Selasa, 03 Maret 2015

Seniman Janger Pegok yang gagah itu telah tiada (1926 - 2015)



                Mendengar kata Janger, hati kita akan tertuju pada masa muda belia. Masa-masa  dimana cinta sangat mempengaruhi gejolak asmara pemuda dan pemudi Bali.  Janger adalah seni pertunjukan tari dan vokal yang tergolong dalam tarian rakyat.  Sebagai sebuah seni pergaulan,  Kecak Janger memadu kasih melalui gerak tari ‘’merayu’’ beserta  alunan gending dengan bahasa Bali mesra yang sederhana dan sopan. Janger ditarikan oleh 24 penari laki disebut kecak dan penari perempuan disebut Janger. Beberapa grup Janger yang terkenal di Bali diantaranya Janger Kedaton, Janger Bengkel, Janger Peliatan, Janger Abian Timbul dan Janger Pegok.

I Wayan Randug


                Seorang penari Janger Pegok  Ni Wayan Kondri/Dadong Paku (87 tahun)  sangat tabah dan tulus iklas menerima kepergian suaminya tersayang yaitu I Wayan Randug/Pekak Paku (89 tahun) seorang seniman Janger asal Pegok berwajah tampan, karismatik, gagah  dan sederhana. Menurut Ni Wayan Kondri, disamping dia tergoda dengan kepiawaian menari dan menabuh, hatinya luluh jika melihat senyuman maut dan sorotan matanya yang tajam. 


Wayan Randug  (kiri), Ni Made Rikiani (tengah), Ni Wayan Kondri (Kanan)
berfoto bersama pada tahun 1955


                ’’ Yen sube ye mekenyung, usak bayun tiyange, liu nak luh bajang ipidan buduh ajak ye. Aget titiang ane makatang kenyung ne ento ’’(kalau  dia tersenyum hati saya luluh berantakan, banyak wanita tergoda dengan senyuman mautnya. Beruntung saya yang mendapatkan senyuman maut itu ) ujar dadong paku dengan terharu sambil memperlihatkan foto suaminya yang gagah itu.

                Pertemuan kisah cinta antara pekak paku dan dadong Paku yang sudah terjalin sejak tahun 1942, membuat kesenian janger lestari hingga kini. Kecintaan mereka terhadap seni janger di banjar Pegok Sesetan telah memicu gelora berkesenian generasi muda pecinta janger di daerah asalnya.  Ini terbukti dari setiap tahun diadakan pertunjukan Janger Pegok dalam odalan  Purnama Kapat di Pura Kesuma Sari Banjar Pegok Sesetan Denpasar.  Pada tahun 1991 beliau mendapat apresiasi seni dari pemerintah kotamadya Denpasar sebagai seniman tua kategori seniman janger.


Upacara Ngaben

                Pada hari Senin tanggal 16 februari 2015 pukul 12.00 ratusan pelayat mengantarkan Pekak Paku ke kuburan desa Sesetan yang berjarak 2 km.   Suara musik bleganjur mengiringi jenazah  yang diletakan diatas ‘’Wadah/Bale’’ yaitu rumah-rumahan style Bali dengan ukiran dari kertas warna keemasan. Bleganjur ini dimainkan oleh Sanggar Sunari Sesetan dibawah pimpinan Putu Wijaya Mahendra.  Bleganjur ini menghentak dinamis sebagai penggelora semangat kembali, agar pihak keluarga mengiklaskan kepergian tanpa ada rasa kesedihan lagi.

                Sementara itu dalam upacara ngaben/pembakaran jenazah, alunan sendu gamelan angklung dari Delod Tukad Sesetan pimpinan Bli Lembat ikut menghaluskan suasana bathin pihak keluarga menjadi tenang dan khidmat.  Pihak keluarga sangat terharu dan berterimakasih kepada seluruh masyarakat Pegok serta pelayat lainnya yang turut berbelangsungkawa melepas kepergian Pekak Paku. Setelah pembakaran yang berlangsung selama 2 jam,  abu jenazah tersebut ditaburkan ke laut Pesanggaran dekat Pelabuhan Benoa.  

                Upacara ngaben ini merupakan bagian dari upacara pitra yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh leluhur. Makna upacara ngaben pada intinya adalah untuk melepaskan sang atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat menyatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmananm).






Seni membuat beliau tenang

                Bagi para seniman, keahlian seni adalah sebuah anugrah.  Seni apapun bentuk dan jenisnya yang sudah terpatri didalam hati, jika dimanfaatkan secara positif akan memberi arti dalam kelangsungan kehidupannya. Seni membuat kita terhibur, tenang, damai serta  awet muda. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh I Wayan Randug/Pekak Paku, disaat umurnya mencapai 89 tahun dia tetap berusaha menggerakkan tangannya menari kecak dan janger  sebelum ajal menjemputnya.  Beliaupun tenang dan damai pergi ke dunia lain.  Kedamaian dan ketenangan bathin itu diperoleh berkat rasa sosial yang tinggi kepada siapapun,  kegigihan melestarikan seni janger serta kesetiaannya terhadap istrinya Ni Wayan Kondri/Dadong Paku. Sambil mengusap airmata, Dadong Paku melantunkan lagu nostalgia janger pegok tahun 1937 untuk kepergian suaminya tercinta  :

Keliki gading sampyane ejang di buduk, Pepeloke di kaleran
Kawat Kelod Kawat Kelod kawat duduk di Tembau
Niki gending sami ban tityang manuduk, Ben beloge Mejangeran
Awak belog awak belog awak sigug tuare tahu.
 (ciptaan : Nak Pegok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar