitas)  sejak mereka usia dini. Nilai budaya ini akan menjadi jaminan seumur hidup dan terpatri selamanya di hati anak-anak tersebut. Ketika mereka menjadi generasi muda belia, bekal nilai budaya yang diperoleh sejak  kecil tersebut  dapat dikembangkan lagi, diadaptasikan pada jaman yang terus mengalami perubahan demi perubahan ini.





Bersyukurlah kita terutama masyarakat Hindu Bali di Eropa ini, kemauan untuk mempertahankan kebudayaan Hindu Bali sangatlah besar. Dari tahun ke tahun kegiatan perayaan hari besar umat Hindu tetap aktif diselenggarakan. Berbagai kesenian Bali sudah dipertunjukan, digali dan dilestarikan. Dari penari cilik hingga penari berumur diatas 60 tahun semakin hari semakin bertambah. Itulah bukti nyata, bahwa kebudayaan Hindu Bali digemari dan dicintai. Dengan demikian, kekhawatiran akan tergusurnya budaya Hindu Bali yang oleh sebagian orang dicap ribet akan dapat kita hapuskan.






Rabu, 08 Juli 2015

Butuh ketulusan hati mempromosikan budaya Indonesia di Eropa




                Barangkali kita tidak mengira bahwa sekecil apapun promosi budaya Indonesia yang dilakukan di negeri orang, akan memudahkan warga setempat mengenal Indonesia yang sesungguhnya. Kait mengkait, dibicarakan orang, dari mulut ke mulut, dari media cetak maupun elektronik, media sosial, youtube semua memuat  kegiatan promosi budaya tersebut sehingga menjadi pusat perhatian mereka.

                Barangkali pula, kita tidak mengira bahwa  promosi budaya ada yang dilakukan atas dasar konsep gotong royong (tanpa Imbalan) dan juga atas dasar profesionalisme karena memang profesi dan mata pencahariannya disitu. Gotong-royong sebagai salah satu budaya Indonesia menjadi perekat sikap sosial masyarakatnya. Walaupun berada di negeri Eropa, sikap gotong-royong dalam konteks promosi budaya Indonesia masih diperlukan dan patut diteladani. Dilain pihak,  Kitapun harus menghargai orang-orang yang memang berprofesi disitu, mereka menghabiskan waktu, mengeluarkan biaya transportasi dan tentunya membutuhkan biaya hidup sehari-hari.    



                Barangkali pula, kalau tidak ada sebuah komitmen kuat, kegiatan promosi budaya Indonesia yang dilakukan di luar negeri tidak akan pernah ada hasilnya. Komitmen inilah yang melangkahkan kaki saya sebagai seorang penabuh gamelan melakukan promosi budaya di Eropa. Tidak sendirian, tapi bersama teman, keluarga, kerabat, warga setempat atas prakarsa sendiri maupun dukungan KBRI Brussel. Dalam data pertunjukan yang saya lakukan dari tgl 2 Mei sampai  20 Juni 2015 terdapat 10 kali event budaya  berlokasi di Belgia, Belanda hingga Swedia. 


                Perayaan saraswati 2 Mei 2015 di Parc Pairi Daiza Belgia, dilakukan melalui konsep gotong royong oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg (Banjar Shanti Dharma ) yang membuahkan kegiatan budaya yang paling saya kagumi.  Kagum akan kemauan masyarakat Bali di Eropa berbondong-bondong datang ke Belgia berpartisipasi dalam perayaan Saraswati terbesar di Luar Indonesia.  Mereka datang  mensukseskan kegiatan itu dalam berbagai bentuk misalnya menari, menabuh, membersihkan material persembahyangan, membawa buah-buahan, menghaturkan bunga hingga menyediakan makanan Bali secara sukarela.



                Terus, bagaimana feedback acara tersebut dari pengunjung ? Bukan pamer juga  bukan ''ember'' tapi ini kenyataan dari feedback masyarakat setempat yang saya baca dari komentar fans facebook Pairi Daiza tentang perayaan Saraswati yang dipublikasikan tgl 27 April 2015 lalu membuktikan bahwa antusias masyarakat Belgia sangat tinggi. Dalam hitungan sehari status Facebook Pairi Daiza itu di share 520 kali dan diberi jempol like oleh 2125 orang.  Komentarnya sangat positif mulai dari kata sanjung magnifique (luar biasa)  hingga ungkapan sniff (mendengus kecewa ) ketika tidak bisa hadir karena ada acara dihari itu juga. 

                Setelah berakhirnya kegiatan perayaan Saraswati itu, seminggu kemudian langkah promosi budaya selanjutnya adalah tgl 9 Mei 2015 di Kortemark dan tgl 10 Mei 2015 di Gent, Belgia yang didukung kuat oleh istri dan ketiga anak saya tersayang.  Ada nilai positif yang saya dapatkan dengan keikutsertaan keluarga. Bersama mereka saya bisa menikmati suasana lain, mengesksplore obyek wisata sekaligus mengedukasi anak-anak  betapa penting menanamkan budaya Indonesia yang dikenal karena toleransinya untuk diteladani. Inilah kesempatan emas buat saya, menghindari anak-anak kita agar tidak kecanduan Ipad, wii, xbox 360, PS, video game dan lain lain. 


                Tahukah pembaca, dalam upaya mempromosi budaya Indonesia dibutuhkan networking yang baik. Jadi jangan pernah berpikir bahwa setiap event itu selalu mendapatkan imbalan uang. Uang kadang-kadang membawa kesulitan. Pengalaman pahit yang saya dapatkan, ketika saya baru 3 bulan di Belgia. Saya ditawarkan mengajar gamelan ke Belanda. Saya tidak tahu berapa harus mendapat bayaran. Iseng saya bertanya kepada seorang teman yang ''Sok Tahu'' dengan menyatakan biaya mengajar itu harus mahal. Jumlahnya sekian, jangan mau dibohongin. Ini di Eropa titik ! ujar dia dengan muka merah sambil berapi-api. Dasar memang saya masih polos dan lugu, saya mengikuti sarannya dengan mematok harga. Ternyata hanya sekali itu saja saya diminta mengajar gamelan ke Belanda. Sayangnya tidak diundang lagi. Saya tahu dari pihak pengundang yang menyatakan saya terlalu mahal.  Hmm.. Kasihan dech gue ! sambil menyesali apa yang telah terjadi.

                Sebenarnya hati saya sangat malu bercampur bingung saat itu. Tapi setelah saya dalami lebih jauh, saya menjadi mengerti keadaannya.  Saya bertekad seperti kehidupan saya sebelumnya di Bali dengan pesan ayah saya kepada anaknya  ''seni yang terpatri dalam jiwamu itu, harus disebarkan dengan jiwamu tulus'' (tulus disini maksudnya jangan terlalu uang saja yang kamu pikirkan). Sambil mendesah saya ingat pesan orangtua yang baik itu.


                Tanpa pikir panjang sambil mengingat  pesan sang ayah, saya melangkah lagi tgl 16 Mei 2015 ke Cultureelhuis Heerlen, Belanda. Ditempat ini saya menampilkan suling Bali dan kendang bersama grup band De Gentlemen’s Groove yang mengalunkan alunan suling Bali Dwi Smara dan Shiwi lagu ciptaan sendiri. Pertunjukan sukses dan mendapat applaus dari penonton.  Kemudian tgl 24 Mei  2015 di kota Mechelen Belgia saya berpacu dengan waktu menampilkan suling Bali bersama grup band Belgia Selene's Garden, yang sedang merelease album terbaru mereka dalam bentuk CD dimana saya memainkan suling dan kendang di album tersebut.  (klik video: selene's garden dengan suling)

                Kedua event yang saya lakukan diatas yaitu suling Bali berkolaborasi dengan band Belanda dan Belgia, berawal dari kemauan untuk mencari relasi yang baik. Relasi atau networking itu akan memberi kesempatan lain buat saya. Gayung bersambut dengan ketulusan itu pula saya memperoleh tawaran main di beberapa kota di Eropa.  Benar sekali, makna dari pesan singkat orang tua di Bali bahwa  ''kesempatan akan selalu ada karena ketulusanmu''.  Kesempatan datang lagi seminggu kemudian dengan mengikuti parade ogoh-ogoh Bali, suling Bali kreatif  dalam Tong Tong Fair & Festival, Den Haag tanggal 27 Mei 2015, (video: suling bali di Tong Tong Fair 2015) selanjutnya Balinese Dagen Prananatha tgl 13 - 14 Juni 2015 di Wasmunster (video : Balinese dagen di waasmunster) , Perayaan Tumpek Wariga di Parc Pairi Daiza tgl 20 Juni 2015 (video : tari Bali di Tumpek Wariga Pairi Daiza, dan  suling bali dengan soprano saxophone ) serta baru-baru ini memainkan rindik Bali selama 3 hari tgl 16 -18 Juni 2015 dalam rangka The Nordic World of Coffee di Guthenburg Swedia. (video : Rindik Bali di Swedia)

                Apakah benar kita tidak membutuhkan imbalan ? Belum tentu. Jujur saya katakan beberapa event yang berskala komersial tentu membutuhkan dan mengeluarkan biaya. Kalau berskala sosial misalnya untuk kemanusian dan berskala kecil tidak apalah, masih kita bisa bantu.  Jujur juga saya katakan, kehidupan di Eropa ini semakin hari semakin berat. Sejak 2 tahun ini saya tercekik oleh biaya asuransi kesehatan Belgia yang meruntuhkan semangat saya.  Apalagi menanggung ketiga anak saya dan istri yang harus dikawal kehidupannya, harus dijamin kesehatannya, harus ditanggung sekolahnya. Bergantung dari gaji bulanan saja di kantor saya bekerja tidaklah mencukupi. Maka dari itu, ada sebuah jalan yang harus saya  lalui. Jalan itu berupa perjuangan keras dengan strategi tetap bertahan mempromosikan budaya Indonesia ke pelosok kota di Eropa. Dengan harapan disamping menentramkan jiwa dan hati yang tercekik dengan mahalnya asuransi kesehatan, perjuangan keras ini akan saya jadikan pelajaran hidup paling berharga supaya  kita tidak mudah menyerah walaupun tantangan berat melilit sekujur tubuh kita.

                Dan salah satu upaya kongkrit dalam menghadapi tantangan itu, saya melakukan promosi budaya Indonesia melalui chanel youtube dengan jumlah video 1603 clip, 1,070 Subcribers, dan jumlah vieuws/pengunjung  sebanyak 1. 357. 383 vieuws (Juni 2015). Jika pembaca meluangkan waktu untuk melihat video saya dibawah ini, hati saya pasti sumringah karena menambah daftar jumlah pengunjung dalam chanel video saya ini. (klik disini  : video promosi Indonesia di Belgia)

dimuat di kompas.com 



Rabu, 03 Juni 2015

Mempromosikan Indonesia sambil menuntut ilmu




Melanjutkan pendidikan di luar negeri bukan sekedar mempelajari bidang studi di kampus saja, akan tetapi perlu juga mempelajari kehidupan budaya setempat dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Perbedaan budaya, pola pikir serta tingkah laku keseharian di negara mana kita melanjutkan pendidikan memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas ini menjadi objek perbandingan dan daya tarik untuk dipelajari. Dengan demikian mempelajari ciri khas tersebut akan memudahkan kita memperluas wawasan dalam menimba pengalaman baru di negara mana kita belajar.


Sebuah acara menarik yang dikemas dalam event multikultur berjudul ''Open House OBSG'' diselenggarakan oleh OBSG ( Ontmoeting Buitenlandse Studenten Gent) pada tanggal 9 Mei 2015 di kota Gent Belgia. OBSG adalah sebuah asosiasi non-government yang menyediakan tempat tinggal "home-away-from-home" dan tempat bertemu/berinteraksi antar mahasiswa dari berbagai negara terutama negara-negara berkembang baik yang menempuh studi doktor, master ataupun peneliti yang sedang menempuh studi di Universitas Gent. 
Kegiatan 'Open House OBSG'' multikultur ini dimeriahkan berbagai penampilan seni tradisional, musik modern, etnis musik, band dan hidangan kuliner khas beberapa negara diantaranya Vietnam, India, Indonesia, Filipina, Etiopia dan beberapa negara Afrika lainnya. Dalam kesempatan tersebut mahasiswa Indonesia diwakili oleh Para Pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belgia. Penampilan Indonesia tersebut adalah tari Sriwijaya oleh Dian Wulandari, Grup band PPI dan penampilan gamelan dan tari Bali dibawah pimpinan Made Agus Wardana, seniman Bali yang tinggal di Belgia.
Hadir dalam kesempatan tersebut, seorang Mahasiswa dari Bali, Pande Gde Sasmita, Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali yang sedang menempuh Study S3 bidang aquakultur menggunakan beasiswa Dikti di Lab Aquaculture and Artemia Reference Centre (ARC), Ghent University. Bli Pande sapaan akrabnya, setiap tahun berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini beserta para pelajar Indonesia lainnya dengan menampilkan tari dan musik tradisional Indonesia.
Kali ini sungguh berbeda, Pande bergeliat memainkan gamelan Bali mengiringi penari Legong keraton. Gamelan Bali ini hanya dimainkan dalam jumlah kecil "mini gamelan" terdiri dari 3 orang penabuh. Dengan kelincahannya, Pande memainkan tekhnik-tekhnik gamelan Bali seperti kotekan, norot, ngoncag, nguncab, ngisep dengan tempo cepat maupun lambat. Sementara itu bunyi kendang menghentak keras mempercepat dan memperlambat tempo secara tegas. Lalu secara beruntun bunyi kendang memberikan aksen kuat/angsel kepada gerak tingkah penari legong yang ditarikan oleh penari cantik Ni Wayan Yuadiani. 
Pertunjukan ini menjadi pusat perhatian yang mendapat applause oleh penontonnya. Lebih unik lagi, pada awal pertunjukan dijelaskan tentang pengertian gamelan Bali. Bagaimana cara memainkan, apa laras yang digunakan hingga pesan promosi Indonesia dengan humor segar untuk mengakrabkan suasana pertunjukan. Disamping itu juga para penonton sangat terpesona dengan penjelasan tari legong dimana penonton diajak mempraktekan ekspresi seledet mata dengan ucapan singkat ''Det Pong'' yang menjadi ciri khas tarian Bali tersebut.

Menurut Annemie Derbaix, OBSG socialservice officer (Kepala Bidang Pelayanan Sosial OBSG ) yang mengundang khusus penampilan grup gamelan Bali ini menyampaikan, '' Saya sangat kagum dengan penampilan gamelan dan tari Bali ini, sangat menarik ". Lebih lanjut disampaikan, adanya unsur edukasi dalam penjelasan singkat tentang gamelan dan tari Bali memberi kesan berbeda dengan penampilan grup lainnya. Hal-hal berbau kreatif inilah yang sangat diharapkan sehingga acara yang dilakukan tidak monoton setiap tahunnya. Saking senangnya, Annemie menyempatkan diri berfoto bersama kepada penari dan penabuh gamelan Bali ini.
Bagi Pande sebagai seorang penabuh dan seorang mahasiswa, berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini membawa kesan yang sangat positif. Kita bertemu, berbicara, bertukar pengalaman, mengeksplore budaya, mencicipi hidangan negara lain dan mempertunjukan budaya kita. Itu semua memperluas cakrawala cara berpikir, cara pandang terhadap sebuah lingkungan agar menghargai perbedaan budaya orang lain. Perbedaan budaya itu bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti, justru harus dipahami dan dimengerti. Dengan pemahaman itu akan tumbuh sikap toleransi dan empati terhadap kebudayaan itu sendiri.  Hal positif yang lain yang dapat diambil dari kegiatan ini, adalah sebagai seorang mahasiswa, Pande juga termotivasi dan mendapat suntikan semangat baru untuk mengiringi harapannya menyelesaikan studi S3 di Universitas Gent dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga !




Sabtu, 30 Mei 2015

Ogoh-Ogoh Mengoyang Tongtong Fair 2015




     Untuk pertama kali dalam sejarah Tong Tong Fair Den Haag Belanda, digelar  parade ogoh-ogoh Bali pada tanggal 27 Mei 2015. Ogoh-Ogoh diarak mengelilingi ruas jalan  area pintu utama Taman Malieveld, Den Haag membidik warga masyarakat yang melintas jalan utama Koningskade berseberangan dengan  Central stasiun  Den Haag.  Sebagai ikon unik dalam festival ini, 35 orang warga masyarakat Bali yang tergabung dalam komunitas masyarakat Bali ''Banjar Suka Duka - Belanda'' serentak bersemangat mengusung salah satu keunikan budaya Bali yaitu Ogoh-Ogoh. Diringi dengan gamelan Bleganjur menghentak ritme ritmis suara cengceng(cymba) agar menarik minat masyarakat setempat menghadiri Tong Tong Fair edisi yang ke-57 tahun ini.

     Ogoh-ogoh tersebut khusus didatangkan dari KBRI Brussel Belgia yang merupakan hasil karya I Wayan Candra asal Sesetan Denpasar. Ogoh-ogoh tersebut berupa Arjuna Memanah yang menggambarkan sosok ksatria yang tangguh. Sosok ini dipilih sebagai upaya membangun semangat anak-anak muda untuk tetap tangguh menghadapi berbagai tantangan dikemudian hari. Kemudian Dewi Saraswati, sebagai simbul ilmu pengetahuan yang dijadikan tuntunan hidup umat manusia didunia ini.

      Kehadiran ogoh-ogoh ini menjadi pusat perhatian warga sekitar sehingga dengan mudah menjadi daya tarik  Tong Tong fair yang berlangsung selama 12 hari dari tgl 27 Mei - 7 Juni 2015. Menurut Aranud Kokosky Deforchaux ( Artistik Direktur Tong Tong Fair) menyampaikan bahwa ogoh-ogoh ini mempromosikan sisi kreatif anak muda Bali yang memperkaya kebudayaan Indonesia di luar negeri dan ini sebuah sejarah baru di negeri Belanda, ujar Arnaud yang juga pandai menari Bali.



           Koran Belanda telegraaf edisi hari ini tgl 28 Mei 2015 mempublikasikan  foto ogoh-ogoh pada  halaman 17, menyampaikan informasi terkait tentang Tong Tong fair yang diadakan di lapangan Malieveld  selama 12 hari dengan jumlah pengunjung 100.000 orang lebih pada tahun lalu.

      Disamping parade Ogoh-Ogoh oleh Komunitas Banjar Suka Duka Belanda ini, dipertunjukan pula kesenian Bali lainnya seperti pelestarian gending Bali sekar alit/dolanan seperti Ongkek-Ongkek Ongkir, Gending Merah Putih, tari Pendet, Suling kreatif, Janger dan Genjek di Panggung Utama Tong-Tong Podium. Dalam suling kreatif ditampilkan suling Bali oleh Made Agus Wardana seniman Bali yang tinggal Belgia diiringi oleh band Gentlements's Groove sebuah grup Band Belanda pendatang baru yang merupakan gabungan musisi Belanda pengagum Indonesia. 




Tong-tong Fair  
      Tong Tong Fair pertama kali diadakan tahun 1959. Pada awalnya bernama ''Pasar Malam Besar''.  Sejak tahun 2009 Pasar Malam Besar berubah nama menjadi Tong Tong Fair. Tong tong Fair adalah Festival Eurasia terbesar di dunia yang memamerkan produk budaya, pameran foto, buku-buku, workshop, kuliner dan pertunjukan kesenian. Harga tiket dewasa Hari biasa 13,50 euro sedangkan weekend harganya  16,50 Euro. Kegiatan ini dipusatkan di Malieveld yang hanya berjarak 200 meter dari stasiun central stasiun Den Haag.

      Kegiatan ini bertujuan mengikat ‘rasa’ warga indo/blasteran, mempertemukan mereka dalam sebuah ikatan budaya antara warga Belanda dan Indonesia.  Selain itu, kegiatan ini mendorong pelestarian Budaya Hindia Eurasia dan memperluas pemahaman sejarahnya. Memahami perisitiwa demi peristiwa yang terjalin berabad-abad, mempertemukan mereka sesama Indo/blasteran kemudian membangun sebuah koneksi budaya campuran yang melahirkan kedekatan emosional antara Indonesia Belanda. 

dimuat di kompas, antara, metrobali. :


     


Kamis, 21 Mei 2015

Bangga ! Melihat anak-anak Indonesia bermain gamelan di Luar Negeri




     Setiap hari rabu, anak-anak Indonesia di kota Brussel melakukan kegiatan seni yaitu menggambar, bermain serta berlatih gamelan Bali. Kegiatan ini merupakan rutinitas untuk  mengajak anak-anak Indonesia yang berdomisili di Belgia mengenal budaya Indonesia melalui kreatifitas berkesenian. Kegiatan anak-anak Indonesia ini terwadah dalam sebuah taman bermain yang dinamakan Tamasya (Taman Anak Masyarakat Indonesia Belgia). Tamasya didirikan pada tanggal 7 Desember 2011 atas  prakarsa Ibu Sartika Oegroseno (Istri Dubes Havas Oegroseno), Kak Andi Yudha Asfandiyar (Pembina kreatif menggambar), Made Agus Wardana (Pelatih gamelan) dan DWP KBRI Brussel bertindak selaku pembimbing serta dukungan Pensosbud KBRI Brussel.

     Awal bulan Februari 2015 lalu, saya secara gencar mengajarkan sebuah gending Bali yaitu tabuh iringan tari Pendet kepada anak-anak tamasya ini. Waktu pelajaran adalah 2 jam dengan istirahat 20 menit dari pukul 15.00-17.00. Dengan susah payah saya mengajarkan anak-anak ini agar mereka mampu memainkan gending pendet yang akan dipentaskan dalam acara Perayaan Saraswati terbesar di Taman Pairi Daiza, Belgia pada tgl 2 Mei 2015.


     Waktu yang terlalu singkat membuat hati saya berdebar-debar dan ragu atas kemampuan anak-anak Indonesia ini. Tabuh iringan tari pendet memiliki kerumitan tersendiri, karena adanya dinamika musik, tempo berubah-ubah, suara keras dan lirih serta konsentrasi tinggi untuk seorang penabuh cilik seperti  grup tamasya ini.  Berbagai persoalan saya hadapi, waktu terlalu singkat, penabuh terlalu kelelahan dan terlihat bosan berlatih. Kemudian kesibukan anak-anak tentang sekolah masing-masing sehingga ada yang absen. Berlatih gamelan menjadi tersendat. Namun demikian dikala latihan kembali, saya mencoba mencuri perhatian mereka dengan memberikan les tambahan, memberikan ruang waktu untuk bercanda ria, bercerita lucu, tertawa sejenak hingga  bermain bola bersama ketika waktu istirahat. Tujuannya membangkitkan kemauan mereka serta memotivasi semangat latihannya. Saya selalu bergumam dalam hati, " Yang penting kalian senang anak-anakku, apapun akan kulakukan untukmu sayang".







     
     Alhasil sungguh diluar perkiraan saya, mereka sangt antusias berlatih. Sedikit demi sedikit gending itu dikuasai dengan cukup baik. Walaupun masih level cukup, saya selalu membesarkan hati anak-anak tersebut. Saya juga  melakukan latihan tambahan khususnya kepada penabuh yang masih kebingungan menguasai gending. Tanpa ada rasa malu ataupun segan, anak-anak ini berhasil menguasai gending pendet tersebut tanpa beban sedikitpun. Disinilah saya mulai percaya diri dan seratus persen yakin bahwa mereka pasti akan bisa melakukannya. Harapan saya menjadi kenyataan, anak-anak Indonesia ini perkembangan tekhnik menabuh dan daya ingatnya semakin kuat.

      Disamping itu yang membuat mereka sangat antusias lebih adalah dukungan orangtua mereka terutama tim DWP KBRI Brussel yang selalu hadir ditengah latihan. Menjamu semangat dengan makanan dan minuman kecil sangatlah berarti. Ini menjadi penting bukan sebagai  perhatian semata  tetapi memotivasi mereka agar berprilaku disiplin  melakukan sebuah kegiatan. Kedisiplinan itu akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan anak-anak itu sendiri. Semenjak  kecil akan terpatri hatinya bahwa disiplin waktu, disiplin belajar serta mencintai budaya seperti bermain gamelan akan berbekas positif dipikiran mereka hingga dewasa nanti.

     Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari Sabtu  tanggal 2 Mei 2015 merupakan Perayaan Saraswati sebagai Perayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat hindu Bali di Eropa. Perayaan Saraswati ini dikoordinir oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg yaitu Banjar Shanti Dharma yang bekerjasama dengan pemilik Taman Pairi Daiza Belgia.  Kegiatan ini juga didukung oleh KBRI Brussel serta masyarakat Bali di Eropa. 500 masyarakat Bali dari 12 negara di Eropa (Belgia, Perancis, Belanda, Luxembourg, Jerman, Irlandia, Polandia, Norwegia, Swiss, Inggris, Swedia dan Italia)  hadir ditengah perayaan tersebut dengan mempertunjukan kesenian dan budaya Bali kehadapan ribuan pengunjung taman Pairi Daiza. Uniknya lagi ada sekitar 100 penari dan penabuh berkesempatan menunjukan kreatifitasnya dalam berkesenian menampilkan berbagai seni budaya Bali. Taman Pairi Daiza, sebagai taman budaya dunia  dan konservasi flora dan fauna yang terletak 85 km dari kota Brussel menjadi penuh sesak karena dipadati pengunjung.

       Grup kesenian yang pertama kali membuka pertunjukan kesenian tersebut adalah Tamasya KBRI Brussel. Lagi-lagi perasaan saya berdebar-debar melihat wajah tegang anak-anak Indonesia ini. Dengan penuh perhatian, saya meyakinkan mereka melalui pengeras suara,  "Anak-anak harus semangat ya".  Anak-anak menjawab dengan senyuman sambil bersiap-siap memainkan gamelan. Jadi sebelum dimulai, saya mengajak mereka melakukan latihan untuk menghilangkan perasaan tegang. Pada awal-awalnya tampak sekali mereka masih ragu-ragu dan kurang percaya diri. Tak lama kemudian keraguan itu berangsur-angsur hilang. Sedikit demi sedikit bunyi gamelan terasa lebih keras dan nyaring. Saya berdesah dalam hati, hmmm ! Wajah-wajah mungil terlihat  ceria dan ini pertanda baik.  (klik disini untuk melihat penampilan mereka pada saat masih latihan : video sebelum pertunjukan)


        Saat  yang ditunggu-tunggu telah tiba para penari pendet sudah menyiapkan diri. Para penari ini adalah anak blesteran/keturunan Belgia - Bali Indonesia. Dengan bokor/tempat bunga mereka mempersiapkan diri untuk menari. Para penari pendet ini dilatih oleh Eka Santi Dewi, seorang penari Bali yang tinggal dari Antwerpen Belgia. Gerak demi gerak terlampaui, bunyi gamelan semakin harmoni terdengar, seledet matanya sangat kuat dan penuh ekspresi. Bunga ditaburkan ke publik sebagai sambutan selamat datang.  Penonton menyambut ramah taburan bunga tersebut. Para penabuh grup tamasya kbri brussel juga sangat hebat memainkan gamelan Pendet. Pertunjukan itu berjalan dengan lancar dan baik. Anak-anak tamasya dan para penari cilik hatinya sangat senang. Para penonton memberi tepuk tangan yang tidak terhingga, para orangtua sangat bangga. Bangga akan keberanian mereka, bangga akan disiplin mereka, bangga akan kecintaan mereka kepada Budaya Indonesia. Tidak ada yang tahu, bahwa saya lebih bangga dari siapapun diantara ribuan orang yang menyaksikan pertunjukan tersebut. Kebanggaan bukan saja karena mereka mampu memainkan gamelan, akan tetapi bangga karena anak-anak Indonesia khususnya yang lahir dan menetap di Eropa ini,  bisa mempelajari tradisi budaya nenek moyangnya. Si kecilpun akan terkesan selamanya, sambil melirik kepada ketiga anak saya yang bermain gamelan  mengucapkan  "Bravo sayang, kalian telah memberikan semangat kuat untuk papa dalam berkesenian ini" 
(Klik disini untuk melihat pertunjukan final :pertunjukan tari pendet )






   



 
dimuat dikompas.com : anak-anak indonesia belajar gamelan di luar negeri





Jumat, 15 Mei 2015

Senangnya bersepeda sambil berwisata di kota brussel


Melawan bosan


      Seringkali kita melihat bahwa semangat bersepeda  biasanya hanya  di awal-awal saja.  Hangat di awal, dingin di akhir. Selanjutnya tidak lagi bersepeda karena berbagai alasan. Padahal sepedanya  mahal, aksesoris mewah, helm bersinar, slop tangan bermerk, pokoknya image itu nomor satu. Dalam bersepeda seharusnya kita bisa konsisten, sehingga manfaat yang kita peroleh  akan membuat diri kita menjadi disiplin dan semakin teratur. Tantangan utama untuk menjadi konsisten bersepeda adalah melawan kebosanan.




        Empat tahun saya bersepeda di kota Brussel tetap saja saya masih berjuang melawan rasa bosan. Saya berusaha ''memaksa'' berolahraga menggunakan sepeda menuju kantor tempat bekerja. Tidak ketinggalan berpartisipasi aktif dalam event fun bike, car free day in brussels sambil berwisata keliling kota Brussel. Walaupun demikian, rasa bosan tetap saja menghantui diri sendiri. Timbul rasa malas jika badan lemas. Saya berusaha memecut diri mengumandangkan  slogan-slogan tentang kesehatan itu mahal, mengingat biaya-biaya rumah sakit yang harus kita bayarkan sangat mahal. Maka dari  itu saya berpikir kembali untuk konsisten menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi, olahraga, penyalur hobi hingga penghibur diri. 


       
       Tak disangka  dalam empat tahun terakhir saya berhasil melawan rasa bosan. Setiap hari menuju tempat kerja menempuh jarak 8 km pp (pulang pergi) dengan kecepatan sedang dalam durasi waktu  60 menit. Bayangkan setiap harinya lemak-lemak yang ada dalam tubuh terbakar.  Kemudian tubuh menjadi segar, sirkulasi darah lancar, meningkatkan stamina tubuh dan menyehatkan jantung. Bagi saya, bersepeda merupakan pilihan ideal untuk berolahraga. Karena bisa dilakukan oleh hampir segala usia, tanpa polusi udara dan tidak mahal.  Bahkan bersepeda memberikan manfaat plus yaitu menikmati pemandangan alam serta menghirup udara bebas.

   Japanese Tower dan Paviliun Cina

       Bersepeda di kota Brussel sangatlah berbeda kondisinya. Pemerintah kota Brussel secara terus menerus memperbaiki prasarana pendukung khususnya kenyamanan bersepeda. Jalan-jalan  khusus untuk pesepeda fietspaden/Pistes Cyclabes) dibuat lebih nyaman, diperjelas dengan rambu-rambu lalulintas. Fasilitas sepeda yang disediakan yaitu Villo, sebuah penyewaan sepeda dalam jangka waktu tertentu.  Villo ini menyediakan 2500 sepeda yang disebar dekat stasiun transportasi umum.  Penyewaan menggunakan sistem pembayaran via  kartu bank dan kartu kredit.  Kalau  sewa harian  seharga 1,60 euro ; mingguan euro 7,65 ; tahunan 32,60 euro.  Pada pemakaian  30 menit pertama adalah  gratis.  Jika pemakaian lebih dari 30 menit akan ditambah biaya  0,50 euro/menit. Sepeda yang digunakan sangat ideal untuk bersepeda ditengah kota tanpa harus memakai helm pengaman.


    Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, polisi secara berkala melakukan kontrol mengintai pesepeda bandel yang tidak mematuhi peraturan lalulintas. Sekali saja anda nekat untuk menerobos lampu merah, seketika itu juga para pengendara mobil akan memaki dengan klakson. Jika ada polisi kontrol lewat pas pada saat kejadian itu, bersiaplah menerima  surat denda antara 100 euro - 150 euro  dalam 3 hari berikutnya. Disinilah kita sadar bahwa pentingnya mematuhi aturan lalu lintas.

       Musim semi pada bulan April 2015 ini sungguh istimewa. Cuaca lumayan bersahabat. temperatur antara 15 derajat - 21 derajat. Cuaca tersebut cukup adem, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Matahari tidak malu lagi bersinar, mendung memberi ruang dan waktu kepada  para pecinta sepeda ini bergerak leluasa memanfaatkan situasi dan kondisi yang cerah ini. Tepat tanggal 10 April 2015 lalu, sekumpulan pecinta sepeda warga Indonesia berjumlah 20 orang melakukan fun bike menelusuri obyek wisata Brussel seperti Atomium, Chinese Pavilium dan Japanese tower. Kegiatan ini dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya berolahraga di waktu senggang setelah jam kantor usai.

      Dari boulevard de la woluwe grup pesepeda ini bergowes ria menelusuri jalan-jalan khusus bersepeda. Dengan tas punggung hitam berisi perbekalan makanan beserta minuman,   saya berpacu menggapai waktu menoleh kiri kanan selalu waspada terhadap kemungkinan disenggol mobil.   Kenapa kita perlu waspada di Brussel ? Pengalaman saya menunjukan bahwa para pengendara mobil sering melupakan pesepeda. Barangkali para pesepeda dianggap memperlambat arus lalu lintas dan kurang disiplin.  Mungkin juga pengendara mobil egois terlalu tergesa-gesa.  Ada banyak kemungkinan yang terjadi. Justru itulah, kita ambil yang positifnya saja bahwa  kita harus waspada dan  berhati-hati bersepeda. 


      Setelah  40 menit berlalu, badan berkeringat membasahi baju. Tanjakan demi tanjakan terlampaui, pohon-pohon rindang beraroma alami terlewati. Sangat mengasyikan ! Beberapa menit kemudian tibalah kita di kawasan Istana Raja Belgia Laeken dimana terletak 2 obyek turis Brussel yaitu Japanese Tower dan Chinese Paviliun. Pada tahun 1900 Raja Belgia Leopod II sangat terpesona dengan keindahan arsitektur Asia Panorama Tour Du Monde dalam Pameran Dunia Exposition Universelle di kota Paris. Leopod II berkeinginan membangun museum terbuka dengan arsitektur asia di daerah kawasan istana raja Belgia Laken. Dia menugaskan Alexander Marcel arsitek Perancis untuk membangun Japanese Tower, sebuah menara khas Jepang berbentuk pagoda buda dengan tinggi 40 m berlantai 5 terbuat dari kayu.  Japanese Tower terkesan sangat ceria berpoles warna merah merekah berbanding kontras dengan hijaunya kawasan taman. Pada tanggal 5 Mei 1905 Japanese  Tower ini dibuka untuk kalangan umum setelah pengerjaan dilakukan selama 5 tahun.



       Diseberang jalan Japanese Tower terletak Paviliun Cina berparas cantik dan ayu.  Dari kejauhan kita sudah pasti bisa mengira-ngira bangunan tersebut adalah bergaya arsitektur Cina. Ukirannya, tulisan serta penggunaan warna keemasan beserta simbul naga-naga yang menghias bangunan menjadi ciri khasnya. Paviliun Cina dibuka pertama kali untuk umum pada tahun 1913 sebagai sebuah restoran mewah. Kemudian pada tahun 1921 dan pada tahun 1922 kedua bangunan ini dijadikan bagian daripada museum kerajaan Belgia khususnya Museum of the Far East hingga hari ini.


Atomium, icon kota Brussel

      Alangkah manjanya para pesepeda menikmati cuaca cerah di kawasan hijau taman yang asri. Sebuah taman kota yang dinamakan Parc Laeken, sebagai kawasan hijau lengkap dengan fasilitas umum ruang terbuka. Letaknya berhadapan dengan  Istana Raja Kerajaan Belgia, Atomium, Brussels Expo dan Stadion Sepakbola Heysel.  Masyarakat setempat berbaur memanfaatkan kawasan ini sambil piknik di rerumputan berbekal makanan dan minuman. Dan sangat penting untuk diingat, kebiasaan masyarakatnya membuang sampah pada tempatnya lumayan disiplin sehingga taman kota menjadi bersih dan rapi. Kalau ada yang membuang sampah sembarangan, itupun hanya ulah segelintir orang bandel yang tidak memahami pentingnya menjaga lingkungan bersih dimanapun kita berada.


         Dari jarak 800 meter saya mulai melihat butiran bola bulat memantulkan cahaya matahari.  Saya memarkir sepeda sambil berfoto bersama. Mengamati dengan detai seluruh keunikan atomium ini. Inilah icon kota Brussel hasil karya arsitek Belgia Andre Waterkeyn yang dibuat dalam rangka International Exhibition of Brussels pada tahun 1958.  Atomium merupakan perpaduan seni bentuk/skulptur dan seni arsitektur. Atomium tersusun dari 9 bola baja berlapis aluminum yang tingginya 102 meter dengan masing-masing diameter bola tersebut adalah 18 meter. Rangkaian bola raksasa ini mengingatkan kita pada pelajaran fisika SMA dahulu, dimana rangkaian atom adalah molekul. Inilah yang menisnpirasi Andre Waterkeyn, karena pada masa itu tekhnologi atom dianggap sangat populer sebagai salah satu kemegahan dan modernisasi. Pembangunan atomium juga mengispirasi bangkitnya tenaga energi nuklir Belgia yang merupakan sumber energi utama. kalau travelkompas jalan jalan di malam hari, listrik menyala terang benderang sepanjang malam dan hampir tidak pernah adanya agenda pemadaman listrik untuk penduduknya.

             Bagi saya perjalanan bersepeda ini memiliki 4 manfaat besar. Pertama, saya berhasil melawan rasa bosan. Kedua saya ''memaksa diri' berolahraga, ketiga saya berkumpul bersama-teman sambil bersenda gurau, keempat saya mengenal lingkungan wisata Belgia yang mempermudah kita memahami budaya orang lain, memberi apresiasi dan mengenal sejarah atau monumen masa lalu. Tentunya sejarah masa lalu itu, ada yang baik dan buruk. Namun demikian, kita harus ambil yang baik-baik saja.

dimuat di kompas :
http://travel.kompas.com/read/2015/05/13/150418627/Senangnya.Bersepeda.Sambil.Berwisata.di.Kota.Brussel


Kamis, 07 Mei 2015

Perayaan Saraswati bergema di Belgia

Perayaan Saraswati bergema di Belgia

      Ditengah-tengah kebimbangan Bali atas gempuran budaya luar yang semakin hebat merasuk ke dalam tanah Bali, beralihnya sawah-sawah asri menjadi  pemukiman membuat masyarakatnya hanya bisa berdesah tanpa daya. Lingkungan alam Bali semakin hari semakin tergerus dengan tumbuh suburnya gedung mewah, mall glamour serta supermarket yang menggencet pasar-pasar lokal tradisional.  Tidak bisa dihindari kebimbangan itu, terus  apa yang mesti dilakukan untuk menghilangkan  kebimbangan  itu ? Salah satu jawabannya adalah dengan cara menggemakan dan mengingatkan kembali kepada publik bahwa Bali disukai berkat aktifitas agama dan budaya lokalnya, bukan karena keglamoran dan kemewahan tersebut.



      Belgia, sebagai Sentra Budaya Bali di Eropa pada Hari Sabtu, tanggal 2 Mei 2015, berjubel  500 warga hindu Bali dari 12 negara (Belgia, Belanda, Perancis, Jerman, Italia, Inggris, Irlandia, Luxembourg, Swiss, Norwegia, Polandia, Swedia) merayakan hari Raya Saraswati di Pura Agung Shanti Bhuwana - Pairi Daiza,  terletak 85 km dari kota Brussel Belgia. Kegiatan ini tidak saja penting dalam persembahyangan semata, akan tetapi menjadi momentum peringatan akan mutlaknya menggemakan kembali bahwa kebudayaan Bali bernafaskan Hindulah yang  membuat daya tarik wisatawan diseluruh dunia mengunjungi Bali.

    Perayaan Saraswati tersebut  terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama ritual keagamaan, dilanjutkan dengan Dharma Wacana dan Pesta Kesenian Bali.  Tepat pukul 11.00 dimulai dengan acara ritual keagamaan yang berlangsung khidmat dan lancar. Sebagai pimpinan persembahyangan adalah  Jero mangku Sutiawidjaya. Sarana ritual persembahyangan dibuat sederhana tanpa harus mengurangi arti dan makna simbolisnya.  Artinya kelengkapan banten disesuaikan dengan Desa Kala Patra (Desa = tempat, Kala = Waktu, Patra = keadaan/situasi kita berada). Hal paling menarik dan sepertinya tidak akan pernah dipercaya terjadi di eropa yaitu kejadian  kerauhan/trance pelelawatan Ratu Gede (Barong Ket), Ratu Ayu & Ratu Mas (Rangda) serta Ratu Alit.  Proses kerauhan/trance tersebut memiliki  energi  sangat kuat dan dipercaya memancarkan sebuah kekuatan magis.  




     Disela-sela waktu tersebut disampaikan pula Dharma Wacana oleh Duta Besar RI Swedia Bapak Dewa Made Sastrawan yang menyampaikan makna penting perayaan saraswati dan implementasinya di dalam kehidupan masyarakat modern saat ini.  ‘’ Saraswati adalah sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memberikan kehidupan lebih baik kepada umatnya di dunia ini. Hari saraswati ini kita jadikan pemicu untuk tetap bersemangat mempelajari ilmu yang berguna untuk kehidupan manusia, ujar Bapak Dewa Sastrawan.

      Dari pukul 14.00 - 17.00, digelar Pesta Kesenian Bali  yang menampilkan pertunjukan gamelan dan tari Bali, pelestarian gending sekar alit/dolanan, Gamelan Bleganjur serta diakhiri  dengan Mepeed/Parade.  Berjumlah sekitar 100 penari dan penabuh dari anak-anak hingga dewasa turut aktif  menampilkan kesenian Bali  diantaranya  Grup Anak-Anak Tamasya KBRI Brussel, Sekar Jagat Indonesia Perancis, Grup Gamelan Puspa Warna Perancis, Grup Bali Puspa Jerman, Grup Banjar Suka Duka Belanda,  Saling Asah Belgia dan Banjar Shanti Dharma Belgia.






      Secara resmi pentas seni dari perayaan Saraswati dibuka oleh Kuasa Usaha ad Interim (KUAI) RI Brussel, Ignacio Kristanyo Hardojo yang menyampaikan bahwa perayaan Saraswati kali ini menjadi penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada publik di Eropa bahwa toleransi dan kehidupan umat beragama di Indonesia tetap terjaga meskipun mereka jauh dari negaranya, serta tetap berjalan seiring dengan keragaman budaya dan agama lainnya di Indonesia.

     Sebagai Koordinator kegiatan ini, Kelihan/Ketua Banjar Shanti Dharma Belgia - Luxembourg, Made Agus Wardana  menyampaikan bahwa sejak diresmikannya Pura ini pada tgl 18 Mei 2009, antusias masyarakat hindu Bali khususnya yang berdomisili di Eropa mengalami peningkatan sangat pesat. Tahun ini adalah perayaan terbesar dimana datang dari berbagai penjuru negara di Eropa. Masyarakat Bali tersebut, tergerak hatinya untuk datang bukan saja karena ingin sembahyang atau bertemu dengan warga mereka, lebih dari itu adalah rasa jengah/kuat mempertahankan budaya Bali sekaligus menghapus kebimbangan,  dengan melakukan aktifitas budaya yang berguna demi lestarinya kebudayaan Bali yang menjadi primadona pariwisata dunia (Ciaaattt-MB)