Rabu, 12 Agustus 2015

Click Here For Spreading A Peaceful Balinese Culture


Balinese culture is unique and famous as its rich in art and has positive values especially tolerance, peaceful and respect of differences (Rwa Bhineda concept). Performing Balinese art such as dances and gamelan in all over the world including Europe is one example to spread those values. Made Agus Wardana, one of the Balinese Artist who lives in Belgium, has been doing his culture activities (Balinese dances and gamelan performances, training and workshop) in several places around Europe for about 20 years. Of course, these activities need a strong both morale and material supports to keep it sustainable. If you are a fans or have interested to Balinese Culture, don’t forget to give your support by following the program Click Here For Spreading A Peaceful Balinese Culture by clicking one of add/advertisement in Youtube videos of Ciaaattt ((video ciaaattt)) whenever and wherever you are. Thank you very much for your kindly support.



How does it work?
Visit youtube and search  the  Ciaaattt channel.  Click a video with a short Ads (advertisement) before the video begin (see Picture) . Click on the advertisement and wait until the loading the new tab has completed.


Indonesia

Kebudayaan Bali dikenal unik karena kaya akan seni serta nilai-nilai positif seperti toleransi, kedamaian dan menghormati perbedaan (konsep Rwa Bhineda). Mempertunjukan kesenian Bali berupa tarian dan gamelan ke berbagai tempat di belahan dunia termasuk Eropa adalah salah satu cara untuk menebar nilai-nilai positif tersebut. Made Agus Wardana, seorang seniman Bali yang tinggal di Belgia, telah melakukan aktivitas keseniannya di berbagai tempat di Eropa selama hampir 20 tahun terakhir dengan berbagai pertunjukan seni, pelatihan dan workshop. Untuk kesinambungan aktivitas memperkenalkan kesenian Bali di Eropa tentu saja membutuhkan dukungan moril dan materiil yang kuat. Jika anda adalah penggemar kebudayaan Bali, jangan lupa berikan dukungan anda melalui program Click Here For Spreading A Peaceful Balinese Culture dengan meng-KLIK iklan yang ada dalam salah satu Video youtube Chanel Ciaaattt (video ciaaattt) yang dapat diakses melalui internet kapanpun dan dimanapun anda berada. Terima kasih

Bagaimana caranya ?
Kunjungi youtube dan cari chanel Ciaaattt. Klik salah satu video Ciaaattt yang terdapat iklan pendek ketika clip video ditayangkan. Klik saja iklannya (seperti pada gambar) hingga keluar tab baru yang memuat iklan tersebut.





            



Jumat, 07 Agustus 2015

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (Bagian 20 )


Tiga pertunjukan seni di Musim Semi

Musim semi tahun 1997 ini  diawali pada bulan  April hingga bulan Juni. Dalam bulan-bulan tersebut bunga-bunga mulai mekar, temperatur tidak terlalu dingin dan warga Belgia sudah mulai melepaskan jaket tebalnya setelah musim dingin lewat. Dengan temperatur ini, warga Belgia memanfaatkan waktu mereka dengan berolahraga, piknik di Taman kota yang asri. Ada pula, yang dengan setia menabur roti ke kerumunan angsa atau bebek yang bercengkrama liar di danau kecil pertanda sayangnya mereka kepada binatang.

Penjaga taman berseragam hijau secara teratur mengontrol taman. Penjaga taman tetap bertanggungjawab untuk menjaga kebersihan lingkungan dari tangan-tangan jahil yang menganggu ketentraman tumbuhan dan binatang di taman tersebut.

Secara tak sadar, saya terbangun dari lamunan tempat duduk taman yang dikelilingi  danau indah yang saya favoritkan. Taman ini bersebelahan dengan Kantor tempat saya bekerja. Taman ini disebut Taman Woluwe. Di Taman ini pula saya curhat sambil melepas persoalan yang saya hadapi setiap harinya. Kebosanan yang sering mengganggu pikiran  ingin pulang ke kampung halaman karena tidak biasa bekerja menjadi seniman kantoran yang selalu terbatas gerak lincahnya berkreasi karena harus tertib administrasi. Semua kebosanan yang mengganggu pikiran saya bungkus dalam sebuah folder pending yang merupakan tantangan hidup saya ini. 

Tiba-tiba saja, lamunan saya tertuju kepada tiga pertunjukan seni yang telah dilakukan yaitu di Sekolah Musik Konservatorium Brussel 28 April 1997 bertema Topeng & Gender Concert, Kegiatan seni budaya dan olahraga Perwakilan RI se-Eropa (K6) pada bulan 10 Mei 1997 dan yang paling unik adalah kehadiran Raja Belgia  Albert II dalam rangka Fete de la Musique di Park Royal Brussel pada bulan 25 Mei 1997.

Pada tanggal 28 April 1997, dipertunjukan kesenian Bali  dengan  menampilkan aneka topeng Bali diantaranya bondres, Topeng Tua, Penasar serta Rangda  yang diiringi dengan Gamelan Gong Kebyar. Penampilan gender wayang juga menjadi penghias pertunjukan seni sekaligus memperkenalkan instrument gender wayang yang baru pertama kalinya dilakukan di Belgia. Mahasiswa dan mahasiwi serta para guru musik sangat antusias menyaksikan pertunjukan tersebut.




Kemudian, pada tanggal 10 Mei 1997 perwakilan RI se eropa menyelenggarakan event olahraga persahabatan dan seni budaya. Kebetulan saya ikut olahraga bola volley dan menampilkan kolaborasi seni gamelan dengan Band. Kegiatan ini hanya bersifat pertemuan khusus antar perwakilan RI, dimana para olahragawan dan seniman hanya sebagai penggembira saja. Lumayan juga saya mendapatkan kesempatan  Jalan-jalan ke tengah kota London sambil berfoto di Tower Brigde, Big Bend Tower dan sudut kota london lainnya.



Lalu, pada tanggal 25 Mei 1997 adalah hari yang sangat bersejarah bagi saya. Pada hari itu grup gamelan KBRI Brussel ''Kembang Nusantara'' mengikuti pertunjukan seni dalam rangka Fete de La Musique yang dihadiri ribuan masyarakat Belgia termasuk Raja Belgia yang bertahta saat itu yaitu Raja Albert II. Disaat kita melakukan pertunjukan gamelan dan tari Bali, secara tidak terduga grup kita dihampiri oleh Raja Belgia. Dalam hitungan 10 menit, sang raja melihat pertunjukan Indonesia dan berhenti sejenak sambil berfoto dengan para penari kita. Situasi ini sangat krodit dimana puluhan wartawan, masyarakat Belgia juga ingin berdesakan dengan sang Raja. Dalam hitungan sekejap juga, suasana tempat pertunjukan kita menjadi membludak karena desakan penonton. Semua ingin berfoto dan bersalaman dengan Raja. Tim pengaman sang raja bekerja ektra keras menghalau penonton yang mendekat.  

Raja Belgia berkaca mata 
Saya sangat gembira di hari itu, penonton menjadi bertambah banyak di tempat pertunjukan kita. Tidak lupa pula, untuk menyambut kegembiraan itu, saya mengajak grup Afrika beradu diatas panggung memoles ritme yang ritmis dengan hentakan Djembe yang melengking. Saking asyiknya kita lupa bahwa waktu telah berjalan sangat cepat, dan saya  terusik dengan sebuah bau badan. Bon ape ne ? (bau apa ini ). Bau menyengat itu saya pikir dari kulit Djembe yang terbuat dari kulit kambing, ternyata tidak. Saya endus lagi hmmm, saya lirik sebelah saya. Dahsyat man. Parfum bio alami dari seorang manusia. Ternyata bau tersebut dari bau badan si pemain Djembe tersebut yang berkeringat membasahi panggung pertunjukan. 

Dengan mundur teratur sambil menghormati mereka sudah berkolaborasi ritmis dengan saya, saya mengucapkan Merci Beaucoup (Terimakasih Banyak) dan dalam hati kecil saya mengucapkan : eh, habis ini mandi ya, bau badanmu sangat menggiyurkan hati perempuan. hihihihihi.






Ketiga pertunjukan diatas, adalah hal yang sangat positif. Walaupun masih banyak kekurangannya terutama dari penampilan kita. Latihan kurang banyak dan lebih disiplin lagi waktu kedatangannya.  Kita jadikan saja sebuah pembelajaran. Bagaimana mungkin sebuah pertunjukan dapat sukses besar karena waktu latihan terbatas.  Tetapi saya puas dengan   apa yang telah kita lakukan bersama dalam kegiatan pertunjukan seni ini, terutama partisipasi kita di Park Royal dimana hadirnya sang Raja Belgia.

Promosi yang kita lakukan sangat bermanfaat untuk Indonesia. Eksistensi Budaya Indonesia menggeliat dihadapan publik Belgia. Gamelan kita sebagai khasanah budaya bangsa Indonesia mampu menjadi pusat perhatian Raja Belgia, walaupun sejenak tapi manfaatnya sangat luar biasa. Terakhir saya hanya bisa mengucapkan  Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pendukung kegiatan baik penari, penabuh, sopir dan tukang angkat, penyedia makanan atas segala bantuan nyata yang saya lihat ikut menyukseskan kegiatan berkesenian kita tersebut sehingga semangat saya dalam berkesenian dan berkarya semakin meningkat.

Bersambung :



Rabu, 05 Agustus 2015

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (Bagian 19)


Bersurat dan bercinta yang mahal


     Pada tahun 1997 ini, sungguh diluar dugaan bahwa bercinta jarak jauh dimana belum adanya alat komunikasi praktis seperti webcam, skype, sms berdampak negatif terhadap uang gaji saya sebulan. Saya di belgia, pacar di Bali. Jarak jauh  bercinta bukanlah masalah utama, yang penting ada alat komunikasi, biaya dan waktu. Biaya inilah yang menjadi tantangan utama saya. Bekerja mencari uang atau  bekerja untuk cinta. Bingung ah !. Tapi mau gimana lagi, cinta itu sangat mempengaruhi perjalanan hidup ini. Surat cinta hampir setiap hari saya goreskan lewat tangan jahil ini. Kecup sayang saya obral murah, hanya ingin menyampaikan bahwa saya tetap sayang dan cinta terhadap pacar saya di Bali.

   Jika cinta menggebu lagi, saya akan nekat menggunakan telepon rumah direct (belgacom) yang ongkosnya menusuk ke ulu hati. Padahal cuman bilang, muaaaachhhh ! Sayang ! dan sebagainya. Namun kata itu obat mujarab pelepas gelisah.  Gelisah akan sirna. Perasaan gundah akan membaik menjadi rasa lega terlepas dari berbagai persoalan yang mengganggu. Semangatpun akan membara lagi. 

   Suatu ketika, disaat terjadinya kesalahpahaman dengan sang kekasih, biaya itu akan lebih mahal lagi. Contohnya yang gampang saja, saya berfoto dengan gadis Belgia yang cantik. Saya mengirimkan foto itu ke Bali. Kelihatan saya terlalu nempel dan mesra oleh sang pacar yang menyebabkan dia cemburu. Nah, terkadang mengklarifikasi masalah ini membutuhkan waktu yang lama. Surat cinta sudah dikirim via post, tapi belum juga menguraikan masalah. 

     Akhirnya karena takut masalah berlarut-larut karena masalah sepele, saya akan menelpon dengan telepon rumah yang super mahal itu. Semakin lama ngobrolnya  semakin mahal biayanya. Pernah juga saking rindu dan kangen yang tidak terkira saya menelpon berkali kali dalam satu bulan, kemudian berjam-jam. Tahu nggak apa yang terjadi ? Saya pernah bayar sekitar 3/4 dari gaji bulanan saya. Saya shock waktu itu dan berusaha mencari pembenaran sambil menghibur diri : uang kan bisa di cari, toh uang itu tidak dihambur-hamburkan seperti bermain judi. 

    Demi sebuah cinta, kita akan rela melakukan apa saja. Jangankan uang, jiwa dan ragapun akan menjadi taruhan. Sebagai seorang laki-laki yang sudah menetap setahun di Belgia, saya melakukan hal ini hanya ingin mempertahankan cinta itu agar berjalan dengan mulus. Tidak ingin menyakiti hati perempuan, selalu bersikap dan berpikir positif terhadap pacar saya di Bali. Pengorbanan itu sangat perlu, apalagi hanya berupa uang yang kita bisa cari dalam kesempatan lain. Dan yang paling utama adalah kita belajar menjadi seorang yang berperilaku baik, pengertian, bertanggung jawab ketika suatu saat nanti kita akan menjadi pendamping hidupnya.

    Para Pembaca yang setia, itu tadi secuil goresan proses percintaan yang barangkali dapat diambil makna positifnya. Ini dapat dijadikan pembelajaran diri khususnya anak-anak muda kita yang tidak boleh menyakiti perempuan, mesti menghargainya dan bertanggungjawab terhadapnya.   Saya yakin dengan kesabaran berkomunikasi secara baik, pengertian diantara keduanya akan menempatkan diri kita sebagai orang dewasa yang bijak dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Dan jangan lupa untuk membuat suasana berpacaran semakin mesra, obralah kata Muaachh agar hati si dia terusik ceria, terhanyut dalam dekapan dada kita sebagai laki-laki  romantisssss..lalu berkedip mata tiga kali. ting ...ting...ting   hehe.

Dibawah ini sebuah ucapan ulang tahun yang saya buat sendiri dan tulis sendiri karena memang seperti itu adanya : 

''and,.....
Janganlah menangis sendiri. 
Menangislah dalam dekapan dan pelukan Agusmu. 
Agus selalu sayang kamu.
 Agus selalu cinta kamu. 

Okey, Selamat Sayang
agusmu.



   Aaaahhhem ! Kiap ! Ngantuk.  Malam sudah larut, udara dingin musim semi terasa adem.  Saya memikirkan aktifitas aktifitas seni yang akan saya lakukan. Dalam beberapa bulan kedepan saya sedang mempersiapkan diri dalam berbagai pertunjukan seni di Sekolah Musik Konservatorium Brussel 28 April 1997 bertema Topeng & Gender Concert, persiapan menuju kota London dalam kegiatan seni budaya dan olahraga Perwakilan RI se-Eropa (K6) pada bulan 10 Mei 1997 dan yang paling unik adalah kehadiran Raja Albert dalam sebuah kegiatan akbar Fete de la Musique di Park Royal Brussel pada bulan 25 Mei 1997 dimana grup Gamelan KBRI Brussel ikut berpartisipasi dalam kegiatan tsb. 

Bersambung !

Cerita ini akan mengalir dengan baik, jika pembaca membaca dari awal ya :
bagian 1bagian 2  dstnya









       




      



Senin, 03 Agustus 2015

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 18)

''Mencari Keunikan'' sekitar Grand Place, Brussel. 


3. La Maison Du Roi


     Tidak terasa waktu cepat berlalu. Berjalan menghabiskan waktu adalah sesuatu banget. Banyak hal positif yang kita bisa ambil dari setiap jengkal perjalanan . Saya melanjutkan perjalanan dengan target berikutnya adalah mencari keunikan La Maison du Roi. Memandang saja kearah gedung tua nan megah itu, terlintas pada pikiran kita adalah kagum. Kegum gedung tua yang unik ini pasti ada sesuatu menarik yang terjadi. Ingin tahu ? Mari kita telusuri.




    La Maison du Roi kalau diterjemahkan artinya Rumah Raja. Namun dalam sejarahnya Sang Raja tidak pernah tinggal disini. La Maison du Roi selalu berubah-ubah fungsinya, dari tempat orang berjualan Roti, Tempat terakhir Pangeran Egmont & Horn sebelum di hukum pancung pada tanggal 5 juni 1568, hingga saat ini menjadi museum kota Brussel. Sejak abad ke 13, bangunan ini adalah Rumah Kayu yang dimanfaatkan oleh warga keturunan Belanda (vlaams) menjadi rumah roti (Broodhuis), yaitu tempat berjualan roti yang berada di pusat kota dan sangat strategis menarik para warga setempat. Setiap pergantian kekuasaan tempat ini selalu menjadi incaran kepentingan penguasa. 

      Pada tahun 1405, bangunan yang sebelumnya berstruktur kayu dirubah dengan menggunakan Batu yang sangat megah.  Ketika Brussel diperintah oleh Duke Brabant tempat ini dijadikan kantor pajak yang disebut Ducal House (maison du Duc). Kemudian setelah perancis menguasai Belgia tempat berubah menjadi Maison du Roi. Selanjutnya antara tahun 1873-1895, bangunan ini dipercantik dengan arsitektur Gothic oleh Victor Jamaer sesuai rencana awalnya dimana terpasang  2 Patung  yang berkaitan dengan sejarah berdirinya gedung ini yaitu Mary of Burgundy dan Charles V. 

     Ingin mengetahui lebih jauh Gedung ini ? Mari kita melangkah lagi mencari keunikan didalamnya. Sebagai Museum kota Brussel, sudah pasti bayangan kita akan tertera banyak informasi tentang sejarah kota brussel. Nah dibawah ini saya sampaikan foto-fotonya yang saya jepret sesuka hati :









Senin, 27 Juli 2015

Perayaan Galungan dan Kuningan di Belgia




Benarkah kebudayaan Hindu Bali lama-lama akan tergusur ? Sanggupkah masyarakatnya mempertahankan eksistensinya di jaman serba android ini ? Bagaimana dengan generasi muda penganut Hindu Bali, akankah mereka perduli dengan kebudayaannya sendiri ? Terlintas beberapa pertanyaan bimbang yang sering menjadi perbincangan gamblang dikalangan  masyarakatnya.  Perbincangan ini menjadi topik hangat untuk dibicarakan, didebatkan hingga  dicarikan solusinya. Tidak sedikit pula yang acuh tanpa perduli dengan kebudayaan hindu Bali. Lebih ekstrim lagi mengungkapkan dengan kekesalan bahwa adat dan agama hindu Bali itu dibilang ribetRibet, tidak ribet itu hanyalah ungkapan saja. Tidak ada keharusan kita melakukan dengan keribetan, yang ada justru sebaliknya yaitu melaksanakan dengan ketulusan hati saja. Buktinya disini, masyarakat Hindu Bali berduyun-duyun tangkil di Pura Agung Santi Bhuwana Pairi Daiza. Sarana upacara sangat sederhana, yang penting kita bersembahyang memohon keselamatan dan kesejahteraan.

Di negeri Belgia, berdiri megah pura Bali yang dinamakan Pura Agung Santi Bhuwana. Pura ini didirikan oleh arsitek Bali sejak tahun 2006 hingga 2008 yang disponsori oleh pemilik Taman Pairi Daiza, Mr. Eric Domb.  Pura yang terletak 85 km dari ibukota Uni Eropa, Brussel sekarang ini menjadi sentra budaya Bali dengan berbagai kegiatan agama dan budaya Bali.  Ratusan umat hindu Bali datang berbondong-bondong dari luar Belgia berpartisipasi  di berbagai perayaan hari raya umat hindu Bali seperti  Perayaan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (Keburukan) yang disebut dengan perayaan  Galungan dan Kuningan pada hari Sabtu, 25 Juli 2015 kemarin.



Perayaan ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama  ritual persembahyangan, Dharma Wacana (penyampaian makna Galungan dan Kuningan) yang disampaikan oleh I Gusti Ngurah Ketut Sumantera, Mantan Duta Besar RI di Belgia tahun 1997-2000 dan Dewa Made Sastrawan, Duta Besar RI untuk Swedia.  Kemudian bagian kedua, diadakan acara megibung/saling berbagi makanan khas Bali yang bertujuan melepaskan kerinduan  akan makanan Bali yang sangat kaya dengan rempah-rempah eksotis. Bagian Ketiga adalah pertunjukan tari pendet oleh anak-anak, tari panyembrama oleh sanggar Dwi Bhumi pimpinan Aafke De Jong, Parade tari Joged Bumbung  serta dimeriahkan dengan Quiz berhadiah aneka kerajinan Bali untuk para pengunjung Taman Pairi Daiza.


Perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung secara khidmat dan lancar walaupun hujan angin membasahi area pura. Umat hindu tetap saja duduk bersila (laki-laki) dan bersimpuh (perempuan) tidak beranjak dari tempatnya. Suasanapun menjadi lebih magis lagi, ketika asap dupa dan mantra mengalun terpadu  dengan rintik rintik hujan gerimis menyambut hari raya yang sangat penting bagi umat Hindu Bali ini.

Kegiatan Galungan dan Kuningan ini, diselenggarakan oleh perkumpulan masyarakat Hindu Bali yaitu Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxemburg.  Anggota Banjar yang berjumlah 50 kepala keluarga bergotong royong membangun tradisi Bali di Belgia. Kegiatan ini bertujuan sangat mulia, bahwa sebagai masyarakat Bali yang beragama Hindu di Eropa, adat, budaya dan agama mesti tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Tradisi itu tidak boleh diabaikan begitu saja, namun tetap dipertahankan melalui 3 pedoman dasar penyesuaian yang berdasarkan agama Hindu  yaitu  ‘’desa (tempat),  kala (waktu) dan  patra (kondisi)’’.  


Dalam perayaan kali ini, anak-anak yang tergabung dengan kelompok kesenian gamelan dan tarian, diberikan kesempatan menunjukan ketrampilannya menarikan tarian pendet sebagai pembuka pertunjukan.  Kesempatan ini merupakan ajang pembinaan dalam upaya menanamkan nilai budaya bali (toleransi, solidaritas, kebersamaan, kreatifitas)  sejak mereka usia dini. Nilai budaya ini akan menjadi jaminan seumur hidup dan terpatri selamanya di hati anak-anak tersebut. Ketika mereka menjadi generasi muda belia, bekal nilai budaya yang diperoleh sejak  kecil tersebut  dapat dikembangkan lagi, diadaptasikan pada jaman yang terus mengalami perubahan demi perubahan ini.





Bersyukurlah kita terutama masyarakat Hindu Bali di Eropa ini, kemauan untuk mempertahankan kebudayaan Hindu Bali sangatlah besar. Dari tahun ke tahun kegiatan perayaan hari besar umat Hindu tetap aktif diselenggarakan. Berbagai kesenian Bali sudah dipertunjukan, digali dan dilestarikan. Dari penari cilik hingga penari berumur diatas 60 tahun semakin hari semakin bertambah. Itulah bukti nyata, bahwa kebudayaan Hindu Bali digemari dan dicintai. Dengan demikian, kekhawatiran akan tergusurnya budaya Hindu Bali yang oleh sebagian orang dicap ribet akan dapat kita hapuskan.






Rabu, 08 Juli 2015

Butuh ketulusan hati mempromosikan budaya Indonesia di Eropa




                Barangkali kita tidak mengira bahwa sekecil apapun promosi budaya Indonesia yang dilakukan di negeri orang, akan memudahkan warga setempat mengenal Indonesia yang sesungguhnya. Kait mengkait, dibicarakan orang, dari mulut ke mulut, dari media cetak maupun elektronik, media sosial, youtube semua memuat  kegiatan promosi budaya tersebut sehingga menjadi pusat perhatian mereka.

                Barangkali pula, kita tidak mengira bahwa  promosi budaya ada yang dilakukan atas dasar konsep gotong royong (tanpa Imbalan) dan juga atas dasar profesionalisme karena memang profesi dan mata pencahariannya disitu. Gotong-royong sebagai salah satu budaya Indonesia menjadi perekat sikap sosial masyarakatnya. Walaupun berada di negeri Eropa, sikap gotong-royong dalam konteks promosi budaya Indonesia masih diperlukan dan patut diteladani. Dilain pihak,  Kitapun harus menghargai orang-orang yang memang berprofesi disitu, mereka menghabiskan waktu, mengeluarkan biaya transportasi dan tentunya membutuhkan biaya hidup sehari-hari.    



                Barangkali pula, kalau tidak ada sebuah komitmen kuat, kegiatan promosi budaya Indonesia yang dilakukan di luar negeri tidak akan pernah ada hasilnya. Komitmen inilah yang melangkahkan kaki saya sebagai seorang penabuh gamelan melakukan promosi budaya di Eropa. Tidak sendirian, tapi bersama teman, keluarga, kerabat, warga setempat atas prakarsa sendiri maupun dukungan KBRI Brussel. Dalam data pertunjukan yang saya lakukan dari tgl 2 Mei sampai  20 Juni 2015 terdapat 10 kali event budaya  berlokasi di Belgia, Belanda hingga Swedia. 


                Perayaan saraswati 2 Mei 2015 di Parc Pairi Daiza Belgia, dilakukan melalui konsep gotong royong oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg (Banjar Shanti Dharma ) yang membuahkan kegiatan budaya yang paling saya kagumi.  Kagum akan kemauan masyarakat Bali di Eropa berbondong-bondong datang ke Belgia berpartisipasi dalam perayaan Saraswati terbesar di Luar Indonesia.  Mereka datang  mensukseskan kegiatan itu dalam berbagai bentuk misalnya menari, menabuh, membersihkan material persembahyangan, membawa buah-buahan, menghaturkan bunga hingga menyediakan makanan Bali secara sukarela.



                Terus, bagaimana feedback acara tersebut dari pengunjung ? Bukan pamer juga  bukan ''ember'' tapi ini kenyataan dari feedback masyarakat setempat yang saya baca dari komentar fans facebook Pairi Daiza tentang perayaan Saraswati yang dipublikasikan tgl 27 April 2015 lalu membuktikan bahwa antusias masyarakat Belgia sangat tinggi. Dalam hitungan sehari status Facebook Pairi Daiza itu di share 520 kali dan diberi jempol like oleh 2125 orang.  Komentarnya sangat positif mulai dari kata sanjung magnifique (luar biasa)  hingga ungkapan sniff (mendengus kecewa ) ketika tidak bisa hadir karena ada acara dihari itu juga. 

                Setelah berakhirnya kegiatan perayaan Saraswati itu, seminggu kemudian langkah promosi budaya selanjutnya adalah tgl 9 Mei 2015 di Kortemark dan tgl 10 Mei 2015 di Gent, Belgia yang didukung kuat oleh istri dan ketiga anak saya tersayang.  Ada nilai positif yang saya dapatkan dengan keikutsertaan keluarga. Bersama mereka saya bisa menikmati suasana lain, mengesksplore obyek wisata sekaligus mengedukasi anak-anak  betapa penting menanamkan budaya Indonesia yang dikenal karena toleransinya untuk diteladani. Inilah kesempatan emas buat saya, menghindari anak-anak kita agar tidak kecanduan Ipad, wii, xbox 360, PS, video game dan lain lain. 


                Tahukah pembaca, dalam upaya mempromosi budaya Indonesia dibutuhkan networking yang baik. Jadi jangan pernah berpikir bahwa setiap event itu selalu mendapatkan imbalan uang. Uang kadang-kadang membawa kesulitan. Pengalaman pahit yang saya dapatkan, ketika saya baru 3 bulan di Belgia. Saya ditawarkan mengajar gamelan ke Belanda. Saya tidak tahu berapa harus mendapat bayaran. Iseng saya bertanya kepada seorang teman yang ''Sok Tahu'' dengan menyatakan biaya mengajar itu harus mahal. Jumlahnya sekian, jangan mau dibohongin. Ini di Eropa titik ! ujar dia dengan muka merah sambil berapi-api. Dasar memang saya masih polos dan lugu, saya mengikuti sarannya dengan mematok harga. Ternyata hanya sekali itu saja saya diminta mengajar gamelan ke Belanda. Sayangnya tidak diundang lagi. Saya tahu dari pihak pengundang yang menyatakan saya terlalu mahal.  Hmm.. Kasihan dech gue ! sambil menyesali apa yang telah terjadi.

                Sebenarnya hati saya sangat malu bercampur bingung saat itu. Tapi setelah saya dalami lebih jauh, saya menjadi mengerti keadaannya.  Saya bertekad seperti kehidupan saya sebelumnya di Bali dengan pesan ayah saya kepada anaknya  ''seni yang terpatri dalam jiwamu itu, harus disebarkan dengan jiwamu tulus'' (tulus disini maksudnya jangan terlalu uang saja yang kamu pikirkan). Sambil mendesah saya ingat pesan orangtua yang baik itu.


                Tanpa pikir panjang sambil mengingat  pesan sang ayah, saya melangkah lagi tgl 16 Mei 2015 ke Cultureelhuis Heerlen, Belanda. Ditempat ini saya menampilkan suling Bali dan kendang bersama grup band De Gentlemen’s Groove yang mengalunkan alunan suling Bali Dwi Smara dan Shiwi lagu ciptaan sendiri. Pertunjukan sukses dan mendapat applaus dari penonton.  Kemudian tgl 24 Mei  2015 di kota Mechelen Belgia saya berpacu dengan waktu menampilkan suling Bali bersama grup band Belgia Selene's Garden, yang sedang merelease album terbaru mereka dalam bentuk CD dimana saya memainkan suling dan kendang di album tersebut.  (klik video: selene's garden dengan suling)

                Kedua event yang saya lakukan diatas yaitu suling Bali berkolaborasi dengan band Belanda dan Belgia, berawal dari kemauan untuk mencari relasi yang baik. Relasi atau networking itu akan memberi kesempatan lain buat saya. Gayung bersambut dengan ketulusan itu pula saya memperoleh tawaran main di beberapa kota di Eropa.  Benar sekali, makna dari pesan singkat orang tua di Bali bahwa  ''kesempatan akan selalu ada karena ketulusanmu''.  Kesempatan datang lagi seminggu kemudian dengan mengikuti parade ogoh-ogoh Bali, suling Bali kreatif  dalam Tong Tong Fair & Festival, Den Haag tanggal 27 Mei 2015, (video: suling bali di Tong Tong Fair 2015) selanjutnya Balinese Dagen Prananatha tgl 13 - 14 Juni 2015 di Wasmunster (video : Balinese dagen di waasmunster) , Perayaan Tumpek Wariga di Parc Pairi Daiza tgl 20 Juni 2015 (video : tari Bali di Tumpek Wariga Pairi Daiza, dan  suling bali dengan soprano saxophone ) serta baru-baru ini memainkan rindik Bali selama 3 hari tgl 16 -18 Juni 2015 dalam rangka The Nordic World of Coffee di Guthenburg Swedia. (video : Rindik Bali di Swedia)

                Apakah benar kita tidak membutuhkan imbalan ? Belum tentu. Jujur saya katakan beberapa event yang berskala komersial tentu membutuhkan dan mengeluarkan biaya. Kalau berskala sosial misalnya untuk kemanusian dan berskala kecil tidak apalah, masih kita bisa bantu.  Jujur juga saya katakan, kehidupan di Eropa ini semakin hari semakin berat. Sejak 2 tahun ini saya tercekik oleh biaya asuransi kesehatan Belgia yang meruntuhkan semangat saya.  Apalagi menanggung ketiga anak saya dan istri yang harus dikawal kehidupannya, harus dijamin kesehatannya, harus ditanggung sekolahnya. Bergantung dari gaji bulanan saja di kantor saya bekerja tidaklah mencukupi. Maka dari itu, ada sebuah jalan yang harus saya  lalui. Jalan itu berupa perjuangan keras dengan strategi tetap bertahan mempromosikan budaya Indonesia ke pelosok kota di Eropa. Dengan harapan disamping menentramkan jiwa dan hati yang tercekik dengan mahalnya asuransi kesehatan, perjuangan keras ini akan saya jadikan pelajaran hidup paling berharga supaya  kita tidak mudah menyerah walaupun tantangan berat melilit sekujur tubuh kita.

                Dan salah satu upaya kongkrit dalam menghadapi tantangan itu, saya melakukan promosi budaya Indonesia melalui chanel youtube dengan jumlah video 1603 clip, 1,070 Subcribers, dan jumlah vieuws/pengunjung  sebanyak 1. 357. 383 vieuws (Juni 2015). Jika pembaca meluangkan waktu untuk melihat video saya dibawah ini, hati saya pasti sumringah karena menambah daftar jumlah pengunjung dalam chanel video saya ini. (klik disini  : video promosi Indonesia di Belgia)

dimuat di kompas.com 



Rabu, 03 Juni 2015

Mempromosikan Indonesia sambil menuntut ilmu




Melanjutkan pendidikan di luar negeri bukan sekedar mempelajari bidang studi di kampus saja, akan tetapi perlu juga mempelajari kehidupan budaya setempat dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Perbedaan budaya, pola pikir serta tingkah laku keseharian di negara mana kita melanjutkan pendidikan memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas ini menjadi objek perbandingan dan daya tarik untuk dipelajari. Dengan demikian mempelajari ciri khas tersebut akan memudahkan kita memperluas wawasan dalam menimba pengalaman baru di negara mana kita belajar.


Sebuah acara menarik yang dikemas dalam event multikultur berjudul ''Open House OBSG'' diselenggarakan oleh OBSG ( Ontmoeting Buitenlandse Studenten Gent) pada tanggal 9 Mei 2015 di kota Gent Belgia. OBSG adalah sebuah asosiasi non-government yang menyediakan tempat tinggal "home-away-from-home" dan tempat bertemu/berinteraksi antar mahasiswa dari berbagai negara terutama negara-negara berkembang baik yang menempuh studi doktor, master ataupun peneliti yang sedang menempuh studi di Universitas Gent. 
Kegiatan 'Open House OBSG'' multikultur ini dimeriahkan berbagai penampilan seni tradisional, musik modern, etnis musik, band dan hidangan kuliner khas beberapa negara diantaranya Vietnam, India, Indonesia, Filipina, Etiopia dan beberapa negara Afrika lainnya. Dalam kesempatan tersebut mahasiswa Indonesia diwakili oleh Para Pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belgia. Penampilan Indonesia tersebut adalah tari Sriwijaya oleh Dian Wulandari, Grup band PPI dan penampilan gamelan dan tari Bali dibawah pimpinan Made Agus Wardana, seniman Bali yang tinggal di Belgia.
Hadir dalam kesempatan tersebut, seorang Mahasiswa dari Bali, Pande Gde Sasmita, Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali yang sedang menempuh Study S3 bidang aquakultur menggunakan beasiswa Dikti di Lab Aquaculture and Artemia Reference Centre (ARC), Ghent University. Bli Pande sapaan akrabnya, setiap tahun berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini beserta para pelajar Indonesia lainnya dengan menampilkan tari dan musik tradisional Indonesia.
Kali ini sungguh berbeda, Pande bergeliat memainkan gamelan Bali mengiringi penari Legong keraton. Gamelan Bali ini hanya dimainkan dalam jumlah kecil "mini gamelan" terdiri dari 3 orang penabuh. Dengan kelincahannya, Pande memainkan tekhnik-tekhnik gamelan Bali seperti kotekan, norot, ngoncag, nguncab, ngisep dengan tempo cepat maupun lambat. Sementara itu bunyi kendang menghentak keras mempercepat dan memperlambat tempo secara tegas. Lalu secara beruntun bunyi kendang memberikan aksen kuat/angsel kepada gerak tingkah penari legong yang ditarikan oleh penari cantik Ni Wayan Yuadiani. 
Pertunjukan ini menjadi pusat perhatian yang mendapat applause oleh penontonnya. Lebih unik lagi, pada awal pertunjukan dijelaskan tentang pengertian gamelan Bali. Bagaimana cara memainkan, apa laras yang digunakan hingga pesan promosi Indonesia dengan humor segar untuk mengakrabkan suasana pertunjukan. Disamping itu juga para penonton sangat terpesona dengan penjelasan tari legong dimana penonton diajak mempraktekan ekspresi seledet mata dengan ucapan singkat ''Det Pong'' yang menjadi ciri khas tarian Bali tersebut.

Menurut Annemie Derbaix, OBSG socialservice officer (Kepala Bidang Pelayanan Sosial OBSG ) yang mengundang khusus penampilan grup gamelan Bali ini menyampaikan, '' Saya sangat kagum dengan penampilan gamelan dan tari Bali ini, sangat menarik ". Lebih lanjut disampaikan, adanya unsur edukasi dalam penjelasan singkat tentang gamelan dan tari Bali memberi kesan berbeda dengan penampilan grup lainnya. Hal-hal berbau kreatif inilah yang sangat diharapkan sehingga acara yang dilakukan tidak monoton setiap tahunnya. Saking senangnya, Annemie menyempatkan diri berfoto bersama kepada penari dan penabuh gamelan Bali ini.
Bagi Pande sebagai seorang penabuh dan seorang mahasiswa, berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini membawa kesan yang sangat positif. Kita bertemu, berbicara, bertukar pengalaman, mengeksplore budaya, mencicipi hidangan negara lain dan mempertunjukan budaya kita. Itu semua memperluas cakrawala cara berpikir, cara pandang terhadap sebuah lingkungan agar menghargai perbedaan budaya orang lain. Perbedaan budaya itu bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti, justru harus dipahami dan dimengerti. Dengan pemahaman itu akan tumbuh sikap toleransi dan empati terhadap kebudayaan itu sendiri.  Hal positif yang lain yang dapat diambil dari kegiatan ini, adalah sebagai seorang mahasiswa, Pande juga termotivasi dan mendapat suntikan semangat baru untuk mengiringi harapannya menyelesaikan studi S3 di Universitas Gent dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga !