Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian 12)
Kota Brussel memiliki sejarah peradaban panjang
Setelah beberapa minggu bahkan berbulan-bulan disibukkan dengan berbagai bunyi gamelan, saatnya saya harus melakukan sesuatu yang lain. Tujuannya untuk menyegarkan pandangan dan hati ini agar tidak bosan dengan kegiatan rutin yang monoton. Saya sengaja mengalihkan perasaan dengan melakukan observasi kecil mengeksplore situasi sebuah kota dimana saya tinggal. Memahami dan melihat secara langsung arsitektur gedung, mengenal sejarah kota yang dikenal memiliki sejarah peradaban yang sangat panjang. Panjang karena mengalami perubahan demi perubahan dari kehidupan sederhana yang penuh mitos hingga peradaban modern. Agar memudahkan mengenal kota Brussel lebih detail, saya mempersiapkan diri dengan membaca sebuah buku tentang kota Brussel. Buku ini berjudul ''Brussels and its beauties''. Buku yang memuat informasi keindahan arsitektur bangunan, obyek wisata serta peninggalan sejarah kota yang dilengkapi dengan foto-foto yang sangat mengesankan. Buku itu saya beli murah di sebuah brocante, sebuah pasar barang-barang bekas atau bahasa Perancisnya, deuxième main (baca : desiem ma) sedangkan bahasa Belandanya tweedehands (baca :tuedehan). Brussel artinya '' Pemukiman di rawa '' Para pembaca yang keren, mari kita menerawang jauh kebelakang. Duduk yang manis ya….dengerkan ceritaku ini. Menurut sebuah legenda, pada abad ke-6 tepatnya pada tahun 580 seorang bishop yang bernama Saint Gery berhasil melewati hutan angker yang dianggap saat itu paling berbahaya. Hutan tersebut bernama Forest of Soignes dengan luas 12.000 hektar. Dalam perjalanannya, bishop Saint Gery tiba dengan selamat di sebuah pulau/daratan kecil yang dikelilingi oleh sungai kecil yang sering disebut Senne/Zenne. Daratan kecil ini penuh dengan rawa-rawa yang ditumbuhi bunga khas Brussel yaitu bunga iris kuning. Dari kejauhan asri menguning dan indah sepanjang daratan. Air sungai Senne sesekali beriak-riak membasahi bunga iris yang bergelayut harum mengembang dengan aroma asli nuansa pedesaan. (Bunga inilah menjadi simbol atau bendera kota Brussel).
BishopSaint Gery memilih daratan ini menjadi sebuah tempat pemukiman. Seiring dengan berkembangnya kehidupan sosial masyarakat setempat, akhirnya dibangun sebuah Chapel.Chapel ini berfungsi sebagai tempat bertemunya masyarakat disekitar daratan itu yang lama kelamaan menjadi sebuah tempat peribadatan yang sangat religius. Berabad-abad kemudian daratan itu berkembang pesat menjadi sebuah desa yang pada akhirnya diberi nama desa broeksele atau Bruocsella yang artinya ''pemukiman di rawa'' (settlement in the marsh). Setelah membaca legenda diatas,saya cepat-cepat berangkat menuju ke Place Saint Gery.Jaraknya hanya 100 meter dari Beurse/Beurs (Gedung Bursa Efek) di jalan bouleveard anspach. Dari Beurse saya menyeberangi jalan Boulevard Anspach terus belok kekanan menuju Rue Jules Van Praet. Hmmm....Saya ambil map/peta kecil dikantong baju, membaca dengan teliti sambil meraba raba dengan telunjuk letak Place Saint Gery tsb. Suasana tempat ini sangat ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal berbaur memenuhi restoran asiatik. Di etalase restoran berjejer aneka menu makanan dengan harga bersahabat dari 300 Bef hingga 600 Bef (1 Euro = 40 Bef ).
Uang kertas Franc belge, 100 Bef.
Saya mikir dan mikir lagi, Wah ini sih bukan daratan yang saya cari. Bingung nih. Dimana sungainya ?. Ooh…Tunggu ! . Tunggu ! Saya melirik dengan gaya menari Bali seledet kiri seledet kanan memahami sudut-sudut restoran, bangunan tua dan petunjuk jalan tentang Place Saint-Géry. Oh Yesss...! Ternyata memang berubah dari masa ke masa. Saya baca dan baca lagi. memang benar disinilah pusat/centrum daripada ''Daratan Broeksele''. Di daratan ini pula dibangun gereja Saint-Géry sebagai pengganti Chapel tua yang dibangun sebelumnya. Pada masa kekuasaan Perancis di Brussel tahun 1798-1801 gereja Saint-Gérydirobohkan menjadi ruang terbuka publik yang dihiasi dengan air mancur berbentuk piramida.Gereja Saint Gery dibangun dengan arsitektur gothic abad pertengahan dimana tersimpan relik Sainte Gudule. Relik Sainte Guduleselanjutnya dipindahkan ke Gereja Chatedral Brussel hingga sekarang. (Relik adalah sisa jasmani dari seseorang yang dipercaya telah sampai pada tingkatan tertinggi karena kesuciannya) Hhmmm….Tanpa pikir panjang, saya memasuki gedung Halles Saint-Géryyang didirikan pada tahun 1881 karya arsitek lokal Adolphe Vanderheggenyang beraliran Neo-Renaisance Flemish. Gedung berbatu bata merah itu didominasi interior berbahan metal melengkung digunakan sebagai pusat perdagangan. Diluar gedung ini juga berjajar pasar tradisional a la brussel. Pasar ini sangat populer dan menjadi perhatian kaum urbanis untuk mengadu nasib di tempat ini. Tempat ini menjadi unik dan digemari, identik dengan pasar rakyat. Menjadi pasar rakyat serta tempat berkumpulnya orang-orang miskin lama kelamaan membebani wilayah ini dengan berbagai masalah. Masalah utama yaitu faktor kebersihan dan pencemaran air sungai. Sungai Senne tercemar akibat ulah masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Mereka membuang sampah, kotoran, limbah rumah tangga ke sungai tersebut seenaknya saja.. Tak nyaman lagi bahwa daerah tercemar menjadi sumber penyakit kolera dan kumuh. Maka dari itu muncul keinginan untuk menghilangkan/menhancurkan sungai yang sangat mengganggu kesehatan masyarakat setempat. Pada Tahun 1865, Walikota Brussel Bapak Jules Anspach mengajukan proposal untuk menutup sungai Senne agar terbebas dari pencemaran. Gagasan itu ditolak oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap sungai tersebut. Proposal penutupan itu mencamtumkan proses ekspropriasi yaitu sebuah pengambilan aset dengan memberikan konpensasi terhadap pemilik bangunan yang terkena dampak proyek penutupan tsb. Walaupun demikian, tetap saja mendapatkan pertentangan. Bagi pihak penentang penutupan sungai merugikan kepentingannya. Ditambah lagi gosip beredar bahwa proyek itu menghabiskan anggaran sangat besar sehingga ditangguhkan selama dua tahun hingga tahun 1867.
Letak ''Daratan Broeksele''
Map Sungai Senne/Zenne mengelilingi " Daratan Broeksele" tampak Place Sint Gery ditengah-tengah aliran sungai Senne.
Gedung Halles Saint-Gérysekarang 2013
Piramida putih di dalam ruangan Gedung Halles Saint-Géry
Place Saint-Gérydari google map.
Satu jam saya berada di Daratan Broeksele bolak-balik persis kayak setrikaan. Para pelayan restoran ngegol (pinggul bergoyang) mengumbar senyum manis dengan bahasa sexy menyapa Bonjour ! Mereka menggoda ramah para klien agar datang mampir. Dibalik itu juga, ada pelayan kelihatan judes cuek tanpa ampun tiada keramahan sedikitpun. . Aruuuhhhh….pelayan kone bakat rambang, ngalih gae ? (terjemahan : ngapain urusin pelayan, nyari nyari kerjaan aza ?.
Restoran Bamboo Fleur
Sayapun mulai lapar ingin menikmati aneka masakan. Jujur bukan tergoda pelayannya loo...Lapar karena aroma masakannya yang terasa sedap menusuk hidung. Saya menghampiri restoran Vietnam yang konon sop bebeknya lezat yaitu Soup Canard a la Bamboo Fleur di Rue Jules Van Praet nomor 13 Brussel. Coba ah ! Saya masuk ke restoran dan disapa ramah helo !, Bonjour ! oleh pelayan vietnam dengan suara melengking. Kaget saya dengar suaranya. Saya balas dengan Bonjour melengking juga ah, biar nadanya sama. Supaya ada harmonisasi sedikit. heheheh.
Di dalam restoran saya memesan teh jasmin dan sop bebek. Secara kebetulan tidak banyak tamu yang dilayani sehingga dalam hitungan 10 menit pesanan saya disajikan cepat. Teh jasmin sedikit gula menghangatkan badan saya yang kedinginan. Mumpung lagi mandiri dan hidup sendiri di Eropa, kita coba pola hidup sehat sejak usia muda. Jika tubuh kita dibiasakan dengan pola makan yang sehat pasti mengurangi penyakit berat. Kurangilah mengkonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung lemak dan rajin-rajinlah bergerak, mau gerakan apa saja yang penting mengeluarkan keringat. Itulah kiat hidup yang sehat. Ini pesan dadong kenyir nenek sayasewaktu masih di Sekolah Dasar no 2 Sesetan Bali.. Menyantap semangkok sop bebek plus nasi putih membuat saya kenyang kenyang enak. Pokoknya sedap. Waduh ! Perutku membengkak nih. kekenyangan. Setelah membayar di kasir, saya bangun dan berjalan keluar. Kok jalanku berubah seperti bebek ya...apakah karena makan bebek ?...kwek..kwek kwek...
Begitulah saya, yang selalu norak dan tidak lucu. Mari kita lanjutkan perjalanan. Perjalanan berikutnya adalah mencari benteng tua yang panjangnya 4 km mengelilingi kota Brussel. Dimanakah letak benteng itu sekarang ? apakah masih ada bekas-bekasnya ? Mari bergerak mencari jejak-jejak benteng tua yang dalam bahasa perancisnya disebut dengan Premiere enceintes (Tembok Benteng pertama). Saya persiapkan waktu sekitar 2 jam dech.Sekalian membakar lemak sop bebek yang ada didalam tubuh. Ayo siapa ikuuut. !!!! kwek..kwek...kwek.
Tembok benteng 4 km mengelilingi Brussel.
Saya berjalan melangkah dengan penuh kepastian. Cieeee...Arah pandang ke kiri dan kekanan lebih terpusat kepada peninggalan sejarah. Menarik sekali arsitektur bangunan dan peninggalan sejarah kota ini. Ada arsitektur jaman pertengahan/medieval, arsitektur gothic, arsitektur baroque, art nouveau hingga arsitektur modern. Kalau ditelusuri satu demi satu, arsitektur gedung di Brussel sangat menarik sekali.
Saya lanjutkan ya. Plak...Plik...Plak...Plik...Plak ..suara sepatu saya melangkah di jalan bebatuan. Menerjang kota dengan gaya backpacker bermodalkan budget minim menjelajah tempat-tempat unik sambil berjalan kaki. Penjelajah budaya beraksi. Mencari yang serba murah dan sangat menikmati detail perjalanan. Tas ransel menghias punggung dengan sebotol air putih menemani perjalanan ini yang diperkirakan menghabiskan waktu selama 3 jam. Sebagai seorang backpacker, saya sungguh tidak tertarik dengan barang mewah dan ngebrande, tidak pernah mau tergoda dengan arloji swiss yang kesohor itu karena sebenarnya memang uangnya tidak cukup. Lebih bermanfaat menikmati perjalanan murah sambil berolahraga, bukankah begicu ???. Sebuah pembelaan diri karena nggak punya duit .. Cuit….cuit…cuit.
Diorama miniatur sejarah tembok benteng pertama kota brussel
Kita lanjutkan cerita ya....Kita kembali ke masa silam. Dalam masa pemerintahan Henri I Duke of Brabant (1190 -1235) dibangunlah the first city walls sebuah tembok benteng dengan ketinggian hampir 40 meter dari permukaan sungai Senne, mengelilingi kota sepanjang 4 km dengan luas 80 hektar. Benteng ini menggunakan konsep medieval (bangunan di abad pertengahan) terbuat dari susunan batu dimensi teratur dilapisi batu kapur dengan kontruksi sedemikian rupa hingga membentuk dinding pertahanan yang sangat tebal. Warna tembok cenderung menggunakan monocrhome atau satu warna, tidak kaya dengan elemen dekoratif dan atap konstruksi kayu berbentuk lancip. Kalau dilihat dari bentuk fisiknya mengekspresikan sebuah kekuatan pertahanan, ekonomi dan kekuasaan. Pertahanan maksudnya ada upaya mempertahankan kedaulatan wilayah dari serangan musuh, Ekonomi maksudnya mengatur keluar masuknya barang kebutuhan pangan, sedangkan Kekuasaan maksudnya lebih kepada kemampuan penguasa saat itu memberi pengaruh kebesaran. Jadi boleh dikatakan benteng ini adalah sebuah karya cipta tanda kebesaran yang memiliki 7 pintu gerbang dan 5 Menara. Adapun pintu gerbang tersebut antara lain : La Steenpoort, La Porte d'Overmalen, La Porte Sainte Chaterine, La Porte de Laken/Porte Noire, La Porte de Warmoesbroeck/Porte de Malines dan La Porte de Sainte Gudule/Porte Treurenberg dan La Porte de Coudenberg. Sedangkan lima menara diantaranya : Tour Annessens, Tour Des Villers, Tour Noire, Tour Fosse aux Loups dan Tour du Pleban.Beberapa bagian dinding tembok memiliki lubang pengintai yang menghadap keluar untuk mengontrol masuknya penduduk asing ke dalam kota. Tour Annessens
Singkat kata singkat cerita, sedikit bicara banyak kerja, saya tiba di Boulevard de l'Empereur no 40, saya bengong melihat bekas menara Tour Annessens yang berdekatan dengan pintu gerbang La Steenpoort. Kalau kita berdiri dibawah menara, tingginya kira-kira 15 meter. Benteng ini terdiri dari 2 lantai masing-masing lantai memiliki 5 archères (lubang sempit tempat memanah) dan beberapa jendela pengintai. Kalau ada musuh yang ingin menyerang ''tuussss'' (suara panah ) melesat dari lubang sempit archères menancap di dada musuh. Berani ? seremkan ? . Itu cuman ilustrasi saya saja. Coba lihat gambar dibawah ini, dua garis sejajar lurus dengan menara Tour Annessens. Garis itu bekas tembok yang sudah dirobohkan menjadi jalanan besar Boulevard de l'Empereur.
Garis sejajar lurus bekas Tembok di Tour Annessens
Tour Annessens dari dekat
Tampak dalam benteng Tour Annessens
Tour Des Villers Dari Boulevard de l'Empereur nomor 40, saya mengikuti jejak-jejak tembok menuju Rue des Alexiens hingga di Place Dinant. Pelan-pelan saya menghampiri Rue de Dinant, belok kiri jalan terus ke Rue de Villers. Saya kaget lagi plus bengong care siap sambehin injin, kilang-kileng (seperti ayam diberikan beras merah, mata ayam liat kanan liat kiri). Sungguh luar biasa !. Benteng masih kokoh berdiri dan dirawat, dipelihara, disayang agar keasliannya terjaga. Inilah dia yang sering disebut Tour des Villers. Selama 10 menit saya berada ditempat ini, mengamati bebatuan dan mengambil foto jeprat-jepret sana sini.
Tembok Benteng di Rue Des Villers
Tour des Villers
Tour des villers dari atas
Tour des Villers
Para Pembaca yang setia, pondasi bangunan terlihat sangat kuat, beberapa tumpukan batu sudah direnovasi, diberikan cat sewarna dengan batu aslinya. Sebagai tempat bersejarah, kawasan ini mendapat perlindungan khusus dari pemerintah. Untuk menghijaukan tempat ini, sudut-sudut tanah kosong ditanami taman hias kota yang mungil dan sederhana. Kalau anda berkunjung ke kota Brussel, sempatkanlah menengok peninggalan sejarah ini, sebuah tempat bersejarah yang layak dikunjungi.
Tour Noire
Tidak terasa waktu cepat berlalu, lima belas menit di Tour de Villers, saya berjalan menuju Rue de Chene melangkah 100 meter tanpa terasa lelah sedikitpun, saya tiba didepan si patung Manneken Pis yang terkenal karena pipisnya. Menoleh sebentar ke Manneken Pis. Manneken Pis selalu saja rame dikunjungi. Lima menit kemusian, saya berjalan lagi ke : Rue des Grand Carmes, Rue des Marche au Carbon nomor 91 di depan Gereja Notre Dame de Bon Secours dan tiba di Boulveard Anspachlaan nomor 168. Disinilah sebelumnya dibangun pintu gerbang Porte d'Overmolen/Porte Anderlecht namun bekas-bekas pintu tidak terlihat lagi.
Sesampainya di perempatan Boulveard Anspach dengan Rue des RichesClaires, langsung belok ke kiri. Badan saya mulai merasakan gerah panas. Tubuh mulai berkeringat membasahi baju, saya berhenti sejenak di didepan gereja tua Notre-Dame aux Riches Claires. Gereja ini yang didirikan pada tahun 1665 dengan arsitektur neo-renaissance flamish. Memang sih gereja ini tidak ada hubungannya dengan tembok benteng, tapi letaknya dapat dikatakan berdekatan dengan bekas benteng tersebut. Saya mengelilingi gereja itu dan menghentikan langkah di persimpangan Rue Sainte Christope dengan Rue Artevartelde. Terus berjalan 300 meter dan berakhir di Place Sainte Chaterine yang merupakan letak daripada Porte Sainte Chaterine. Disinipun berdiri megah gereja Sainte Chaterine yang berdiri tahun 1854. Melewati gereja saya berjalan setapak demi setampak dari kejauhan terlihat bentuk rumah beratap lancip, sebuah bangunan tua menempel disebelah hotel. Para pembaca ini dia Tour Noire.
Tour Noire
Tour Noire dari dekat.
Tour Noire
Satu jam saya berjalan mengelilingi sebagian jejak bekas tembok benteng, saya beristirahat sejenak. Melepas dahaga dengan air putih sambil duduk manis sendiri tidak ada yang menemani. Kasihan dech loo !. Sebelum dilanjutkan membaca, coba tengok dulu musik saya ini : Sebuah musik perjalanan yang saya mainkan bersama Balawan musisi Bali di tahun 2008 di sebuah Cafe di Bali. Kira kira begitulah perasaan saya saat mengunjungi tembok benteng. Mudah-mudahan ada bayangan.
Para pembaca, mari kita lanjutkan kembali perjalanan ini. Sekarang saya sudah berada di perempatan antara Rue de laken, Rue Vierge Noire, Place Sainte Chaterine dan Bisschopstraat. Perempatan ini merupakan pintu gerbang Porte de Laken. Disini sama sekali tidak ada bekasnya, alias hilang ditelan waktu. Saya berjalan lurus 100 meter ketemu lagi Boulevard Anspach, berbelok kekiri mengarah ke Place de Brouckere terus kekanan Rue du Fousse aux Loups mencari Tour Fosse aux Loups. Tidak tahu dimana Tour itu berada, yang jelas hanya ada bangunan besar yang menghalangi pandangan. Saya ikutin terus terus terus Rue du Fousse aux Loups dan berhenti diRue Montagne aux Herbes, disini diperkirakanLa Porte de Warmoesbroeck/Porte de Malines. Lanjut lagi menanjak sampai di Rue d'Assaut, langkah demi langkah berakhir di depan Gereja Chatedral Brussel.
\
Chatedral Brussel
Chatedral Brussel
Cuaca cerah dihembus angin sejuk agak dingin membuat semangat saya tidak patah, saya berjalan dibelakang gereja mencari Tour du Pleban dan La Porte de Sainte Gudule/Porte Treurenberg, semuanya sudah tidak eksis lagi.Sudah diganti dengan bangunan beton bertingkat. Dari belakang gereja Chatedral saya menuju ke Rue Royal yang hanya beberapa meter dari gereja. Saya berbelok kekanan menuju Istana Raja Belgia. Saya berjalan memutar mengelilingi istana raja tersebut yang mana sebelumnya dikenal dengan nama Paleis de Coudenberg. Akhirnya dengan upaya yang tidak sia sia saya berhasil menemukan bekas tembok benteng terakhir di Rue de Brederode yang merupakan pintu belakang ke istana raja. horeeeeeee......sambil loncat tiga kali....selesai.
Tembok benteng ditumbuhi pohon-pohon hijau di belakang istana raja.
Para pembaca yang sayang padaku, itulah sekelumit perjalanan 3 jam mencari jejak benteng kota Brussel. Ada hal-hal yang menarik untuk saya share ke pembaca yaitu : Pertama, berjalan kaki menelusuri tembok benteng selama 3 jam menambah pengetahuan saya tentang informasi jaman dulu yang hidup sebelum kita. Kedua, terinspirasi tentang peninggalan sejarah yang berumur lebih dari 800 tahun dirawat diberikan perlindungan khusus oleh pemerintah. Pemerintah sadar betapa pentingnya memberikan pengetahuan atau pembelajaran sejarah masa lampau kepada generasi berikutnya. Ketiga, bahwa mempelajari sejarah bukan semata-mata kita mengerti tanggal kejadian, tempat, tokoh dan sebuah peristiwa Namun sebenarnya, apa yang saya dapatkan dari perjalanan budaya ini adalah lebih kepada sebuah hikmah kejadian masa itu. Hikmahnya bagaimana kita memahami atas sebuah peristiwa apa yang terjadi, kenapa terjadi, dan akibat yang ditimbulkan. Justru disini kita ambil manfaat baik atas perisitiwa tsb, dengan menggugah inspirasi dan kreatifitas kita. Sudah dipastikan juga kejadian buruk banyak terjadi, tapi juga kejadian baik banyak pula terjadi. Dapat saya simpulkan bahwa, hal-hal buruk yang terjadi pada masa lalu, jangan kita ulangi dimasa mendatang. Bagimana anda setuju ??? Ciaaattt... Bersambung ! Tolong dibaca dari awal ya : Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (Bagian I) Ciaaattt...Perjalanan menebar seni di Belgia (bagian XIII)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar