Selasa, 25 Juli 2017

Mari Mampir ke Museum Van Gogh, Amsterdam !




            Hmmm…! enak, segar dan terasa lega melepas dahaga. Saya meneguk sebotol smoothie kiwi bercampur yoghourt nature dengan tekstur bubur. Seharga 4 euro, cukup untuk mengisi energi selama 2 jam. Smoothie adalah minuman sari buah atau sayur yang berserat tinggi. Berbeda dengan jus biasa, yang kandungan seratnya lebih rendah. Smoothie lebih nendang dan membuat perut kenyang  melayang.  Namun demikian keduanya memiliki kesamaan yaitu minuman berserat sehat untuk tubuh kita. 

            Kecintaan saya terhadap smoothie khususnya rasa kiwi, mengingatkan akan  pelukan mesra sang istri tercinta. Apa coba hubungan antara pelukan istri dan rasa kiwi ? Sekedar ilustrasi saja bahwa  sekali berpelukan, rasa asem kiwi akan terasa manis hingga hati kesemsem mengembang bagai balon. Pengen meledak ledak.  Maka dari itu pembaca, sering-seringlah minum smoothie  rasa kiwi ada dua keuntungannya, pertama sehat, kedua  cinta anda akan kesemsem meledak-ledak. Ember !


            Seiring dengan berjalannya waktu, saya melangkah keluar dari stasiun Amsterdam Central.  Tiba-tiba saja, Braaak ! Nguing ! Kuping saya menabrak pintu keluar karena terdorong desakan para penumpang lainnya. Saya kaget rada kesel dan menoleh seseorang. Ternyata yang nabrak menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Dari sorot matanya yang tajam, gerak tingkah anggun, tersirat keramahan sepertinya dia seorang yang berbaik hati. Cantik inside terpancar cantik outside. Cieee…! Tanpa basa basi dia terlihat tergesa-gesa, menebar senyum dan lenyap dari kerumunan orang. Mimih !

            Aduh ! Kuping saya terasa sakit dan masih berdengung. Saya pegang dan pijat sesaat secara pelan-pelan. Tak lama kemudian, saya teringat dengan cerita tragis pelukis besar Belanda yaitu Vincent Van Gogh. Kupingnya dipotong sendiri karena sakit hati merasa hidupnya penuh derita. Derita yang berkepanjangan, muram karena karya lukisannya tidak mendapat apresiasi yang layak, tidak berhasil dalam memperoleh pasangan hidup dan lain-lain. Pokoknya depresi ingin bunuh diri. Kasihan !

            Siapa sangka pula bahwa setelah kematian van Gogh, terbentang cerah sebuah kemasyuran.  Lukisannya menjadi termasyur sepanjang masa.  Termasyur karena memiliki identitas, goresan bentuk distorsi, warna dinamis,  berkarya penuh emosi, penggunaan warna tak lazim, melukis obyek yang selalu tidak menyenangkan dan berani beda. Nah, untuk mengetahui lukisan Vincent Van Gogh lebih lanjut, saya ingin mengajak para pembaca mengunjungi museum Van Gogh di kota Amsterdam.  Mau Ikut ?


Face to face dengan Van Gogh.

            Jangan berharap akan selalu menyenangkan, disaat mengunjungi museum van gogh tanpa persiapan sebelumnya. Antrian panjang yang mengular di depan loket karcis hingga ratusan meter terlalu lama.  Terkadang melelahkan dan waktu habis terbuang. Untuk itulah, air mineral wajib dibawa, kesabaran harus dikantongi, atau gunakan waktu  membaca informasi museum dan membeli tiket secara online.
                       
            Di dalam ruangan museum, wajah lesu Vincent Van Gogh terpampang dalam portrait dirinya dengan goresan garis terputus-putus.  Senyumnya mahal banget, menunjukan ekspresi sesungguhnya muram dan keputusasaan. Vincent melukis portret dirinya lebih dari 30 lukisan, tetapi dipajang dimuseum ini hanya beberapa saja. Potret diri bukanlah narsisme seperti selfie jaman sekarang, melainkan sebagai introspeksi atas hidupnya serta untuk melatih keterampilan tekhnik melukis.

            Kemudian alat melukis,  cerita kehidupan pribadi, foto keluarga, tempat-tempat yang pernah dia kunjungi bahkan surat-surat yang ditulis ketika curhat dengan adiknya Theo tersebar diberbagai tempat dengan deskripsi lengkap dan informatif.  Pihak museum memang sangat lihai menyuguhkan informasi pelukis van gogh, semua serba profesional, jelas, terpercaya hingga larangan-larangan tertentu.

            Salah satu larangan itu adalah tidak boleh memotret didalam museum, kecuali dilakukan di ‘’foto corner’’ yang disediakan dengan latarbelakang Lukisan Van Gogh. Sekali-kali saya melihat pengunjung bandel memotret lukisan tanpa ada yang menegur. Ketika giliran saya bandel, seorang petugas dengan ramah menegur saya. Sayapun malu berwajah sendu, menyelinap diantara kerumunan pengunjung.  Kasihan dech gue !

            Selangkah kemudian saya berada dalam ruangan bernuansa gelap. Suasana sunyi walaupun banyak orang. Terlihat salah satu lukisan yang saya cari adalah De aardappeleters (Potato Eaters, 1885). Lukisan yang menyuguhkan sisi pahit figur keluarga petani kentang. Terlukis dengn dominasi hitam, raut muka para petani dengan lengan berotot alami, tampak lusuh, hanya diterangi oleh lampu gantung samar-samar. Bagi Vincent sendiri, sesungguhnya para petani sebagai kaum marjinal itu adalah sesosok para pekerja keras. Terinspirasi dari kaum marginal lukisan De Aardappeleters merupakan lukisan awalnya yang tidak  memperoleh apresiasi tetapi kemudian menjadi beken diseluruh dunia.


Impresionisme dan Ekpresionisme

            Apa sih Impresionisme dan Ekspresionisme dalam lukisan Van Gogh ? Jika Van Gogh tidak mengikuti kakaknya ke Perancis, barangkali lukisan Van Gogh tidak setenar sekarang. Dari Perancis, dia terpengaruh oleh aliran Impresionisme yang telah berkembang sejak tahun 1860 oleh Claude Monet yang mengawali lukisan berjudul  Impression Sunrise. Penggunaan warna warna cerah, kuatnya pencahayaan, obyek lukisan terlihat selintas, merupakan ciri khas aliran ini.  Dari sinilah Van Gogh merubah sedikit gaya lukisannya menjadi lebih cerah, sangat berbeda dengan lukisan sebelumnya yang terlukis suram dan gelap.


            Terus bagaimana dengan ekspresionisme dalam  lukisan Van Gogh ?  Ketidakbebasan berkarya dalam era aliran impresionisme membuat Van Gogh mengubah aliran menuju  ekspresionisme.  Perasaan emosi berlebihan, bathin yang terkoyak, kesedihan yang teramat digoreskan pada kanvas  yang sangat fenomenal. Lihat saja lukisan yang terkenal The Starry Nigh (188), Sunflowers (1888) semua muncul dalam ekspresi bathinnya. Apalagi ketika dia berada dalam tekanan mental dan dirawat di RS. Saint Paul-de-Mausole - Saint-Rémy-de-Provence, Perancis membuat dia justru tetap melukis mengekspresikan dirinya tentang apa yang terjadi disekitarnya terlukis melalui penggunaan warna warna yang sangat kuat dalam lukisannya.  (Made Agus Wardana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar