Setiap hari rabu, anak-anak Indonesia di kota Brussel melakukan kegiatan seni yaitu menggambar, bermain serta berlatih gamelan Bali. Kegiatan ini merupakan rutinitas untuk mengajak anak-anak Indonesia yang berdomisili di Belgia mengenal budaya Indonesia melalui kreatifitas berkesenian. Kegiatan anak-anak Indonesia ini terwadah dalam sebuah taman bermain yang dinamakan Tamasya (Taman Anak Masyarakat Indonesia Belgia). Tamasya didirikan pada tanggal 7 Desember 2011 atas prakarsa Ibu Sartika Oegroseno (Istri Dubes Havas Oegroseno), Kak Andi Yudha Asfandiyar (Pembina kreatif menggambar), Made Agus Wardana (Pelatih gamelan) dan DWP KBRI Brussel bertindak selaku pembimbing serta dukungan Pensosbud KBRI Brussel.
Awal bulan Februari 2015 lalu, saya secara gencar mengajarkan sebuah gending Bali yaitu tabuh iringan tari Pendet kepada anak-anak tamasya ini. Waktu pelajaran adalah 2 jam dengan istirahat 20 menit dari pukul 15.00-17.00. Dengan susah payah saya mengajarkan anak-anak ini agar mereka mampu memainkan gending pendet yang akan dipentaskan dalam acara Perayaan Saraswati terbesar di Taman Pairi Daiza, Belgia pada tgl 2 Mei 2015.
Waktu yang terlalu singkat membuat hati saya berdebar-debar dan ragu atas kemampuan anak-anak Indonesia ini. Tabuh iringan tari pendet memiliki kerumitan tersendiri, karena adanya dinamika musik, tempo berubah-ubah, suara keras dan lirih serta konsentrasi tinggi untuk seorang penabuh cilik seperti grup tamasya ini. Berbagai persoalan saya hadapi, waktu terlalu singkat, penabuh terlalu kelelahan dan terlihat bosan berlatih. Kemudian kesibukan anak-anak tentang sekolah masing-masing sehingga ada yang absen. Berlatih gamelan menjadi tersendat. Namun demikian dikala latihan kembali, saya mencoba mencuri perhatian mereka dengan memberikan les tambahan, memberikan ruang waktu untuk bercanda ria, bercerita lucu, tertawa sejenak hingga bermain bola bersama ketika waktu istirahat. Tujuannya membangkitkan kemauan mereka serta memotivasi semangat latihannya. Saya selalu bergumam dalam hati, " Yang penting kalian senang anak-anakku, apapun akan kulakukan untukmu sayang".
Alhasil sungguh diluar perkiraan saya, mereka sangt antusias berlatih. Sedikit demi sedikit gending itu dikuasai dengan cukup baik. Walaupun masih level cukup, saya selalu membesarkan hati anak-anak tersebut. Saya juga melakukan latihan tambahan khususnya kepada penabuh yang masih kebingungan menguasai gending. Tanpa ada rasa malu ataupun segan, anak-anak ini berhasil menguasai gending pendet tersebut tanpa beban sedikitpun. Disinilah saya mulai percaya diri dan seratus persen yakin bahwa mereka pasti akan bisa melakukannya. Harapan saya menjadi kenyataan, anak-anak Indonesia ini perkembangan tekhnik menabuh dan daya ingatnya semakin kuat.
Disamping itu yang membuat mereka sangat antusias lebih adalah dukungan orangtua mereka terutama tim DWP KBRI Brussel yang selalu hadir ditengah latihan. Menjamu semangat dengan makanan dan minuman kecil sangatlah berarti. Ini menjadi penting bukan sebagai perhatian semata tetapi memotivasi mereka agar berprilaku disiplin melakukan sebuah kegiatan. Kedisiplinan itu akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan anak-anak itu sendiri. Semenjak kecil akan terpatri hatinya bahwa disiplin waktu, disiplin belajar serta mencintai budaya seperti bermain gamelan akan berbekas positif dipikiran mereka hingga dewasa nanti.
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari Sabtu tanggal 2 Mei 2015 merupakan Perayaan Saraswati sebagai Perayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat hindu Bali di Eropa. Perayaan Saraswati ini dikoordinir oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg yaitu Banjar Shanti Dharma yang bekerjasama dengan pemilik Taman Pairi Daiza Belgia. Kegiatan ini juga didukung oleh KBRI Brussel serta masyarakat Bali di Eropa. 500 masyarakat Bali dari 12 negara di Eropa (Belgia, Perancis, Belanda, Luxembourg, Jerman, Irlandia, Polandia, Norwegia, Swiss, Inggris, Swedia dan Italia) hadir ditengah perayaan tersebut dengan mempertunjukan kesenian dan budaya Bali kehadapan ribuan pengunjung taman Pairi Daiza. Uniknya lagi ada sekitar 100 penari dan penabuh berkesempatan menunjukan kreatifitasnya dalam berkesenian menampilkan berbagai seni budaya Bali. Taman Pairi Daiza, sebagai taman budaya dunia dan konservasi flora dan fauna yang terletak 85 km dari kota Brussel menjadi penuh sesak karena dipadati pengunjung.
Grup kesenian yang pertama kali membuka pertunjukan kesenian tersebut adalah Tamasya KBRI Brussel. Lagi-lagi perasaan saya berdebar-debar melihat wajah tegang anak-anak Indonesia ini. Dengan penuh perhatian, saya meyakinkan mereka melalui pengeras suara, "Anak-anak harus semangat ya". Anak-anak menjawab dengan senyuman sambil bersiap-siap memainkan gamelan. Jadi sebelum dimulai, saya mengajak mereka melakukan latihan untuk menghilangkan perasaan tegang. Pada awal-awalnya tampak sekali mereka masih ragu-ragu dan kurang percaya diri. Tak lama kemudian keraguan itu berangsur-angsur hilang. Sedikit demi sedikit bunyi gamelan terasa lebih keras dan nyaring. Saya berdesah dalam hati, hmmm ! Wajah-wajah mungil terlihat ceria dan ini pertanda baik. (klik disini untuk melihat penampilan mereka pada saat masih latihan : video sebelum pertunjukan)
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba para penari pendet sudah menyiapkan diri. Para penari ini adalah anak blesteran/keturunan Belgia - Bali Indonesia. Dengan bokor/tempat bunga mereka mempersiapkan diri untuk menari. Para penari pendet ini dilatih oleh Eka Santi Dewi, seorang penari Bali yang tinggal dari Antwerpen Belgia. Gerak demi gerak terlampaui, bunyi gamelan semakin harmoni terdengar, seledet matanya sangat kuat dan penuh ekspresi. Bunga ditaburkan ke publik sebagai sambutan selamat datang. Penonton menyambut ramah taburan bunga tersebut. Para penabuh grup tamasya kbri brussel juga sangat hebat memainkan gamelan Pendet. Pertunjukan itu berjalan dengan lancar dan baik. Anak-anak tamasya dan para penari cilik hatinya sangat senang. Para penonton memberi tepuk tangan yang tidak terhingga, para orangtua sangat bangga. Bangga akan keberanian mereka, bangga akan disiplin mereka, bangga akan kecintaan mereka kepada Budaya Indonesia. Tidak ada yang tahu, bahwa saya lebih bangga dari siapapun diantara ribuan orang yang menyaksikan pertunjukan tersebut. Kebanggaan bukan saja karena mereka mampu memainkan gamelan, akan tetapi bangga karena anak-anak Indonesia khususnya yang lahir dan menetap di Eropa ini, bisa mempelajari tradisi budaya nenek moyangnya. Si kecilpun akan terkesan selamanya, sambil melirik kepada ketiga anak saya yang bermain gamelan mengucapkan "Bravo sayang, kalian telah memberikan semangat kuat untuk papa dalam berkesenian ini"
(Klik disini untuk melihat pertunjukan final :pertunjukan tari pendet )
Awal bulan Februari 2015 lalu, saya secara gencar mengajarkan sebuah gending Bali yaitu tabuh iringan tari Pendet kepada anak-anak tamasya ini. Waktu pelajaran adalah 2 jam dengan istirahat 20 menit dari pukul 15.00-17.00. Dengan susah payah saya mengajarkan anak-anak ini agar mereka mampu memainkan gending pendet yang akan dipentaskan dalam acara Perayaan Saraswati terbesar di Taman Pairi Daiza, Belgia pada tgl 2 Mei 2015.
Waktu yang terlalu singkat membuat hati saya berdebar-debar dan ragu atas kemampuan anak-anak Indonesia ini. Tabuh iringan tari pendet memiliki kerumitan tersendiri, karena adanya dinamika musik, tempo berubah-ubah, suara keras dan lirih serta konsentrasi tinggi untuk seorang penabuh cilik seperti grup tamasya ini. Berbagai persoalan saya hadapi, waktu terlalu singkat, penabuh terlalu kelelahan dan terlihat bosan berlatih. Kemudian kesibukan anak-anak tentang sekolah masing-masing sehingga ada yang absen. Berlatih gamelan menjadi tersendat. Namun demikian dikala latihan kembali, saya mencoba mencuri perhatian mereka dengan memberikan les tambahan, memberikan ruang waktu untuk bercanda ria, bercerita lucu, tertawa sejenak hingga bermain bola bersama ketika waktu istirahat. Tujuannya membangkitkan kemauan mereka serta memotivasi semangat latihannya. Saya selalu bergumam dalam hati, " Yang penting kalian senang anak-anakku, apapun akan kulakukan untukmu sayang".
Alhasil sungguh diluar perkiraan saya, mereka sangt antusias berlatih. Sedikit demi sedikit gending itu dikuasai dengan cukup baik. Walaupun masih level cukup, saya selalu membesarkan hati anak-anak tersebut. Saya juga melakukan latihan tambahan khususnya kepada penabuh yang masih kebingungan menguasai gending. Tanpa ada rasa malu ataupun segan, anak-anak ini berhasil menguasai gending pendet tersebut tanpa beban sedikitpun. Disinilah saya mulai percaya diri dan seratus persen yakin bahwa mereka pasti akan bisa melakukannya. Harapan saya menjadi kenyataan, anak-anak Indonesia ini perkembangan tekhnik menabuh dan daya ingatnya semakin kuat.
Disamping itu yang membuat mereka sangat antusias lebih adalah dukungan orangtua mereka terutama tim DWP KBRI Brussel yang selalu hadir ditengah latihan. Menjamu semangat dengan makanan dan minuman kecil sangatlah berarti. Ini menjadi penting bukan sebagai perhatian semata tetapi memotivasi mereka agar berprilaku disiplin melakukan sebuah kegiatan. Kedisiplinan itu akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan anak-anak itu sendiri. Semenjak kecil akan terpatri hatinya bahwa disiplin waktu, disiplin belajar serta mencintai budaya seperti bermain gamelan akan berbekas positif dipikiran mereka hingga dewasa nanti.
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari Sabtu tanggal 2 Mei 2015 merupakan Perayaan Saraswati sebagai Perayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat hindu Bali di Eropa. Perayaan Saraswati ini dikoordinir oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg yaitu Banjar Shanti Dharma yang bekerjasama dengan pemilik Taman Pairi Daiza Belgia. Kegiatan ini juga didukung oleh KBRI Brussel serta masyarakat Bali di Eropa. 500 masyarakat Bali dari 12 negara di Eropa (Belgia, Perancis, Belanda, Luxembourg, Jerman, Irlandia, Polandia, Norwegia, Swiss, Inggris, Swedia dan Italia) hadir ditengah perayaan tersebut dengan mempertunjukan kesenian dan budaya Bali kehadapan ribuan pengunjung taman Pairi Daiza. Uniknya lagi ada sekitar 100 penari dan penabuh berkesempatan menunjukan kreatifitasnya dalam berkesenian menampilkan berbagai seni budaya Bali. Taman Pairi Daiza, sebagai taman budaya dunia dan konservasi flora dan fauna yang terletak 85 km dari kota Brussel menjadi penuh sesak karena dipadati pengunjung.
Grup kesenian yang pertama kali membuka pertunjukan kesenian tersebut adalah Tamasya KBRI Brussel. Lagi-lagi perasaan saya berdebar-debar melihat wajah tegang anak-anak Indonesia ini. Dengan penuh perhatian, saya meyakinkan mereka melalui pengeras suara, "Anak-anak harus semangat ya". Anak-anak menjawab dengan senyuman sambil bersiap-siap memainkan gamelan. Jadi sebelum dimulai, saya mengajak mereka melakukan latihan untuk menghilangkan perasaan tegang. Pada awal-awalnya tampak sekali mereka masih ragu-ragu dan kurang percaya diri. Tak lama kemudian keraguan itu berangsur-angsur hilang. Sedikit demi sedikit bunyi gamelan terasa lebih keras dan nyaring. Saya berdesah dalam hati, hmmm ! Wajah-wajah mungil terlihat ceria dan ini pertanda baik. (klik disini untuk melihat penampilan mereka pada saat masih latihan : video sebelum pertunjukan)
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba para penari pendet sudah menyiapkan diri. Para penari ini adalah anak blesteran/keturunan Belgia - Bali Indonesia. Dengan bokor/tempat bunga mereka mempersiapkan diri untuk menari. Para penari pendet ini dilatih oleh Eka Santi Dewi, seorang penari Bali yang tinggal dari Antwerpen Belgia. Gerak demi gerak terlampaui, bunyi gamelan semakin harmoni terdengar, seledet matanya sangat kuat dan penuh ekspresi. Bunga ditaburkan ke publik sebagai sambutan selamat datang. Penonton menyambut ramah taburan bunga tersebut. Para penabuh grup tamasya kbri brussel juga sangat hebat memainkan gamelan Pendet. Pertunjukan itu berjalan dengan lancar dan baik. Anak-anak tamasya dan para penari cilik hatinya sangat senang. Para penonton memberi tepuk tangan yang tidak terhingga, para orangtua sangat bangga. Bangga akan keberanian mereka, bangga akan disiplin mereka, bangga akan kecintaan mereka kepada Budaya Indonesia. Tidak ada yang tahu, bahwa saya lebih bangga dari siapapun diantara ribuan orang yang menyaksikan pertunjukan tersebut. Kebanggaan bukan saja karena mereka mampu memainkan gamelan, akan tetapi bangga karena anak-anak Indonesia khususnya yang lahir dan menetap di Eropa ini, bisa mempelajari tradisi budaya nenek moyangnya. Si kecilpun akan terkesan selamanya, sambil melirik kepada ketiga anak saya yang bermain gamelan mengucapkan "Bravo sayang, kalian telah memberikan semangat kuat untuk papa dalam berkesenian ini"
(Klik disini untuk melihat pertunjukan final :pertunjukan tari pendet )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar