Jumat, 07 Agustus 2015

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (Bagian 20 )


Tiga pertunjukan seni di Musim Semi

Musim semi tahun 1997 ini  diawali pada bulan  April hingga bulan Juni. Dalam bulan-bulan tersebut bunga-bunga mulai mekar, temperatur tidak terlalu dingin dan warga Belgia sudah mulai melepaskan jaket tebalnya setelah musim dingin lewat. Dengan temperatur ini, warga Belgia memanfaatkan waktu mereka dengan berolahraga, piknik di Taman kota yang asri. Ada pula, yang dengan setia menabur roti ke kerumunan angsa atau bebek yang bercengkrama liar di danau kecil pertanda sayangnya mereka kepada binatang.

Penjaga taman berseragam hijau secara teratur mengontrol taman. Penjaga taman tetap bertanggungjawab untuk menjaga kebersihan lingkungan dari tangan-tangan jahil yang menganggu ketentraman tumbuhan dan binatang di taman tersebut.

Secara tak sadar, saya terbangun dari lamunan tempat duduk taman yang dikelilingi  danau indah yang saya favoritkan. Taman ini bersebelahan dengan Kantor tempat saya bekerja. Taman ini disebut Taman Woluwe. Di Taman ini pula saya curhat sambil melepas persoalan yang saya hadapi setiap harinya. Kebosanan yang sering mengganggu pikiran  ingin pulang ke kampung halaman karena tidak biasa bekerja menjadi seniman kantoran yang selalu terbatas gerak lincahnya berkreasi karena harus tertib administrasi. Semua kebosanan yang mengganggu pikiran saya bungkus dalam sebuah folder pending yang merupakan tantangan hidup saya ini. 

Tiba-tiba saja, lamunan saya tertuju kepada tiga pertunjukan seni yang telah dilakukan yaitu di Sekolah Musik Konservatorium Brussel 28 April 1997 bertema Topeng & Gender Concert, Kegiatan seni budaya dan olahraga Perwakilan RI se-Eropa (K6) pada bulan 10 Mei 1997 dan yang paling unik adalah kehadiran Raja Belgia  Albert II dalam rangka Fete de la Musique di Park Royal Brussel pada bulan 25 Mei 1997.

Pada tanggal 28 April 1997, dipertunjukan kesenian Bali  dengan  menampilkan aneka topeng Bali diantaranya bondres, Topeng Tua, Penasar serta Rangda  yang diiringi dengan Gamelan Gong Kebyar. Penampilan gender wayang juga menjadi penghias pertunjukan seni sekaligus memperkenalkan instrument gender wayang yang baru pertama kalinya dilakukan di Belgia. Mahasiswa dan mahasiwi serta para guru musik sangat antusias menyaksikan pertunjukan tersebut.




Kemudian, pada tanggal 10 Mei 1997 perwakilan RI se eropa menyelenggarakan event olahraga persahabatan dan seni budaya. Kebetulan saya ikut olahraga bola volley dan menampilkan kolaborasi seni gamelan dengan Band. Kegiatan ini hanya bersifat pertemuan khusus antar perwakilan RI, dimana para olahragawan dan seniman hanya sebagai penggembira saja. Lumayan juga saya mendapatkan kesempatan  Jalan-jalan ke tengah kota London sambil berfoto di Tower Brigde, Big Bend Tower dan sudut kota london lainnya.



Lalu, pada tanggal 25 Mei 1997 adalah hari yang sangat bersejarah bagi saya. Pada hari itu grup gamelan KBRI Brussel ''Kembang Nusantara'' mengikuti pertunjukan seni dalam rangka Fete de La Musique yang dihadiri ribuan masyarakat Belgia termasuk Raja Belgia yang bertahta saat itu yaitu Raja Albert II. Disaat kita melakukan pertunjukan gamelan dan tari Bali, secara tidak terduga grup kita dihampiri oleh Raja Belgia. Dalam hitungan 10 menit, sang raja melihat pertunjukan Indonesia dan berhenti sejenak sambil berfoto dengan para penari kita. Situasi ini sangat krodit dimana puluhan wartawan, masyarakat Belgia juga ingin berdesakan dengan sang Raja. Dalam hitungan sekejap juga, suasana tempat pertunjukan kita menjadi membludak karena desakan penonton. Semua ingin berfoto dan bersalaman dengan Raja. Tim pengaman sang raja bekerja ektra keras menghalau penonton yang mendekat.  

Raja Belgia berkaca mata 
Saya sangat gembira di hari itu, penonton menjadi bertambah banyak di tempat pertunjukan kita. Tidak lupa pula, untuk menyambut kegembiraan itu, saya mengajak grup Afrika beradu diatas panggung memoles ritme yang ritmis dengan hentakan Djembe yang melengking. Saking asyiknya kita lupa bahwa waktu telah berjalan sangat cepat, dan saya  terusik dengan sebuah bau badan. Bon ape ne ? (bau apa ini ). Bau menyengat itu saya pikir dari kulit Djembe yang terbuat dari kulit kambing, ternyata tidak. Saya endus lagi hmmm, saya lirik sebelah saya. Dahsyat man. Parfum bio alami dari seorang manusia. Ternyata bau tersebut dari bau badan si pemain Djembe tersebut yang berkeringat membasahi panggung pertunjukan. 

Dengan mundur teratur sambil menghormati mereka sudah berkolaborasi ritmis dengan saya, saya mengucapkan Merci Beaucoup (Terimakasih Banyak) dan dalam hati kecil saya mengucapkan : eh, habis ini mandi ya, bau badanmu sangat menggiyurkan hati perempuan. hihihihihi.






Ketiga pertunjukan diatas, adalah hal yang sangat positif. Walaupun masih banyak kekurangannya terutama dari penampilan kita. Latihan kurang banyak dan lebih disiplin lagi waktu kedatangannya.  Kita jadikan saja sebuah pembelajaran. Bagaimana mungkin sebuah pertunjukan dapat sukses besar karena waktu latihan terbatas.  Tetapi saya puas dengan   apa yang telah kita lakukan bersama dalam kegiatan pertunjukan seni ini, terutama partisipasi kita di Park Royal dimana hadirnya sang Raja Belgia.

Promosi yang kita lakukan sangat bermanfaat untuk Indonesia. Eksistensi Budaya Indonesia menggeliat dihadapan publik Belgia. Gamelan kita sebagai khasanah budaya bangsa Indonesia mampu menjadi pusat perhatian Raja Belgia, walaupun sejenak tapi manfaatnya sangat luar biasa. Terakhir saya hanya bisa mengucapkan  Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pendukung kegiatan baik penari, penabuh, sopir dan tukang angkat, penyedia makanan atas segala bantuan nyata yang saya lihat ikut menyukseskan kegiatan berkesenian kita tersebut sehingga semangat saya dalam berkesenian dan berkarya semakin meningkat.

Bersambung :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar