Rabu, 18 Maret 2015

Gamelan Gong Kebyar Bali di Gennevilliers, Perancis


            Sebanyak enam kali pertunjukan dalam 2 hari berturut-turut dari tanggal 12 - 13 Maret 2015,  Puspa Warna sebuah grup gamelan Bali dari Paris Perancis membuat kagum  publik  Perancis di L’espace Aime Cesaire - Kota Gennevilliers, 10 km dari Menara Eiffel Perancis. Publik yang terdiri dari anak-anak, akademisi, pemusik dan  penari profesional serta kalangan umum seakan tiada henti mengumbar senyum kepuasan menyaksikan pertunjukan tersebut. Termasuk didalamnya berbaur akrab Bapak Duta Besar RI untuk Perancis  Dr. Hotmangaradja Pandjaitan, yang berkesempatan hadir dalam kegiatan tersebut. Sangat hebat ! Itulah ungkapan mengesankan Dominique Meyrand, panitia penyelenggara program seni budaya Conservatoire de Gennevilliers terhadap penampilan grup Puspa Warna ini.






            Pertunjukan seni Bali yang bertitel Musique et Danse  à Bali merupakan salah satu program pengenalan musik dunia yang diperkenalkan di sekolah musik ‘’Conservatoire de Gennevilliers’’. Program tersebut ditujukan khusus kepada anak-anak sekolah dasar dan umum yang berjumlah 1000 orang. Disamping anak-anak tersebut memainkan gamelan dalam bentuk workshop, mereka juga diberikan pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia yang sekaligus menyaksikan langsung pertunjukan  ‘’Musique et Danse a Bali ‘tersebut.



            Grup Puspa Warna didirikan tahun 2011 oleh Trio Penabuh Gamelan Bali - Paris (Jeremie Abt, Tseng Hsiao Yun dan Théo Mérigeau).  Adapun materi seni yang ditampilkan diantaranya tari Panyembrama, Kebyar Duduk, Rejang, Topeng Bondres, Tabuh Hujan Mas dan Barong Ket.  Tari Panyembrama dan Kebyar Duduk secara bergantian ditarikan oleh Kadek Puspasari dan Ilse Peralta warga Meksiko. Tari Rejang ditarikan oleh anak-anak Indonesia dan Indo-Perancis yang dibina oleh Kadek Puspasari. Topeng Bondres dibawakan oleh I Gede Tapa Sudana, Mas Soegeng dan Made Agus Wardana. Sedangkan Tari Barong ditarikan oleh Made Agus Wardana, Théo Mérigeau dan Christophe Moure.




Topeng Bondres
Bondres sebagai sebagai bagian dari drama tari topeng, menampilkan 3 tokoh unik yaitu tokoh Penasar/Punta (Tapa Sudana) Kartala (Made Agus Wardana) dan tokoh khusus  Kartolo Jawa (Mas Soegeng). Ketiga tokoh tersebut memerankan karakter yang berbeda-beda menggunakan bahasa Bali, Indonesia dan Bahasa Perancis.  Seniman teater Tapa Sudana yang sudah menetap 30 tahun di Perancis memerankan sangat pas  seorang penasar yang menterjemahkan bahasa dan gending Bali ke bahasa Perancis. Publik sangat mudah mengerti dan memahami pesan-pesan moral yang disampaikan. Salah satu pesan tersebut  adalah pentingnya pedoman ajaran etika dharma dalam agama Hindu Bali yang dikenal dengan Tri Kaya Parisudha. ‘’ Pikirkan sesuatu itu dengan Baik, Berkatalah yang baik serta Berbuatlah yang baik ‘’. ujar Tapa Sudana diatas panggung pertunjukan.  




Mas Soegeng, seniman teater yang berdomisili di  Perancis ini memerankan seorang Kartala yang lahir di Jawa dan diberi nama Kartolo. Dengan peran lemah-lembut Kartolo melantunkan Gambang Suling Jawa yang diiringi dengan gamelan Bali. Sedangkan Kartala yang diperankan oleh Made Agus Wardana Seniman Bali yang tinggal di Belgia melantunkan gending Bali dan gerak tari yang mempertunjukan mimik topeng WajahkuWajahmu, dimana wajah topeng tersebut memiliki kemiripan dengan wajah pemakainya. (Ciaaattt-MB)



Jumat, 06 Maret 2015

Kadek Juliana : Pengrajin topeng berbakat alami dari Singapadu



                Beruntunglah mereka yang dibekali bakat atau talenta dalam hidupnya. Bakat yang sudah dibawa sejak lahir itu merupakan faktor bawaan.  Jika didukung dengan ketrampilan, bakat tersebut akan menjadi sebuah kelebihan.  Sebaliknya jika bakat dibiarkan saja tanpa pengarahan dan pendidikan maka bakat tersebut akan tidak berguna sama sekali.

Dek No

                Kadek Juliana, 33 tahun lahir di Banjar Abasan, Singapadu Bali tekun mengukir, mengasah, memoles hasil karyanya berupa topeng-topeng khas Bali.  Bakat khusus sebagai pengrajin topeng yang dimilikinya dimanfaatkan secara optimal.  Dengan motivasi kuat serta minat besar  Dek No panggilan akrabnya berhasil menjadikan dirinya seorang pengrajin topeng professional. Hasil karyanya dilirik tidak saja dari Bali tetapi juga ke manca negara.

Ditemui disela-sela kesibukannya memahat topeng,  rangda dan barong  Dek No bertutur sopan dan santun menyambut  siapa saja yang datang berkunjung ke pondok ‘’Kubu Topeng’’ miliknya. Karya-karya topeng yang dibuatnya menggunakan Warna Bali, yaitu warna autentik Bali yang menggunakan bahan dasar tumbukan tulang atau tanduk binatang bercampur  mangsi (sisa pembakaran) dan batu gunung yamg memancarkan warna asli alami. Tangan terampil dan ketekunan kunci sukses Dek No mengembangkan karirnya.  Disamping itu tempaan ayahandanya I Nyoman Juala, yang juga sebagai pengrajin topeng kesohor di desa Singapadu Gianyar.



Hasil karya beberapa topeng yang dipajang di Pondok Kubu Topeng menarik seorang peneliti topeng Charlie Windelschmidt dari Perancis. Charlie sangat terpikat dengan gaya, tekhnik, warna Bali yang digunakan Dek No.  Sebagai seorang peneliti yang dua bulan berada di Bali, Charlie tidak saja memesan beberapa topeng, dia juga belajar membuat topeng seperti topeng Sidakarya, Rangda dan Barong.  Topeng tersebut akan diperkenalkan di Perancis dalam berbagai kegiatan budaya, pameran maupun pertunjukan kontemporer.  Karakter, bentuk, warna, ritual serta tradisi yang menguatkan keunikan topeng Bali menjadi pilihan Charlie. ‘’Saya bangga dan senang tinggal dirumah Dek No, disamping belajar membuat topeng, saya bisa tinggal dan menikmati kesederhanaan kehidupan seorang seniman yang ramah di Bali ini, ujar Charlie penuh antusias.

Topeng ‘’WajahkuWajahmu’’

                Salah satu karya terunik dari Dek No adalah Topeng ‘’WajahkuWajahmu’’. Topeng  ini berwajah simpatik dengan karakter ramah memiliki kemiripan dengan wajah pemakainya yaitu Made Agus Wardana, seniman Bali tinggal di Belgia.  Topeng ini merupakan pesanan khusus terbuat dari kayu pole.  Pengerjaan sangat detail dan menghabiskan waktu berminggu-minggu.  Hasilnya luar biasa dan  sesuai dengan wajah pemakainya.   Topeng tersebut akan ditampilkan dalam pertunjukan topeng Bondres  dalam program Musique et Danse de Bali  tanggal 13 Maret 2015 di kota Gennevillers, 10 km dari Menara Eiffel Paris, Perancis. Dalam pertunjukan topeng Bondres tersebut akan ditampilkan seniman-seniman topeng yang menetap di Perancis dan Belgia diantaranya Tapa Sudana, Mas Soegeng dan Made Agus Wardana. Bondres ini akan menggunakan bahasa Perancis sebagai bahasa pengantar yang diiringi gamelan Gong Kebyar oleh Grup Gamelan Bali Perancis Puspa Warna.


topeng wajahkuwajahmu


Peran orang tua
                Perlu ditegaskan bahwa bakat itu ada dalam diri kita. Bakat akan berkembang jika didukung oleh didikan orang tua, pengaruh lingkungan, disiplin dalam pelatihan dan minat. Sayang sekali jika bakat anak-anak kita tidak tersalurkan dengan baik sesuai dengan kesukaannya dia. Apapun bakat yang dimiliki baik seni, olahraga, bahasa, IT, ketrampilan ataupun berjualan kalau  dikembangkan secara optimal akan memberikan kesan positif terhadap daya juangnya kelak. Dalam hal ini, peran orang tua mengarahkan dan membimbing anak berbakat sangatlah penting. Bisa dibayangkan, Dek No dengan bakatnya sebagai pengrajin topeng tanpa ada peran dan dorongan dari ayahnya Pak Juala, barangkali topengnya tidak akan pernah menjelajah manca negara.  Berkat bakat ini pula, Dek No memberikan penghidupan berarti kepada anak dan istrinya di pondok Kubu Topeng, Banjar Abasan, Singapadu Gianyar Bali.(Ciaaattt-MB)


Selasa, 03 Maret 2015

Seniman Janger Pegok yang gagah itu telah tiada (1926 - 2015)



                Mendengar kata Janger, hati kita akan tertuju pada masa muda belia. Masa-masa  dimana cinta sangat mempengaruhi gejolak asmara pemuda dan pemudi Bali.  Janger adalah seni pertunjukan tari dan vokal yang tergolong dalam tarian rakyat.  Sebagai sebuah seni pergaulan,  Kecak Janger memadu kasih melalui gerak tari ‘’merayu’’ beserta  alunan gending dengan bahasa Bali mesra yang sederhana dan sopan. Janger ditarikan oleh 24 penari laki disebut kecak dan penari perempuan disebut Janger. Beberapa grup Janger yang terkenal di Bali diantaranya Janger Kedaton, Janger Bengkel, Janger Peliatan, Janger Abian Timbul dan Janger Pegok.

I Wayan Randug


                Seorang penari Janger Pegok  Ni Wayan Kondri/Dadong Paku (87 tahun)  sangat tabah dan tulus iklas menerima kepergian suaminya tersayang yaitu I Wayan Randug/Pekak Paku (89 tahun) seorang seniman Janger asal Pegok berwajah tampan, karismatik, gagah  dan sederhana. Menurut Ni Wayan Kondri, disamping dia tergoda dengan kepiawaian menari dan menabuh, hatinya luluh jika melihat senyuman maut dan sorotan matanya yang tajam. 


Wayan Randug  (kiri), Ni Made Rikiani (tengah), Ni Wayan Kondri (Kanan)
berfoto bersama pada tahun 1955


                ’’ Yen sube ye mekenyung, usak bayun tiyange, liu nak luh bajang ipidan buduh ajak ye. Aget titiang ane makatang kenyung ne ento ’’(kalau  dia tersenyum hati saya luluh berantakan, banyak wanita tergoda dengan senyuman mautnya. Beruntung saya yang mendapatkan senyuman maut itu ) ujar dadong paku dengan terharu sambil memperlihatkan foto suaminya yang gagah itu.

                Pertemuan kisah cinta antara pekak paku dan dadong Paku yang sudah terjalin sejak tahun 1942, membuat kesenian janger lestari hingga kini. Kecintaan mereka terhadap seni janger di banjar Pegok Sesetan telah memicu gelora berkesenian generasi muda pecinta janger di daerah asalnya.  Ini terbukti dari setiap tahun diadakan pertunjukan Janger Pegok dalam odalan  Purnama Kapat di Pura Kesuma Sari Banjar Pegok Sesetan Denpasar.  Pada tahun 1991 beliau mendapat apresiasi seni dari pemerintah kotamadya Denpasar sebagai seniman tua kategori seniman janger.


Upacara Ngaben

                Pada hari Senin tanggal 16 februari 2015 pukul 12.00 ratusan pelayat mengantarkan Pekak Paku ke kuburan desa Sesetan yang berjarak 2 km.   Suara musik bleganjur mengiringi jenazah  yang diletakan diatas ‘’Wadah/Bale’’ yaitu rumah-rumahan style Bali dengan ukiran dari kertas warna keemasan. Bleganjur ini dimainkan oleh Sanggar Sunari Sesetan dibawah pimpinan Putu Wijaya Mahendra.  Bleganjur ini menghentak dinamis sebagai penggelora semangat kembali, agar pihak keluarga mengiklaskan kepergian tanpa ada rasa kesedihan lagi.

                Sementara itu dalam upacara ngaben/pembakaran jenazah, alunan sendu gamelan angklung dari Delod Tukad Sesetan pimpinan Bli Lembat ikut menghaluskan suasana bathin pihak keluarga menjadi tenang dan khidmat.  Pihak keluarga sangat terharu dan berterimakasih kepada seluruh masyarakat Pegok serta pelayat lainnya yang turut berbelangsungkawa melepas kepergian Pekak Paku. Setelah pembakaran yang berlangsung selama 2 jam,  abu jenazah tersebut ditaburkan ke laut Pesanggaran dekat Pelabuhan Benoa.  

                Upacara ngaben ini merupakan bagian dari upacara pitra yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh leluhur. Makna upacara ngaben pada intinya adalah untuk melepaskan sang atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat menyatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmananm).






Seni membuat beliau tenang

                Bagi para seniman, keahlian seni adalah sebuah anugrah.  Seni apapun bentuk dan jenisnya yang sudah terpatri didalam hati, jika dimanfaatkan secara positif akan memberi arti dalam kelangsungan kehidupannya. Seni membuat kita terhibur, tenang, damai serta  awet muda. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh I Wayan Randug/Pekak Paku, disaat umurnya mencapai 89 tahun dia tetap berusaha menggerakkan tangannya menari kecak dan janger  sebelum ajal menjemputnya.  Beliaupun tenang dan damai pergi ke dunia lain.  Kedamaian dan ketenangan bathin itu diperoleh berkat rasa sosial yang tinggi kepada siapapun,  kegigihan melestarikan seni janger serta kesetiaannya terhadap istrinya Ni Wayan Kondri/Dadong Paku. Sambil mengusap airmata, Dadong Paku melantunkan lagu nostalgia janger pegok tahun 1937 untuk kepergian suaminya tercinta  :

Keliki gading sampyane ejang di buduk, Pepeloke di kaleran
Kawat Kelod Kawat Kelod kawat duduk di Tembau
Niki gending sami ban tityang manuduk, Ben beloge Mejangeran
Awak belog awak belog awak sigug tuare tahu.
 (ciptaan : Nak Pegok)