Kamis, 23 April 2015

Menelusuri Jejak Romantis di Paris

Menelusuri Jejak Romantis di Paris

         Sambil memegang erat pegangan tali yang tergantung diatas gerbong, penuh sesak saling berdekatan, suara rel gemuruh bersautan,  mengharuskan sikap  waspada dan berhati hati. Para penumpang antri berjejal untuk keluar gerbong menuju tujuan masing-masing. Itulah transportasi Metro (subway) di Stasiun Sint Michel  yang terkenal rumit saat  jam-jam padat penumpang  pada pukul 08.00 waktu setempat.


        Dari kejauhan di lorong stasiun sepasang remaja beraroma cinta. Saling  berbagi cerita bertutur kata mesra, tertawa penuh canda sambil mengabadikan moment keindahan mereka dengan smartphone. Seperti remaja pada umumnya mabuk selfie dari berbagai angle ; atas, bawah, samping, kiri dan kanan pokoknya bolak-balik seperti strikaan.  Sungguh senang melihat kebahagian mereka, tak perduli dengan apa yang terjadi disekelilingnya.

       Setelah keluar dari stasiun Metro Sint Michel, saya berdiri sambil memandang ke sebuah daratan ditengah sungai yang dinamakan  Île de la Cité (Baca : Il de la cite)   Île de la Cité merupakan  satu dari dua pulau alami yang pada zaman abad pertengahan menjadi pusat kota Paris. Pulau ini berbentuk memanjang seperti sebuah kapal terapung yang dikelilingi tanggul-tanggul penahan air sungai. Menurut informasi dari brosur wisata bahwa perhatian pemerintah kota Paris  terhadap kebersihan sungai Seine sangat tinggi. Terkadang tulisan dibrosur hanya wacana manis belaka, saya tidak percaya begitu saja. Tanpa pikir panjang, saya ingin membuktikan  kebenaran informasi tersebut dengan cara menelusuri pinggiran sungai Seine seorang diri. Keren sekali ! Saya terperanjat dari bawah jembatan. Bunyi riak-riak air sungai bergema memantul kedinding tembok menghasilkan suara jernih melengking. Tempat seperti inilah  memang menjadi incaran saya. Lantas dengan cepat  tangan usil saya memotret indah monument spiritual Gereja Katedral Notre Dame dari jarak 200 meter.



            Kemudian saya berbalik arah menuju bagian barat  Île de la Cité melewati jembatan paling tua di Paris yaitu Pont Neuf (Jembatan Baru). Pont Neuf didirikan pada zaman raja Perancis Henry III tahun 1578 dan dirampungkan oleh Raja Henry IV pada tahun 1607. Diatas jembatan ini, berdiri megah patung perunggu Raja Henry IV sedang menunggang kuda. Pont Neuf membentang dengan panjang 238 meter serta lebar 20,50 meter terdiri dari 12 arc (lengkungan dibawah jembatan).  Perlahan-lahan saya mengamati penataan batu berukir, lengkungan dan terheran-heran melihat goresan kreatif para pengukir batu menggunakan peralatan tidak secanggih zaman modern. Sungguh hebat !




            Selangkah kemudian, hati saya berdebar-debar. Tidak sanggup melirik kekanan karena lagi-lagi sejoli cinta bercengkrama mengalunkan lagu mabuk asmara. Mereka hanyut dalam kasih dan sayang.  Ada juga seorang perempuan sendiri, sepertinya janjian menunggu kekasihnya datang. Berulang kali selfie, chating, mengirim pesan cinta melalui teleponnya. Sungguh berbeda ketika saya pertama kali ke Eropa tahun 1996, dimana ungkapan cinta berupa tulisan tangan ditulis dalam  surat cinta disemprot dengan aroma wangi parfum cinta. Lucunya lagi, kalau kita mengirim surat cinta dari Belgia, Eropa akan diterima di Bali setelah  5 hari  kemudian. Jadi semprotan parfum cinta kedalam surat cinta harus meluber, agar bau harum setelah 5 hari tetap dihirup manja oleh sang kekasih pujaan hati.   

           Sedangkan remaja masa kini sungguh beruntung, goresan hatinya dikirim melalui internet via sms, whatsApp, facebook, viber, skype, facetime lalu diterima dengan hitungan detik pula. Kemudahan yang lain bisa mengirim  emoticon yaitu pesan emosi bergambar love, bibir merah, bunga, jempol dan banyak lagi. Kalau menurut saya pribadi, surat cinta lebih ’’berkesan’’ karena ada semprotan parfum ke lembaran surat dan perempuan akan tersipu malu. Tapi ada Jeleknya, jika parfum yang disemprotkan itu merknya sama dengan tetangga sebelah. Wah ! Bersiaplah menerima kenyataan, sambil tertawa kecil  saya melanjutkan perjalanan.




                Tiga puluh menit kemudian saya tiba di sebuah taman mungil nan cantik dan romantis. Taman itu bernama Square du vert-galant yang terletak di ujung pulau Île de la Cité (di daerah hilir sungai). Bentuknya meruncing seperti tetesan air, dihiasi dengan pohon, bangku taman, bunga dan rumput hijau. Burung-burung gembira menyambut ramah setiap tamu yang singgah di taman ini. Sebagai tempat yang tenang, inilah salah satu tempat romantis yang mesti menjadi agenda kunjungan anda. Sambil duduk di pinggiran sungai, menikmati angin sepoi-sepoi yang terbawa oleh kapal pesiar melintas di sungai Seine. Hati gundah akan terasa senang, jauh dari hiruk pikuk turis bergerombol yang selalu dibuntuti oleh pedagang acung yang menjajakan souvenir. Nah ! Jika para pembaca travel kompas ingin menikmati romantisnya Square du vert-galant ajaklah pasangan anda baik istri, suami ataupun pacar. Janganlah sendirian, karena kalau sendiri akan mengalami nasib yang sama seperti saya. Malu-malu kucing lirik sana lirik sini, karena sendirian melihat jejak romantis salah satu taman unik yang dimiliki kota Paris Perancis ini.  









Tidak ada komentar:

Posting Komentar