Benarkah kebudayaan Hindu Bali lama-lama akan tergusur ? Sanggupkah masyarakatnya mempertahankan eksistensinya di jaman serba android ini ? Bagaimana dengan generasi muda penganut Hindu Bali, akankah mereka perduli dengan kebudayaannya sendiri ? Terlintas beberapa pertanyaan bimbang yang sering menjadi perbincangan gamblang dikalangan masyarakatnya. Perbincangan ini menjadi topik hangat untuk dibicarakan, didebatkan hingga dicarikan solusinya. Tidak sedikit pula yang acuh tanpa perduli dengan kebudayaan hindu Bali. Lebih ekstrim lagi mengungkapkan dengan kekesalan bahwa adat dan agama hindu Bali itu dibilang ribet. Ribet, tidak ribet itu hanyalah ungkapan saja. Tidak ada keharusan kita melakukan dengan keribetan, yang ada justru sebaliknya yaitu melaksanakan dengan ketulusan hati saja. Buktinya disini, masyarakat Hindu Bali berduyun-duyun tangkil di Pura Agung Santi Bhuwana Pairi Daiza. Sarana upacara sangat sederhana, yang penting kita bersembahyang memohon keselamatan dan kesejahteraan.
Di negeri Belgia, berdiri megah pura Bali yang dinamakan Pura Agung Santi Bhuwana. Pura ini didirikan oleh arsitek Bali sejak tahun 2006 hingga 2008 yang disponsori oleh pemilik Taman Pairi Daiza, Mr. Eric Domb. Pura yang terletak 85 km dari ibukota Uni Eropa, Brussel sekarang ini menjadi sentra budaya Bali dengan berbagai kegiatan agama dan budaya Bali. Ratusan umat hindu Bali datang berbondong-bondong dari luar Belgia berpartisipasi di berbagai perayaan hari raya umat hindu Bali seperti Perayaan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (Keburukan) yang disebut dengan perayaan Galungan dan Kuningan pada hari Sabtu, 25 Juli 2015 kemarin.
Perayaan ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ritual persembahyangan, Dharma Wacana (penyampaian makna Galungan dan Kuningan) yang disampaikan oleh I Gusti Ngurah Ketut Sumantera, Mantan Duta Besar RI di Belgia tahun 1997-2000 dan Dewa Made Sastrawan, Duta Besar RI untuk Swedia. Kemudian bagian kedua, diadakan acara megibung/saling berbagi makanan khas Bali yang bertujuan melepaskan kerinduan akan makanan Bali yang sangat kaya dengan rempah-rempah eksotis. Bagian Ketiga adalah pertunjukan tari pendet oleh anak-anak, tari panyembrama oleh sanggar Dwi Bhumi pimpinan Aafke De Jong, Parade tari Joged Bumbung serta dimeriahkan dengan Quiz berhadiah aneka kerajinan Bali untuk para pengunjung Taman Pairi Daiza.
Perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung secara khidmat dan lancar walaupun hujan angin membasahi area pura. Umat hindu tetap saja duduk bersila (laki-laki) dan bersimpuh (perempuan) tidak beranjak dari tempatnya. Suasanapun menjadi lebih magis lagi, ketika asap dupa dan mantra mengalun terpadu dengan rintik rintik hujan gerimis menyambut hari raya yang sangat penting bagi umat Hindu Bali ini.
Kegiatan Galungan dan Kuningan ini, diselenggarakan oleh perkumpulan masyarakat Hindu Bali yaitu Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxemburg. Anggota Banjar yang berjumlah 50 kepala keluarga bergotong royong membangun tradisi Bali di Belgia. Kegiatan ini bertujuan sangat mulia, bahwa sebagai masyarakat Bali yang beragama Hindu di Eropa, adat, budaya dan agama mesti tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Tradisi itu tidak boleh diabaikan begitu saja, namun tetap dipertahankan melalui 3 pedoman dasar penyesuaian yang berdasarkan agama Hindu yaitu ‘’desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kondisi)’’.
Dalam perayaan kali ini, anak-anak yang tergabung dengan kelompok kesenian gamelan dan tarian, diberikan kesempatan menunjukan ketrampilannya menarikan tarian pendet sebagai pembuka pertunjukan. Kesempatan ini merupakan ajang pembinaan dalam upaya menanamkan nilai budaya bali (toleransi, solidaritas, kebersamaan, kreatifitas) sejak mereka usia dini. Nilai budaya ini akan menjadi jaminan seumur hidup dan terpatri selamanya di hati anak-anak tersebut. Ketika mereka menjadi generasi muda belia, bekal nilai budaya yang diperoleh sejak kecil tersebut dapat dikembangkan lagi, diadaptasikan pada jaman yang terus mengalami perubahan demi perubahan ini.
Bersyukurlah kita terutama masyarakat Hindu Bali di Eropa ini, kemauan untuk mempertahankan kebudayaan Hindu Bali sangatlah besar. Dari tahun ke tahun kegiatan perayaan hari besar umat Hindu tetap aktif diselenggarakan. Berbagai kesenian Bali sudah dipertunjukan, digali dan dilestarikan. Dari penari cilik hingga penari berumur diatas 60 tahun semakin hari semakin bertambah. Itulah bukti nyata, bahwa kebudayaan Hindu Bali digemari dan dicintai. Dengan demikian, kekhawatiran akan tergusurnya budaya Hindu Bali yang oleh sebagian orang dicap ribet akan dapat kita hapuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar