Kamis, 12 Juni 2014

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 13)

Pertunjukan MarimBALI di Konservatorium Brussel tgl 21 November 1996

       Hello para pembaca ? saya akan lanjutkan cerita saya lagi. Pada bulan november tahun 1996 silam, saya melakukan berbagai aktifitas seperti latihan musik, sekolah bahasa Inggris dan Perancis serta belajar memasak. Namun kali ini saya hanya akan bercerita tentang  persiapan latihan, pertunjukan/konser sederhana yang saya beri judul MarimBALI. Sebuah komposisi musik dimana saya menciptakan berdasarkan kebalian saya yang dibantu oleh teman saya Gabriel Laufer berdasarkan keeropeannya. Mau tahu selengkapnya ?  selamat membaca !

         Awal dari semua ini, adalah pertemuan saya dengan Gabriel Laufer, pemain perkusi Belgia yang secara kebetulan pada saat itu, sedang menimba ilmu di sekolah musik konservatorium Brussel. Saya bertemu dengan Gabriel, karena dia tertarik dengan gamelan Bali. Pertemuan dengannya sebagai langkah awal saya memahami ''prilaku'' musisi di Eropa. Gabi, panggilan akrabnya adalah seorang sahabat dan juga seorang guru bagi saya. Dialah yang membawa saya untuk mengenalkan dan berinteraksi dengan lingkungan musik di Belgia ini.  Keakraban dia adalah kita sering bercanda kesana kemari dan selalu membuat saya senang dan penuh tawa. hahahaha... Sayapun anggap dia sebagai keluarga terdekat saya di Belgia. Seorang teman sekaligus seorang kakak.

         Suatu hari Gabi mengajak saya ke konservatorium melihat mahasiswi cantik...hehehe salah, maksud saya alat -alat musik perkusi. Berbekal semangat dan kamera foto, saya memandang gedung Konservatorium dari atas, bawah, samping, depan dan berbagai sudut. Gedungnya biasa saja, tidak mewah. Di dinding Info sekretariat terpampang berbagai poster konser musik dan jadwal kegiatan kelas dalam bahasa Perancis, Inggris dan Belanda. Mahasiswa dan mahasiswi sibuk merangkul alat musik ada yang megendong gitar, cymbal drum, saxophopne, seruling, terompet dll.  
         
       Dalam sebuah sudut ruangan tiba tiba Gabi bertemu dengan seorang mahasiswi cantik. Gabi langsung cipiki, cipika dan cipiki (cium pipi kiri, cium pipi kanan cium pipi kiri).  Dalam hati kecil saya waktu itu, mimih pang telu maan niman nak luh jegeg, iri rage nok/tiga kali dapat cium pipi, cemburu saye....heheheh). Dengan menoleh ke arah saya, Gabi berkedip genit dengan kandungan arti yang bermakna Ramahlah kepada setiap perempuan dengan mencium pipinya sebanyak 3 kali berturut turut sebagai tanda keakraban.   Asyiik juga di eropa ya ! hehehe...dasar genit ah. Bolehkah saya mempraktekan makna ciuman Gabriel tersebut diatas : Jika bertemu gadis cantik saya akan langsung saja ah. Langsung apasih maksudnya ? Mencium ? Hati-hati loo...emangnya semudah itu ??  Oops hati-hati ! Ingat ada pacar di Bali. hmmm Ok dech.

    Dengan pelan Gabi mengambil kunci yang telah diberikan pegawai sekretariat dan membuka pintu pelan-pelan.  Saya dipersilahkan mencoba coba alat musik perkusi. Terlihat ada drum, marimba, piano dan banyak lagi. Satu persatu saya mainkan alat musik tersebut di dalam sebuah ruangan kelas. Mahasiswa dan mahasiswi sibuk kesana kemari di depan kelas sambil merangkul alat-alat musik. Saya merasa senang sekali berada dalam lingkungan seperti ini, lingkungan yang penuh dengan bunyi bunyian instrument. Kapan ya saya bisa sekolah disini ? bisakah ? Mampukah ? Itulah hasrat pikiran yang terlintas di bathin saya. Hmmm...sudahlah.



Vibraphone

belajar drum
     Beberapa alat musik saya coba satu persatu, tapi saya sangat tertarik kepada alat musik dari amerika latin yang sering disebut Marimba. Marimba mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : bilahnya sangat halus terbuat dari kayu pilihan, susunan bilahnya sama seperti susunan tuts keyboard/piano, panjangnya sekitar 3 oktaf atau kalau marimba besar 4 oktaf, dimainkan dengan cara dipukul dengan 2 hingga 4 Mallets, karakter suara  lembut dan jernih  dengan gema yang panjang terdengar. Melantunkan melodi diatas bilah kayu ini, saya mengandaikannya dengan beberapa alat musik bambu bali yang menggunakan 2 alat pukul seperti Rindik, Gandrung dan  Jegogan. Saya melantunkan sebuah gending dengan nuansa Bali menggunakan laras pelog dan slendro. Laras pelog dan slendro saya cari cari saja ditengah tengah bilahan kayu tsb, sambil memainkan kotekan kotekan.

         Berhari hari, berminggu-minggu bahkan berbulan bulan saya mencoba berlatih, memainkan marimba sesuka hati tanpa terbelenggu dengan partitur atau notasi a la barat.   Saya memainkan musik dengan perasaan hati dan daya ingat. Jeleknya kalau daya ingat menurun akibatnya permainan musikpun akan jelek. Kalau bisa kedua duanya memainkan musik dengan perasaan plus notasi. Beradu argumen dengan Gabi, mengkritisi permainan dia, memahami cara dan pandangan dia memainkan musik membutuhkan pemahaman yang serius sekali. Kalau di bali saya kebanyakan bermain gamelan suka ewer/ banyak bercanda, tetapi di Eropa jangan harap banyak bercanda. Namun demikian sekali-kali saya kembali ke adat dan kebiasaan seperti di Bali yang pada akhirnya berujung canda dan tertawa terbahak-bahak.

       Sebaliknya Gabi tidak setuju dengan ide saya, Gabi cemberut bersikap tenang, saya hadapi dengan senyuman kembali yang ujung-ujungnya canda dan tertawa. Proses bermain musik seperti ini, saya sukai. Proses itu hanya melalui berbagai perbedaan pendapat saja, akhirnya kita sepakat  memutuskan sebuah musik baru sebut saja MarimBALI. MarimBALI (Marimba Care Bali) adalah sebuah komposisi musik yang bernuansa perjalanan seorang anak muda Bali di rantau dengan rasa musik rasa nikmat, sedih, galau, rindu dan semangat menggunakan tehnnik rindik di dalam instrument Marimba. Dalam komposisi musik ini, Gabi memberikan tambahan-tambahan tekhnik marimba, dimana dia memainkan beberapa nada monoton berulang-ulang, selanjutnya saya sambut dengan nada berpola berulang-ulang  sehingga menghasilkan sebuah alunan kotekan terdengar seperti gamelan Bali.  Sementara itu, saya mencoba juga vibraphone. Saya mainkan secara sederhana saja. Vibraphone adalah alat musik perkusi seperti Marimba hanya dia terbuat dari metal. Dibawah instrumentnya terdapat pipa-pipa untuk resonator suara.

Perkusi Konser di Konservatorium Brussel, 1996


            Pada tanggal 21 November 1996, saya bersama Gabriel mendapat kesempatan menampilkan karya-karya komposisi musik kita dihadapan publik Belgia khususnya kalangan mahasiswa dan dosen di konservatorium Brussel. Saat itulah saya membuat duet yang saya beri nama DUO MADE (Made Gabriel Laurfer dan Made Agus Wardana). Duet ini akan berusaha menebarkan seni budaya Bali ke sekolah-sekolah, Universitas di belgia melalui workshop gamelan bali.

DUO MADE (gabriel Laufer dan Made Agus Wardana) 1996

MarimBALI konser di Konservatorium Brussel

Senyuman musisi lugu dan polos
    Untuk memperlihakan hasil kerja kita selama beberapa bulan, silahkan di klik dilinks youtube saya ini :


atau klik disini :  http://youtu.be/c42UahFw0bU

     
atau klik disini : http://youtu.be/S591TTk54y4

Bersambung !
ke : Bagian 14

Selengkapnya baca dari awal  :
Bagian 1Bagian 2Bagian 3Bagian 4Bagian 5bagian 6bagian 7bagian 8bagian 9,
bagian 10bagian 11bagian 12,


Senin, 03 Februari 2014

Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian 12)


Kota Brussel memiliki sejarah peradaban panjang


        Setelah beberapa minggu bahkan  berbulan-bulan disibukkan dengan berbagai bunyi gamelan, saatnya saya harus melakukan sesuatu yang lain. Tujuannya untuk menyegarkan pandangan dan hati ini agar tidak bosan dengan kegiatan rutin yang monoton.  Saya sengaja mengalihkan perasaan dengan melakukan observasi kecil mengeksplore situasi sebuah kota dimana saya tinggal.  Memahami dan melihat secara langsung arsitektur gedung, mengenal sejarah kota yang dikenal memiliki sejarah peradaban yang sangat panjang.  Panjang karena mengalami perubahan demi perubahan dari kehidupan sederhana yang penuh mitos hingga peradaban modern. 

        Agar memudahkan mengenal kota Brussel lebih detail, saya mempersiapkan diri dengan membaca sebuah buku tentang kota Brussel. Buku ini berjudul ''Brussels and its beauties''. Buku yang memuat informasi keindahan arsitektur bangunan, obyek wisata serta peninggalan sejarah kota yang dilengkapi dengan foto-foto yang sangat mengesankan.  Buku itu saya beli murah di sebuah brocante, sebuah pasar barang-barang bekas atau  bahasa Perancisnya, deuxième main (baca : desiem ma) sedangkan bahasa Belandanya  tweedehands (baca :tuedehan).

Brussel artinya '' Pemukiman di rawa ''   

         Para pembaca yang keren, mari kita menerawang jauh kebelakang. Duduk yang manis ya.dengerkan ceritaku ini. Menurut sebuah legenda, pada abad ke-6 tepatnya pada tahun 580 seorang bishop yang bernama Saint Gery berhasil melewati hutan angker yang dianggap saat itu paling berbahaya. Hutan tersebut bernama Forest of Soignes dengan luas 12.000 hektar. Dalam perjalanannya, bishop Saint Gery tiba  dengan selamat di sebuah pulau/daratan kecil yang dikelilingi  oleh sungai kecil yang sering disebut Senne/Zenne. Daratan kecil ini penuh dengan rawa-rawa yang ditumbuhi bunga khas Brussel yaitu bunga iris kuning.  Dari kejauhan asri menguning dan indah sepanjang daratan. Air sungai Senne sesekali beriak-riak membasahi bunga iris yang bergelayut harum mengembang dengan aroma asli nuansa pedesaan. (Bunga inilah menjadi simbol atau bendera kota Brussel).



        Bishop Saint Gery memilih daratan ini menjadi sebuah tempat pemukiman. Seiring dengan berkembangnya kehidupan sosial masyarakat setempat, akhirnya dibangun sebuah Chapel. Chapel ini berfungsi sebagai tempat bertemunya masyarakat disekitar daratan itu yang lama kelamaan menjadi sebuah tempat peribadatan yang sangat religius. Berabad-abad kemudian daratan itu berkembang pesat menjadi sebuah desa yang pada akhirnya diberi nama desa broeksele atau Bruocsella yang artinya ''pemukiman di rawa'' (settlement in the marsh). 

        Setelah membaca legenda diatas, saya cepat-cepat berangkat menuju  ke Place Saint Gery.  Jaraknya hanya 100 meter dari Beurse/Beurs (Gedung Bursa Efek) di jalan bouleveard anspach. Dari Beurse saya menyeberangi jalan Boulevard Anspach  terus belok kekanan menuju Rue Jules Van Praet.  Hmmm....Saya ambil map/peta kecil dikantong baju,  membaca dengan teliti sambil meraba raba dengan telunjuk letak Place Saint Gery tsb. Suasana tempat ini sangat ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal berbaur memenuhi restoran asiatik. Di etalase restoran berjejer aneka menu makanan dengan harga bersahabat  dari 300 Bef hingga  600 Bef (1 Euro = 40 Bef ).


Uang kertas Franc belge, 100 Bef.

        Saya mikir dan mikir lagi, Wah ini sih bukan daratan yang saya cari. Bingung nih. Dimana sungainya  ?. Ooh…Tunggu ! . Tunggu !  Saya melirik dengan gaya menari Bali seledet kiri seledet kanan  memahami sudut-sudut restoran, bangunan tua dan petunjuk jalan tentang Place Saint-Géry . Oh Yesss...! Ternyata memang berubah dari masa ke masa. Saya baca dan baca lagi. memang benar disinilah pusat/centrum daripada ''Daratan Broeksele''. Di daratan ini pula dibangun gereja Saint-Géry  sebagai pengganti Chapel tua yang dibangun sebelumnya. Pada masa kekuasaan Perancis di Brussel tahun 1798-1801 gereja Saint-Géry dirobohkan menjadi ruang terbuka publik yang dihiasi dengan air mancur berbentuk piramida.  Gereja Saint Gery dibangun dengan arsitektur gothic abad pertengahan dimana tersimpan relik Sainte Gudule. Relik Sainte Gudule selanjutnya dipindahkan ke Gereja Chatedral Brussel hingga sekarang.  (Relik adalah sisa jasmani dari seseorang yang dipercaya telah sampai pada tingkatan tertinggi karena kesuciannya) 

        Hhmmm.Tanpa pikir panjang, saya memasuki gedung Halles Saint-Géry  yang didirikan pada tahun 1881 karya arsitek lokal  Adolphe Vanderheggen yang beraliran Neo-Renaisance Flemish.  Gedung berbatu bata merah itu didominasi interior berbahan metal melengkung digunakan sebagai pusat perdagangan. Diluar gedung ini juga berjajar pasar tradisional a la brussel. Pasar ini sangat populer dan menjadi perhatian kaum urbanis untuk mengadu nasib di tempat ini. Tempat ini menjadi unik dan digemari, identik dengan pasar rakyat. Menjadi pasar rakyat serta tempat berkumpulnya orang-orang miskin lama kelamaan membebani wilayah ini dengan berbagai masalah.  Masalah utama yaitu faktor kebersihan dan pencemaran air sungai.  Sungai Senne tercemar akibat ulah masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Mereka membuang sampah, kotoran, limbah rumah tangga ke sungai tersebut seenaknya saja.. Tak nyaman lagi bahwa daerah tercemar menjadi sumber penyakit kolera dan kumuh. Maka dari itu muncul keinginan untuk menghilangkan/menhancurkan sungai yang sangat mengganggu kesehatan masyarakat setempat.

        Pada Tahun 1865, Walikota Brussel Bapak Jules Anspach mengajukan proposal untuk menutup sungai Senne agar terbebas dari pencemaran. Gagasan itu ditolak oleh pihak-pihak lain  yang berkepentingan terhadap sungai tersebut. Proposal penutupan itu mencamtumkan proses ekspropriasi yaitu sebuah pengambilan aset dengan memberikan konpensasi terhadap pemilik bangunan  yang terkena dampak proyek penutupan tsb. Walaupun demikian, tetap saja mendapatkan pertentangan. Bagi pihak penentang penutupan sungai merugikan kepentingannya. Ditambah lagi gosip beredar bahwa proyek itu menghabiskan anggaran sangat besar sehingga ditangguhkan selama dua tahun hingga tahun 1867.

 


Letak ''Daratan Broeksele''



Map Sungai Senne/Zenne mengelilingi " Daratan Broeksele" tampak Place Sint Gery ditengah-tengah aliran sungai Senne. 




Gedung Halles Saint-Géry sekarang 2013

Piramida putih di dalam ruangan Gedung Halles Saint-Géry 

Place  Saint-Géry dari google map.
       Satu jam saya berada di Daratan Broeksele bolak-balik persis kayak setrikaan. Para pelayan restoran ngegol (pinggul bergoyang) mengumbar senyum manis dengan bahasa sexy menyapa Bonjour ! Mereka menggoda ramah para klien agar datang mampir.  Dibalik itu juga, ada  pelayan kelihatan judes cuek tanpa ampun tiada keramahan sedikitpun. . Aruuuhhhh….pelayan kone bakat  rambang, ngalih gae ? (terjemahan :  ngapain urusin pelayan, nyari nyari kerjaan aza  ?.

Restoran Bamboo Fleur

          Sayapun mulai lapar ingin menikmati aneka masakan. Jujur bukan tergoda pelayannya loo...Lapar karena aroma masakannya yang terasa sedap menusuk hidung.   Saya menghampiri restoran Vietnam yang konon sop bebeknya lezat yaitu Soup Canard a la Bamboo Fleur di Rue Jules Van Praet nomor 13 Brussel. Coba ah !  Saya masuk ke restoran dan disapa ramah helo !Bonjour ! oleh pelayan vietnam dengan suara melengking.  Kaget saya dengar suaranya. Saya balas dengan Bonjour melengking juga ah, biar nadanya sama. Supaya ada harmonisasi sedikit. heheheh. 

            Di dalam  restoran saya memesan teh jasmin dan sop bebek. Secara kebetulan tidak banyak tamu yang dilayani sehingga dalam hitungan 10 menit  pesanan saya disajikan cepat. Teh jasmin sedikit gula menghangatkan badan saya yang kedinginan.  Mumpung lagi mandiri dan hidup sendiri di Eropa, kita coba pola hidup sehat sejak usia muda. Jika tubuh kita dibiasakan dengan pola makan yang sehat pasti mengurangi penyakit berat.  Kurangilah mengkonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung lemak dan rajin-rajinlah bergerak, mau gerakan apa saja yang penting mengeluarkan keringat.  Itulah kiat hidup yang sehat. Ini pesan dadong kenyir nenek saya sewaktu masih di Sekolah Dasar no 2 Sesetan Bali..  Menyantap semangkok sop bebek plus nasi putih membuat saya kenyang kenyang enak. Pokoknya sedap. Waduh ! Perutku membengkak nih. kekenyangan. Setelah membayar di kasir, saya bangun dan berjalan keluar. Kok jalanku berubah seperti bebek ya...apakah karena makan bebek ?...kwek..kwek kwek...

        Begitulah saya, yang selalu norak dan tidak lucu. Mari kita lanjutkan perjalanan.  Perjalanan berikutnya adalah mencari benteng tua yang panjangnya 4 km mengelilingi kota Brussel. Dimanakah letak benteng itu sekarang ? apakah masih ada bekas-bekasnya ? Mari bergerak mencari jejak-jejak benteng tua yang dalam bahasa perancisnya disebut dengan Premiere enceintes (Tembok Benteng pertama). Saya persiapkan waktu sekitar 2 jam dech. Sekalian membakar lemak sop bebek yang ada didalam tubuh. Ayo siapa ikuuut. !!!! kwek..kwek...kwek.

Tembok benteng 4 km mengelilingi Brussel.

      Saya berjalan melangkah dengan penuh kepastian. Cieeee...Arah pandang ke kiri dan kekanan lebih terpusat kepada peninggalan sejarah.  Menarik sekali arsitektur bangunan dan peninggalan sejarah kota ini. Ada arsitektur jaman pertengahan/medieval, arsitektur gothic, arsitektur baroque, art nouveau  hingga arsitektur modern. Kalau ditelusuri satu demi satu, arsitektur gedung di Brussel sangat menarik sekali. 

      Saya lanjutkan ya. Plak...Plik...Plak...Plik...Plak ..suara sepatu saya melangkah di jalan bebatuan. Menerjang kota dengan gaya backpacker bermodalkan budget minim menjelajah tempat-tempat unik sambil berjalan kaki. Penjelajah budaya beraksi. Mencari yang serba murah dan sangat menikmati detail perjalanan. Tas ransel menghias punggung dengan sebotol air putih menemani perjalanan ini yang diperkirakan menghabiskan waktu selama 3 jam. Sebagai seorang backpacker, saya  sungguh tidak  tertarik dengan barang mewah dan ngebrande, tidak pernah mau tergoda dengan arloji swiss yang kesohor itu karena sebenarnya memang uangnya tidak cukup. Lebih bermanfaat menikmati perjalanan murah sambil berolahraga, bukankah begicu ???. Sebuah pembelaan diri karena nggak punya duit .. Cuit.cuitcuit.


Diorama miniatur sejarah tembok benteng pertama kota brussel
    
              Kita lanjutkan cerita ya....Kita kembali ke masa silam. Dalam masa pemerintahan Henri I Duke of Brabant (1190 -1235) dibangunlah the first city walls sebuah tembok benteng dengan ketinggian hampir 40 meter dari permukaan sungai Senne, mengelilingi kota sepanjang 4 km dengan luas 80 hektar. Benteng ini menggunakan konsep medieval (bangunan di abad pertengahan) terbuat dari susunan batu dimensi teratur dilapisi batu kapur dengan kontruksi sedemikian rupa hingga membentuk dinding pertahanan yang sangat tebal. Warna tembok cenderung menggunakan monocrhome atau satu warna, tidak kaya dengan elemen dekoratif dan atap konstruksi kayu berbentuk lancip. Kalau dilihat dari bentuk fisiknya mengekspresikan sebuah kekuatan pertahanan, ekonomi dan kekuasaan. Pertahanan maksudnya ada upaya mempertahankan kedaulatan wilayah dari serangan musuh, Ekonomi maksudnya mengatur keluar masuknya barang kebutuhan pangan, sedangkan Kekuasaan maksudnya lebih kepada kemampuan penguasa saat itu memberi pengaruh kebesaran.   Jadi boleh dikatakan benteng ini adalah sebuah karya cipta tanda kebesaran yang memiliki 7 pintu gerbang dan 5 Menara. 

             Adapun  pintu gerbang tersebut antara lain :  La Steenpoort, La Porte d'Overmalen, La Porte Sainte Chaterine, La Porte de Laken/Porte Noire, La Porte de Warmoesbroeck/Porte de Malines dan La Porte de Sainte Gudule/Porte Treurenberg dan  La Porte de Coudenberg. Sedangkan lima menara diantaranya : Tour Annessens, Tour Des Villers, Tour Noire, Tour Fosse aux Loups dan Tour du Pleban. Beberapa bagian dinding tembok memiliki lubang pengintai yang menghadap keluar untuk mengontrol masuknya penduduk asing ke dalam kota.


Tour Annessens

          Singkat kata singkat cerita, sedikit bicara banyak kerja, saya tiba di Boulevard de l'Empereur no 40, saya bengong melihat bekas menara Tour Annessens yang berdekatan dengan pintu gerbang  La Steenpoort. Kalau kita berdiri dibawah menara, tingginya kira-kira 15 meter. Benteng ini terdiri dari 2 lantai masing-masing lantai memiliki 5 archères (lubang sempit tempat memanah) dan beberapa jendela pengintai. Kalau ada musuh yang ingin menyerang ''tuussss'' (suara panah ) melesat dari lubang sempit archères menancap di dada musuh. Berani ? seremkan ? . Itu cuman ilustrasi saya saja. Coba lihat gambar dibawah ini, dua garis sejajar lurus dengan menara Tour Annessens. Garis itu bekas tembok yang sudah dirobohkan menjadi jalanan besar Boulevard de l'Empereur.



Garis sejajar lurus bekas Tembok di Tour Annessens

Tour Annessens dari dekat

Tampak dalam benteng Tour Annessens
        
Tour Des Villers

        Dari Boulevard de l'Empereur nomor 40, saya mengikuti jejak-jejak tembok menuju Rue des Alexiens hingga di Place Dinant. Pelan-pelan saya menghampiri Rue de Dinant, belok kiri jalan terus ke Rue de Villers. Saya kaget lagi plus bengong  care siap sambehin injin, kilang-kileng (seperti ayam diberikan beras merah, mata ayam liat kanan liat kiri). Sungguh  luar biasa !. Benteng masih kokoh berdiri dan dirawat, dipelihara, disayang  agar keasliannya terjaga.  Inilah dia yang sering disebut Tour des Villers. Selama 10 menit saya berada ditempat ini, mengamati bebatuan dan mengambil foto jeprat-jepret sana sini.


Tembok Benteng di Rue Des Villers




Tour des Villers
Tour des villers dari atas

Tour des Villers
          Para Pembaca yang setia, pondasi bangunan terlihat sangat kuat, beberapa tumpukan batu  sudah direnovasi, diberikan cat sewarna dengan batu aslinya. Sebagai tempat bersejarah, kawasan ini mendapat perlindungan khusus dari pemerintah.  Untuk menghijaukan tempat ini, sudut-sudut tanah kosong ditanami taman hias kota yang mungil dan sederhana.  Kalau anda berkunjung ke kota Brussel, sempatkanlah  menengok peninggalan sejarah  ini, sebuah tempat bersejarah yang layak dikunjungi.

Tour Noire

            Tidak terasa waktu cepat berlalu, lima belas menit di Tour de Villers, saya berjalan menuju Rue de Chene melangkah 100 meter tanpa terasa lelah sedikitpun, saya tiba didepan si patung Manneken Pis yang terkenal karena pipisnya. Menoleh sebentar ke Manneken Pis. Manneken Pis selalu saja rame dikunjungi. Lima menit kemusian, saya berjalan lagi  ke : Rue des Grand Carmes, Rue des Marche au Carbon nomor 91 di depan Gereja Notre Dame de Bon Secours dan tiba di Boulveard Anspachlaan nomor 168. Disinilah sebelumnya dibangun pintu gerbang Porte d'Overmolen/Porte Anderlecht namun bekas-bekas pintu tidak terlihat lagi.

            Sesampainya di perempatan Boulveard Anspach dengan Rue des Riches Claires, langsung belok ke kiri. Badan saya mulai merasakan gerah panas. Tubuh mulai berkeringat membasahi baju, saya berhenti sejenak di  didepan gereja tua Notre-Dame aux Riches Claires. Gereja ini  yang didirikan pada tahun 1665 dengan arsitektur neo-renaissance flamish.  Memang sih gereja ini tidak ada hubungannya dengan tembok benteng, tapi letaknya dapat dikatakan berdekatan dengan bekas benteng tersebut. 

         Saya mengelilingi gereja itu dan menghentikan langkah di persimpangan Rue Sainte Christope dengan  Rue Artevartelde. Terus berjalan 300 meter dan berakhir di  Place Sainte Chaterine yang merupakan letak daripada Porte Sainte Chaterine. Disinipun berdiri megah gereja Sainte Chaterine yang berdiri tahun 1854. Melewati gereja saya berjalan setapak demi setampak dari kejauhan terlihat bentuk rumah beratap lancip, sebuah bangunan tua menempel disebelah hotel. Para pembaca ini dia Tour Noire.


Tour Noire 



Tour Noire dari dekat.

Tour Noire 
            Satu jam saya berjalan mengelilingi sebagian jejak bekas tembok benteng, saya beristirahat sejenak. Melepas dahaga dengan air putih sambil duduk manis sendiri tidak ada yang menemani. Kasihan dech loo !. Sebelum dilanjutkan membaca, coba tengok dulu musik saya ini : Sebuah musik perjalanan yang saya mainkan bersama Balawan musisi Bali di tahun 2008 di sebuah Cafe di Bali. Kira kira begitulah perasaan saya saat mengunjungi tembok benteng. Mudah-mudahan ada bayangan.


atau klik disini juga bisa : http://youtu.be/oK8bL73nmLU

              Para pembaca, mari kita lanjutkan kembali perjalanan ini. Sekarang saya sudah berada di perempatan antara Rue de laken, Rue Vierge Noire, Place Sainte Chaterine dan Bisschopstraat. Perempatan ini merupakan pintu gerbang Porte de Laken. Disini sama sekali tidak ada bekasnya, alias hilang ditelan waktu. Saya berjalan lurus 100 meter ketemu lagi Boulevard Anspach, berbelok kekiri mengarah ke  Place de Brouckere terus kekanan Rue du Fousse aux Loups mencari Tour Fosse aux Loups. Tidak tahu dimana Tour itu berada, yang jelas hanya ada  bangunan besar yang menghalangi pandangan. Saya ikutin terus terus terus  Rue du Fousse aux Loups dan berhenti di Rue Montagne aux Herbes, disini diperkirakan La Porte de Warmoesbroeck/Porte de Malines. Lanjut lagi menanjak sampai di  Rue d'Assaut, langkah demi langkah  berakhir  di  depan Gereja Chatedral Brussel.
\
Chatedral Brussel

Chatedral Brussel

     Cuaca cerah dihembus angin sejuk agak dingin membuat semangat saya tidak patah, saya berjalan dibelakang gereja mencari Tour du Pleban dan La Porte de Sainte Gudule/Porte Treurenberg, semuanya sudah tidak eksis lagi. Sudah diganti dengan bangunan beton bertingkat. Dari belakang gereja Chatedral saya menuju ke Rue Royal yang hanya beberapa meter dari gereja. Saya berbelok kekanan menuju Istana Raja Belgia. Saya berjalan memutar mengelilingi istana raja tersebut yang mana sebelumnya dikenal dengan nama Paleis de Coudenberg. Akhirnya dengan upaya yang tidak sia sia saya berhasil menemukan bekas tembok benteng terakhir di Rue de Brederode yang merupakan pintu belakang ke istana raja. horeeeeeee......sambil loncat tiga kali....selesai.



Tembok benteng ditumbuhi pohon-pohon hijau di belakang istana raja.


       Para pembaca yang sayang padaku, itulah sekelumit perjalanan 3 jam mencari jejak benteng kota Brussel.  Ada hal-hal yang menarik untuk saya share ke pembaca yaitu : Pertama, berjalan kaki menelusuri tembok benteng selama 3 jam menambah pengetahuan saya tentang informasi jaman dulu yang hidup sebelum kita. Kedua, terinspirasi tentang peninggalan sejarah yang berumur lebih dari 800 tahun dirawat diberikan perlindungan khusus oleh pemerintah. Pemerintah sadar betapa pentingnya memberikan pengetahuan  atau pembelajaran sejarah masa lampau kepada generasi berikutnya. Ketiga,  bahwa mempelajari sejarah bukan semata-mata kita mengerti tanggal kejadian, tempat, tokoh dan sebuah peristiwa Namun sebenarnya, apa yang saya dapatkan dari perjalanan budaya ini adalah lebih kepada sebuah hikmah kejadian masa itu. Hikmahnya bagaimana kita memahami atas sebuah peristiwa apa yang terjadi, kenapa terjadi, dan akibat yang ditimbulkan. Justru disini kita ambil manfaat baik atas perisitiwa tsb, dengan menggugah inspirasi dan kreatifitas kita. Sudah dipastikan juga kejadian buruk banyak terjadi, tapi juga kejadian baik banyak pula terjadi. Dapat saya simpulkan bahwa, hal-hal buruk yang terjadi pada masa lalu, jangan kita ulangi dimasa mendatang. Bagimana anda setuju ??? Ciaaattt...

Bersambung !

Tolong dibaca dari awal ya : 
Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (Bagian I)
Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian XIII)






Rabu, 30 Oktober 2013

Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian 11)


Pelestarian permainan traditional anak-anak Indonesia tahun 1996


      Ssssstttt.....jangan berisik, jangan diganggu, sedang melamun nih. Badan letih sejak beberapa hari ini karena terlalu banyak aktifitas. Perlahan-lahan mata ini terpejam sehingga terlupa hilang ingatan. zzzz...Zzzzzz...zzzzz........hmmm. Bayangkan lamunan saya seperti ini. 

''Dari kejauhan tampak sebuah keluarga kecil yang sangat berbahagia dengan kedua anaknya. Kedua anak ini sebut saja Boubou, 6 tahun kelas satu SD dan Lidi 8 tahun kelas 3 SD.   Mereka berjalan menyisiri trotoir dengan ceria sambil menggendong cartable/tas sekolah.  Sekali kali mereka berloncat-loncat dan tertawa terpingkal-pingkal dan saling bercanda.  Zzzzzzz....zzzzzz.... Selang beberapa menit kemudian keluarga kecil tersebut melewati sebuah taman dengan danau yang dipenuhi burung, bebek dan angsa putih. Boubou dan Lidi mengambil roti yang terselip di tas, dan menumpahkan di dekat tanah rerumputan. Puluhan bebek dan angsa berceloteh girang-gedambyang berlomba menyerbu kedua anak tersebut.  Burung gagak hitam tidak tinggal diam, ikut beraksi merebut seonggok roti sambil terbang kesana kemari. Boubou dan Lidi terlihat senang dengan rotinya habis dimakan oleh bebek dan burung. Mereka sangatlah menyayangi hewan-hewan tersebut. Bahkan burung, bebek dan angsa sudah terbiasa melihat kedua anak itu. Hewan itu menjadi sangat jinak tanpa merasa takut terhadap anak kecil. Keakraban terbina secara alami, menjalin kasih sayang abadi satu sama lain. Ini adalah cara hidup damai dimana kita mempunyai welas asih yang alami bagi semua makhluk hidup dan menghormati kebebasan serta kepribadian mereka. Alangkah bahagianya kalau kita hidup di dunia seperti ini saling sayang menyayangi, menghargai dan menghormati.  Boubou dan Lidi senang, hati sayapun sungguh senang ''. Disini senang disana senang dimana mana hatiku senang.....zzzzzzzz...Zzzzzzzzzzzz.

        ''Tingting'' bunyi bel tram, tersentak kaget saya dari lamunan. Saya terbangun langsung berdiri. Pikiran saya adalah harus turun di halte tram berikutnya. Beberapa menit kemudian saya duduk lagi. Saya sadar sedang melamun. yeeehhhh....Di depan tempat duduk saya, duduk polos anak kecil bule cantik tersenyum manis. Dia tertawa geli melihat saya kaget. Ibunya melirik anaknya sambil memandang ke arah saya. Terus saya mengucapkan Pardon (di baca pardong) bahasa Perancis untuk meminta maaf. Saya minta maaf karena membuat kaget anak kecil tersebut. Ibunya dengan ramah membalasnya ''il n'y a pas de problème, monsieur''.( tidak ada masalah, Pak)  Saya jawab saja dengan santai ''OK Madame. eee...eeee. saya terbata dengan balasan kata :  Je suis très fatigué. (saya terlalu capek)

        Saya coba lagi dengan kata lainnya... J'ai beaucoup de travail (Saya terlalu banyak kerja/aktivitas) hanya itu yang tercatat dibenak saya.  Si Madame tersenyum ramah membalas sapaan saya. Ingin sekali saya berbicara lebih akrab lagi kepada mereka ini.  Saya sadar saya sedikit mengerti bahasa Perancis. Kapankah saya bisa belajar Perancis ? Di Brussel hampir 80% masyarakatnya berbahasa Perancis disamping Belanda dan Inggris. Ingin rasanya diri ini kursus bahasa secepatnya. Sayangnya, kursus bahasa perancis harus menunggu tahun ajaran baru yang akan dimulai bulan september, Akibatnya harus menunggu waktu lagi dech. Sabar ya Om. Untuk sementara ini, mari belajar lewat buku percakapan bahasa Perancis. Niat saya belajar bahasa perancis sangatlah tinggi. Saya bertekad suatu saat nanti saya harus bisa berbahasa perancis. Tidak usah ribet dengan tata bahasa, bergramer, yang penting saya bisa berkomunikasi dengan warga Belgia.  

        Setengah jam kemudian, saya tiba di rumah. Saya duduk di depan televisi menonton film kartoon kesukaan saya yaitu Tintin in Tibet. Tintin seorang petualang berprofesi sebagai reporter muda belia ditemani anjing kesayangannya Milou. Tintin ternyata berwatak keras dan kreatif banget. Dia selalu semangat mencari dan berusaha dengan ide-idenya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.. Karakter Tintin luar biasa, sangat inspiratif. Saya mengambil secarik kertas, sembari kriuk-kriuk mengunyah krupuk. Jaen gati nok krupuk ene/enak sekali krupuk ini.  Lagi-lagi melamun, kembali melamunkan anak kecil yang bercanda dan bermain tadi. Iseng kepikiran dalam hati sanubari saya, niat mengajak anak-anak Indonesia di Belgia untuk belajar menari sambil bernyanyi. Mungkin salah satunya adalah bermain dolanan, sebuah permainan traditional anak-anak Bali dan Jawa. Kalau di Bali menggunakan lagu meong-meong, ongkek ongkek ongkir dan lain lain. Ada nyanyinya, ada narinya dan banyak bercanda secara bebas. Cocok sekali buat pertumbuhan anak-anak. Daripada dia menonton televisi dan bermain game secara terus menerus di dalam kamar, bisa bahaya donk pertumbuhan karakternya.  Mari kita salurkan bakat  dan talenta mereka dan kita berikan pembinaan seni untuk meningkatkan spirit sosial dan  memupuk cara berpikir melalui permainan tradisional ini.  

          Begitulah, awal awal saya mengajak anak anak Indonesia terutama yang tinggal dan lahir di Belgia, untuk mencintai budayanya sendiri. Jujur saya katakan bahwa kalau saya mempunyai anak lahir di Belgia nanti bisakah saya memberi pengaruh budaya Bali terhadap mereka ? Belum tentu looo. Padahal kita tahu, hidup di Eropa ini sudah pasti berbeda dengan di Bali. Pola pikir (mindset), kepribadian, wawasannya mungkin mirip dengan orang eropa pada umumnya.  Ini sebuah tantangan lagi. ahhh...sudahlah !! Kita pikirkan nanti saja, yang penting saya sudah berusaha mengingatkan kepada anak Indonesia bahwasanya kita memiliki berbagai permainan tradisional yang tidak kalah menariknya dengan video game dan acara televisi. Benarkan pembaca ? Kapan lagi kita harus mempertahankan lagu lagu tradisional anak-anak.  Kalau tidak saat ini, kapan donk. ? Inilah moment terbaik. Saat mereka berusia dini  kita membentuk karakternya, untuk tetap mengenal budaya Indonesia. Budaya nusantara yang adi luhung dengan kebhinekaannya dan toleransinya yang tinggi.


        Dengan berbagai kesempatan, saya memberanikan diri mengusulkan kepada KBRI Brussel untuk memulai pelatihan permainan tradisional dolanan anak anak Bali yang diiringi  gamelan. Gayung sudah pasti bersambut, pihak KBRI sangat mendukung program ini dan akan dipentaskan pada saat HUT RI 17 Agustus dan Peringatan Hari Anak Nasional. Horeeee......Tibalah saatnya kita berlatih dan berlatih.  Jadwal latihan intensif setiap hari rabu dan sabtu. Ibu-Ibu Dharma Wanita dan Ibu-Ibu Lokal staf KBRI Brussel tidak ketinggalan berpartisipasi  bermain gamelan. Saya pilih gending meong-meong artinya Kucing-kucing. Gending Meong-meong ini termasuk kelompok tembang Bali yaitu SEKAR RARE, jenis tembang dengan menggunakan bahasa bali lumrah/biasa bersifat dinamis dan gembira yang disertai dengan permainan tradisional anak anak.

            Inilah hasil daripada jerih payah kita bersama selama beberapa minggu latihan, hasil yang sederhana tapi maksud dan tujuan tercapai yaitu memberi pengaruh dan mengajak anak Indonesia di Belgia untuk mencintai budayanya sendiri. Silahkan klik video dibawah ini :

                                                Dolanan anak-anak, HUT RI 17 Agustus 1996





Klik juga disini :


lanjutan dibawah :
Ciaaattt...perjalanan-menebar-seni-di Belgia Bagian XII






Kamis, 24 Oktober 2013

Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (Bagian 10)


Ciaaattt...Pertunjukan  3 negara :  Brussel - Belgia, Bern - Swiss dan Amsterdam - Belanda.

Hello para pembaca ? Salam Ciaaattt dulu ya. Kalau baca blog saya ini, mestinya dari awal ya. supaya nggak tersesat. OK ? Baca dulu bagian Pertama (Ciaaattt...16-tahun-di-Belgia-Bagian 1)  hingga bagian ini. Ditanggung asyiiik dech. Mari kita lanjutkan....


Musim Semi di Belgia.


       Setelah selama tiga bulan saya di Belgia, musim dingin berangsur-angsur menghilang.  Hari ini adalah persis di bulan April. Tibalah musim semi. Musim semi (spring) yaitu musim peralihan yang terjadi setelah musim dingin sebelum musim panas. Tumbuh-tumbuhan yang daunnya  gugur di musim dingin, sekarang waktunya mekar kembali. Tunas-tunas muda tumbuh mengawali kehidupan baru, seakan menyambut ramah sinar matahari yang cerah.  Angin semilir yang berhembus hangat memberi cahaya segar kepada mahluk hidup di alam ini. Beberapa minggu kemudian tampak aneka warna keindahan alam terutama taman dan hutan yang bertabur bunga mawar dan tulip dan lain lain. Indah, cantik nan bersemi. Aroma alam yang harum dengan parfum alami tersebut memberi rasa damai dihati.  Saya berpikir, saatnya kita lebih kreatif dan bersemangat seiring dengan perubahan musim ini. Barangkali musim semi ini cocok untuk para pencipta musik kreatif yang menyukai keindahan. Melukiskan keindahan di musim semi dengan alunan melodi manis yg bernafaskan asri, lembut dan anggun. Sungguh indah bukan ? cieeee...bahasa saya berbunga-bunga...heheheh.

       Dibawah ini, karena tulisan saya diatas berhias bunga-bunga, saya memberanikan diri dengan GRnya mencipta sebuah komposisi musik dengan alunan suling yang sederhana. he...he...tentunya nuansa bunga dirangkum menjadi sebuah musik instrumental bercorak musim semi. ''Bunga-bunga menyapa di pagi hari dengan aroma yang khas''. sok romantis nih ! Coba diklik dibawah ini ya  ''It's a beautiful morning'' . Pejamkan mata biar terasa nikmat....heheheh.


 
Klik disini juga : Ciaaattt...It's a beautiful Morning

         Seiring dengan perjalanan waktu di musim semi ini, dengan pikiran yang masih fresh dan bugar, saya mempersiapkan beberapa aktifitas berkesenian dari latihan hingga pertunjukan. Dalam waktu mendatang, saya sedang mempersiapkan 3 pertunjukan besar yaitu konser unik dengan Renaud Patigny Maestro Boogie-Woogie Belgia di Brussel pada tanggal 12 Mei 1996. Kemudian persiapan pertunjukan Indonesian Ethnic Fussion di Bern, Swiss pada tanggal 18 Mei 1996 serta rekaman Gamelan Bali untuk Televisi Nederland di Amsterdam pada tanggal 12 Juli 1996. 


Pertunjukan Perdana dengan Maestro Boogie-Woogie  Belgia Renaud Patigny


         Berawal dari kebetulan saja, saya bertemu dengan Renaud. Renaud beristrikan warga Indonesia. Suatu hari kita bertemu di rumahnya di daerah Watermael Boitsfort Brussel yang asri di kelilingi hutan lindung alami. Saya membawa 1 kendang, 1 gangsa/pemade gamelan dan 1 suling Bali. Berjam jam kita coba melantunkan melodi memadukan irama mencari harmoni dengan ritme Bali. Lumayan menghabiskan banyak waktu dengan target menghasilkan beberapa komposisi musik yang ''Menarik'' terutama dengan nada suling. Renaud kan maestro Boogie-Woogie ? Komposisi musik yang baru ini apakah style Boogie-Woogie om ? Jawabannya tentu tidak. Stylenya kita perpaduan baru, bisa dikategorikan dengan World Music. Percampuran alat tradisional dengan piano, sedikit ngePOP gitu dech. 

        Kita semua tahu bahwa Renaud alirannya adalah Boogie-Woogie. Kali ini dia menyimpang dikit dari aliran  dia.  Saya ingatkan ya, Boogie-Woogie adalah style musik yang berasal dari afrika-amerika dan berkembang ditahun 30'an dan 40'an dengan nuansa bluesnya. Style ini menurut saya sangat energik sekali, digoyang dengan dansa kaki yang berputar-putar dengan mengikuti alunan piano dengan hentakan dahsyatnya. Nah, Renaud disini memang rajanya. Kharisma atau Taksu Renaud terpancar disini. Dia kalau bermain style ini, penonton pasti heboh dan tergila gila bergerak. 

         Pertemuan dengan Renaud, sangat berarti buat saya. Disamping mempelajari proses berkesenian dia, saya mendapatkan sesuatu yang istimewa. Misalnya saya mengenal style musiknya dia secara langsung yaitu Boogie-Woogie. Walaupun saya sedikit minder dengan gayanya Renaud yang berboogie-woogie, tapi saya tetap saja berusaha ikut bergoyang. Pada umumnya musisi eropa selalu menggunakan notasi untuk belajar atau mencipta musik. Disini kadang saya berpikir kesel terhadap diri sendiri, kenapa kita tidak bisa baca notasi ya. Padahal kita lulusan sekolah musik. Karena ISI Denpasar sebagai almamater saya dulu, kalau kita mencipta musik gamelan, kita tidak pernah memakai notasi standar eropa seperti ini. Kita selalu memakai notasi ''nding ndong ndeng ndung ndang''. Mungkin disini ada hikmahnya semua, sebagai lulusan seni musik mestinya atau wajib mengerti notasi standar internasional, jadi seniman kita gampang mendunia gitu loo. Tapi...itulah kenyataannya. tidak bisa notasi. kasihan dech gue jadi seniman daerah saja....heheheh.

             Pada tanggal 12 Mei 1996, bertempat di sebuah Cafe di Brussel, saya lupa namanya. Disitulah saya bersama Renaud mengalunkan nuansa baru dengan memadukan suling Bali, sekali kali saya memainkan kendang mengiringi piano Renaud Patigny. Hasilnya lumayan, tidak terlalu sukses banget sih. Respon penonton gimana ? Pada saat konser ini kita mempertunjukan 2 style musik. Pertama dengan komposisi World Music dan bagian kedua Boogie-Woogie. Ternyata kesan pertama yang ada penonton biasa saja. Tapi setelah dihentak dengan style Boogie-Woogie, penonton terhipnotis dan berjingkrak-jingkrak. Sedangkan perpaduan musik kita hanya menjadi ''wacana perbincangan'' sesuatu yang baru, yang perlu dipoles lagi agar lebih baik dan seunik mungkin. Banyak hal yang mesti dibenahi. Respon penonton ini menjadi evaluasi bahwa menciptakan karya  musik yang baru itu belum tentu disukai oleh penonton. Dan ini menjadi tantangan kita.Tidak apa-apa. Toh ini hanya pertunjukan perdana. Mudah-mudahan suatu saat nanti akan lebih baik.  Mari jadikan cambuk, siapa tahu kita mampu dengan  pertunjukan yang lebih greget lagi. ayo cambuk tiga kali...kaplak kaplak kaplak.....cakit ah !

Bersama Renaud Patigny di London 1997.

Pertunjukan Indonesian Ethnic Fusion di Bern Swiss


         Mengatur jadwal latihan dan pertunjukan dalam beberapa hari ini sangat sulit. Terkadang penabuh dan pemusik tidak hadir. Ingin rasanya saya marah, tapi saya pikir lagi buat apa marah. Sudahlah. di telan aza marahnya ya, nanti juga dia hilang begitu saja. Bayangkan, ada latihan dengan Renaud Patigny, latihan Indonesian Ethnic Fusion dan latihan gamelan untuk rekaman. Untungnya, masih ada celah celah kosong dan pengertian dari berbagai pihak untuk mengatasi keadaan yang kadang bertabrakan jadwalnya. Namun semua sudah terlewati, saya bersabar dengan kondisi yang ada. Kesabaran itu membawa hasil, yaitu Indonesian Ethnic Fusion (IEF) bersiap tampil untuk Bern. Pokoknya tampil di Swiss.

         Apaan sih IEF ? kok sepertinya luar biasa banget.  Sebenarnya sih, tidak ada yang luar biasa. IEF itu sebuah garapan musik yang memadukan alat musik gamelan dan suling Bali dengan Band KBRI Brussel. Simpel saja kok. Saya kebetulan diminta untuk tampil mewakili team kesenian KBRI Brussel dalam acara pertemuan Kepala Perwakilan RI yang sering disebut K6 (Enam Perwakilan RI di Eropa Barat)  Nah, saat itu terbetik ide untuk menampilkan kreasi baru IEF ini. Kita latihan 3 kali seminggu selama 4 jam berturut turut setiap malam. Staf KBRI banyak yang memberi dukungan. Kita juga tetap bersemangat, walaupun masih banyak kekurangan dalam kebersamaan melodi, harmoni dan ritme. Mohon maklum ya.. karena kondisi latihan yang kurang banyak. Namun dalam seminggu sebelum hari H proses latihan ini menjadi lebih baik. Kita putuskan bersama bahwa pertunjukan di Bern nanti kita akan menggunakan nama group Bhineka Tunggal Ika. Karena grup kita berasal dari berbagai daerah di nusantara yaitu ada Didi, Lahay, Jorry dari Sulawesi, saya dari Bali, dan eddy, bambang, yanto dari  Jawa.

         Tepat tanggal 18 mei 1996, dengan semangat yang bersinar terang, kami grup Bhineka tunggal Ika KBRI Brussel nekat menggoda publik di acara pertemuan tersebut. Pokoknya tim kesenian KBRI Brussel hebat dech. Begitulah respon penonton saat itu yang kebanyakan warga negara Indonesia. Penonton sangat antusias dan mengagumi yang berbau-bau kreatif. Semenjak itulah, orang mulai mengenal ada ''sesuatu'' dari KBRI Brussel. Ada sebuah gelembung kreatif seni yang muncul ke permukaan. Kita sebagai seniman secara tidak langsung lebih bersemangat karena sebutan itu. Ciaaattt...semangat.

Beraksi di Bern, Swiss


Penampilan di Bern, Swiss



Rekaman Pertunjukan Gamelan Bali di TV Nederland, Amsterdam Belanda


          Hari demi hari saya lalui dengan beragam aktifitas. Kali ini, saya bertemu dengan Gabriel Laufer. Dia teman dekat saya. Saya diundang ke konservatorium musik untuk jam sesion. Saya memainkan perkusi musik seperti drum, djembe, vibravone dan Marimba. Mencoba coba sesuatu yang lain saja. Hati saya tertuju kepada Marimba. Alat musik ini mengingatkan saya alat musik Bali seperti rindik, gandrung dan jegogan. Suara merdu dari kayu ini, sangat menggoda saya. Perlahan-lahan saya mainkan dengan perasaan. Halus, lembut, menyentuh dan sekali kali kebyar. Saya ingin mencipta karya musik dengan alat ini.  Saya ambil catatan kecil saya tulis dengan notasi 'hati' saya sendiri, saya coret-coret ala kadarnya. Saya ingin mencipta sesuatu dari alat musik ini. Ah...saya sebut saja MarimBALI. siapa tahu pas. Tekhnik dan melodi bergaya Bali. Dan saya tidak berhenti sampai disitu...saya akan kembangkan lagi di lain hari, di lain waktu dan tanggal. Bertambah lagi kegiatan saya berkesenian di sekolah musik Konservatorium Brussel ini. Mudah-mudahan ada pertunjukan MarimBALI suatu saat nanti, itulah harapan saya selalu.

          Latihan Gamelan Bali untuk rekaman TV di Amsterdam gimana ? Aduh...hampir lupa nih. Pokoknya tidak ada masalah ya. Saya atur sedemikian rupa jadwalnya. Fokus kita sekarang latihan gamelan untuk rekaman TV, latihan gamelan anak-anak untuk acara 17 Agustus 1996 dan latihan MarimBALI di Konservatorium. Persiapan latihan Gamelan untuk rekaman TV  dilakukan setiap 2 kali seminggu. Latihan rutin dan termotivasi karena pementasan di TV. Bersyukur tidak ada halangan berarti, semua bisa diatasi. Namun, tidak disangka sangka saya mengalami ''kecelakaan''.  ''Kecelakaan'' apa ? 4 hari sebelum Rekaman TV, saya ikut latihan pertandingan sepakbola acara HUT RI 17 agustus. Saya menjadi pemain bola no 10 seperti Maradona. Menang di gaya berlagak seperti Maradona, tapi mainnya jatuh tersungkur melulu...heheheh. Parahnya lagi, saya tidak mengontrol diri main bola, sehingga saya terjatuh parah dengan kedua lutut kaki terkoyak berdarah oleh lapangan keras tanah merah. Darah mengucur dengan derasnya di kedua lutut kaki yang tidak memakai pelindung lutut. Aduh...sakitnya minta ampun. Terus gimana donk pertunjukan lagi 4 hari lagi ? Saya juga was was loo. Khawatir tidak bisa menari Baris. Saya beri obat merah saja, tapi sakitnya minta ampun. mana tahan. Saya sedikit pincang. 4 hari kemudian, ternyata bertambah sakit dan belum kering.  Tapi saya berusaha menahan sakit. aaahhh...kesel dech. !

         Pada tanggal 12 Juli 1996,  hari ini panas menyengat. Musim panas  Jam 07.00 seluruh penabuh Kembang Nusantara bersiap berangkat menuju Amsterdam, Belanda untuk persiapan rekaman TV nederland. Motivasi penabuh sangat tinggi, dukungan KBRI brussel dibawah pimpinan Dubes RI Sabana Kartasasmita luar biasa. Apalagi dukungan Bapak Yamasita Lahay yang sebagai kabid. pensosbud yang juga sebagai pemain cengceng/cymbal lebih dahsyat lagi. Intinya bahwa kita semua bersemangat. Mari kita jaga kekompakan dan motivasi ini.

             Pukul 10.00 seluruh crew Kembang Nusantara yang berjumlah 15 orang telah tiba dengan selamat di studio TV nederland. Seluruh istrument gamelan diangkat menuju tempat rekaman. Suasana studio sangat profesional ada tempat berhias, makanan disediakan, kita bisa latihan berkali kali. Syukur lagi, program ini berjalan dengan lancar.

Untuk lebih memudahkan para pembaca melihat penampilan langsung dan suasana rekaman di TV Nederland, klik dibawah ini ya :



kalau ada masalah klik disini juga : Ciaaattt...Gamelan di TV NED


(Bersambung )

Klik disini lanjutannya : Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (Bagian XI)