Bali Niksoma Boutique Beach Resort, Legian
Ombak berbunyi riuh menghempas pesisir pantai yang putih nan indah. Desir angin mengusap wajah galau menjadi terpukau. Turis-turis menggelar handuk sambil terlentang bebas menghirup udara segar. Matahari membenamkan dirinya di belakang awan yang melintas pelan di depannya. Seolah-olah membisikkan kepada para turis sudah waktunya istirahat, besok saya akan terbit lagi.
Senja itu, di Restoran Hitana, Hotel Bali Niksoma yang berhadapan langsung dengan Pantai Legian, para pegawai restoran setia melayani para pelanggan. Pelayanannya sangat baik, sopan dan profesional. Saya duduk ceria menikmati secangkir Cappucino sambil menunggu kedatangan sahabat lama Nyoman Astama yang menjadi GM (General Manager) di Hotel Niksoma. Sesosok sahabat yang profesional di bidangnya, masih tetap bersahaja sambil menyapa ramah kepada siapapun yang melintas di hotel yang dipimpinnya tersebut. Ramah tidak dibuat-buat, murni dari lubuk hati yang dalam sebagai identitas warga Bali yang selalu mengedapankan etika dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
Hotel Bali Niksoma, didirikan pada tahun 2003 di atas tanah seluas 1 hektar dengan jumlah 57 kamar. Terletak di daerah Legian, 10 km dari Bandara Ngurah Rai Bali. Desain arsitektur hotel berparas tradisional Bali dikombinasikan dengan wajah modern. Sebagai salah satu hotel yang menjaga open space dengan ketinggian 3 lantai di depan pantai, hotel yang bertipe resort ini dinobatkan sebagai Indonesia Leading Boutique Resort 2014/2015 oleh Indonesia Travel & Tourism Awards. Karyawan hotel berinteraksi dengan turis secara kekeluargaan dengan tidak mengganggu kenyamanan mereka.
Selang beberapa waktu, hidangan khas crispy duck (bebek goreng) disajikan sangat menarik. Tanpa basa-basi saya langsung saja lahap menyantap bebek goreng garing dengan daging yang sangat lembut. Rasanya sangat enak dibumbui sambal matah ala Bali dengan nasi putih plus sayur segar lalapan. Sajian berikutnya adalah Desert Chocolate Lava, yaitu sebuah kue cokelat apabila dinikmati akan keluar lelehan coklatnya. Maka sering disebut dengan cokelat lava meleleh. Yang membuatnya tricky adalah proses pemangggangan. Jika memanggang terlalu matang maka lelehan cokelat tidak akan keluar. Butuh kesungguhan hati untuk menghidangkan chocolate cake ini. Saya jamin para pembaca akan tergoda untuk menikmati di sini. Lelehan lava cokelatnya terasa lezat menggugah selera.
Satu malam berada di hotel ini, terasa sangat nyaman. Melepas kesibukan setelah beberapa hari saya memiliki urusan berat di mana waktu, kesabaran dan tenaga terkuras habis. Saya memanjakan diri di kamar Deluxe Room, ruangan dengan luas 38 m2 diramu dengan desain interior nuansa cerah menawan. Memiliki private balcony yang berhadapan langsung ke pantai Legian lengkap dengan pemandangan taman mungil yang asri. Privasi sangat terjamin, cocok buat menenangkan hati yang sedang penat sepanjang hari. Harga per malamnya bervariasi mulai dari Rp. 1,8 juta untuk kamar Superior hingga 7 juta untuk villa dengan kolam renang sendiri, tergantung pilihan. Dengan harga sekian para pembaca akan mendapatkan apa yang dinginkan, yaitu kenyamanan, kepuasan hati dan pelayanan yang sangat ramah. Saya rekomendasikan bahwa hotel ini adalah pilihan populer. Populer karena pelayanan ramah yang mampu mengundang para bintang tenar dari dalam dan luar negeri tinggal di sini. Dan yang terpenting adalah stres akibat kerja keras yang anda lakukan dikantor atau di mana saja, akan hilang dengan sendirinya, dihapus deru ombak pantai Legian yang cantik itu.
Royal Pita Maha, Ubud Bali
Terus terang, saya bukanlah traveler yang berkantong tebal. Saya adalah seorang penabuh gamelan Bali yang kebetulan melakukan perjalanan berkesenian kemana-mana. Disela-sela perjalanan itu, saya selalu mewawancarai teman, sahabat hingga maestro seni yang telah berhasil karena kegigihannya bekerja dengan tetap fokus menggali potensi lokal dan menjaga tradisi budaya lokal setempat. Salah satunya adalah pemilik The Royal Pita Maha, Desa Kedewatan Ubudyaitu Tjokorda Gde Raka Sukawati.
Tjok De |
Bercakap siang hari di Dewata Lounge, Restaurant Royal Pita Maha, tempat dimana kita dapat menikmati keindahan panorama sungai ayung yang menakjubkan. Sangat asri, alami dikelilingi perbukitan hijau. Dari ketinggian ini, terlihat bangunan vila tradisional berjejer rapi beratap jerami. Dewata Lounge ini sangat ideal untuk menikmati cocktail di sore hari sambil ngerumpi kesana kemari.
Dalam pertemuan itu, Tjok De panggilan akrab Tjokorda Gde Raka Sukawati bercerita tentang Royal Pita Maha yang dirancangnya sendiri. '' Pada tahun 1999, saya mengawali pembuatan resort ini dengan meditasi, memohon keselamatan dengan upacara adat Bali. Bertekad ingin mempertahankan arsitektur budaya Bali, Tjok De membangunnya melalui sebuah konsep filosofis Bali yang disebut Tri Hita Karana, konsep tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungan untuk mencapai keselamatan dan kedamaian alam semesta.'' ujar Tjok De.
Dengan ideliasme sebagai seorang undagi/arsitek Bali, maestro ini mendesain letak bangunan, menata jalan berundag-undag, mempercantik, memoles dengan bunga-bunga tropis, dan mengukir batu-batu paras yang berada di tebing curam. Alhasil, dengan bantuan 1500 orang pekerja, pada tahun 2004 Hotel The Royal Pita Maha Ubud akhirnya rampung selesai.
Tiba-tiba saja, Tjok De melalui General Manager Hotel Pande Sutawan menawarkan saya untuk menikmati alam indah swargaloka ini. Dengan perasaan malu tapi mau, pertanda ''ingin banget'' dan tidak sabar ingin berbaring di vila yang sangat memukau ini. Lantas, sambil memegang kunci vila no 160 perlahan-lahan melintas menuju Royal Pita Maha Pool Villa sambil menenteng ransel berbekal buku-buku perjalanan wisata. Kamar vila berukuran luas dengan kamar mandi berkonsep spa dengan bathtub berbentuk hati. Vila ini bagaikan surga nyata, eklusif dengan infinity edge pool atau kolam renang tak bertepi menampilkan efek visual air menembus cakrawala, memanjang sampai jauh ke ujung.
Byuuur ! saya meloncat ke kolam renang dengan kedalaman 1,5 meter. Berenang sepuasnya beberapa kali putaran. Rasanya sejuk, adem, tentram, nyaman dan tenang. Saya terdiam seribu bahasa. Menutup mata memusatkan pikiran sambil menarik nafas dalam-dalam guna menetralisir aura negatif dalam tubuh. Melepaskan kecemasan, membuang stress, membuang amarah dan melakukan rileksasi. Suara burung berkicau Indah. Inilah Royal Pita Maha Ubud sebagai swargaloka nyata yang ada di tanah Bali.
Menyegarkan hati dan pikiran
Dimanapun kita berada, tertimpa masalah sudah menjadi hal yang biasa. Setiap waktu, masalah datang silih berganti baik yang besar maupun yang kecil. Ketika kita berada di negeri orang kemudian tertimpa masalah, kita harus siap menghadapinya. Hidup di Eropa itu belum tentu enak. Kita membutuhkan perjuangan yang sangat berat untuk mencari enak itu. Segala sesuatunya mahal. Setiap bulan kita diwajibkan dengan bayar sewa rumah, bayar asuransi kesehatan, bayar transportasi, bayar anak sekolah kalau berkeluarga, bayar ini dan bayar itu, dll. Pedihnya lagi, kalau hidup kita tidak ada jaminan sosial (tunjangan anak-anak) dan uang pensiunan. Sanggupkah kita bertahan hidup ? Barangkali, salah satu jawabannya adalah berupaya sekuat mungkin. Jangan takut mencari celah kerja dalam kesempatan ditengah kesempitan. Cerminan diatas adalah riak-riak kehidupan yang saya hadapi di Belgia ini. Untuk itulah, saya sebagai penabuh gamelan yang tinggal di Eropa khususnya di Belgia, berjuang terus kesana kemari, menulis cerita perjalanan sambil menebarkan kesenian tradisional Indonesia demi menghidupi istri dan ketiga anak saya tersayang.
Dan ketika saya pulang ke Bali akhir bulan Februari 2015 karena orangtua meninggal, saya sangat beruntung mendapat kesempatan ‘’menyegarkan hati dan pikiran’’ di Hotel Bali Niksoma dan Royal Pita Maha Ubud. Kedua hotel itu memberikan kekuatan dan energi baru bagi saya. Semua itu adalah anugerah, disaat kita susah, ada yang memberi ketenangan dan kedamaian. Saya percaya bahwa persahabatan yang telah saya lakukan kepada beliau-beliau tersebut diatas, membuahkan karma yang baik pula. Hidup sayapun menjadi lebih berarti, dan menyegarkan hati saya kembali untuk lebih giat dan kuat menghadapi tantangan kehidupan di Eropa terutama di Belgia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar