Kamis, 22 Juni 2023

Kasihan ! Penonton berhimpitan, tidak lihat Pawai Pembukaan Pesta Kesenian Bali 2023

Cerewet ah !  Pesta Kesenian Bali 2023.





Peed Aye atau pawai Pembukaan Pesta Kesenian Bali setiap tahunnya tetap dijejali penonton yang tersesak. Mungkin sudah menjadi suratan takdir penonton selalu berhimpitan satu sama lain, ingin mengapresiasi pawai dari 9  kabupaten dan kota dengan cara seperti itu.   Terlebih lagi para keluarga yang membawa anak kecil selalu " megarang" mencari posisi tempat teduh yang nyaman. Keinginan mereka hanya satu, ingin menyaksikan Pawai Pesta Kesenian Bali langsung dari dekat bukan lewat youtube atau medsos.

Sebetulnya sebagai warga Bali, kita turut bangga melihat perjalanan pawai Pembukaan PKB hingga sekarang masih disesaki penonton. Itu artinya masih mendapat tempat dihati masyarakat dan diminati.  Kreatifitas anak muda kita secara langsung dilihat, diperhatikan, dan menjadi bahan banding perkembangan kreatifitas generasi muda dulu dan sekarang.

Namun, saya terusik dengan seorang ibu dan anak yang berdesakan  di depan panggung ( tribun) sebelah barat. Kebetulan saya di tribun sebagai undangan resmi. Saya duduk manis bersama para undangan " kursi" yang tidak bertuan. Kursi kosong berlimpah. Sayang sekali perhelatan besar PKB yang dibuka oleh Ibu Megawati Soekarno Putri tahun 2023 ini, beberapa undangan tidak hadir. Padahal panitia sudah menyediakan kursi empuk dan snack lezat dan bergizi.



Keadaan itu, ingin saya bandingkan kepada ibu anak yang tadi berhimpitan. Ingin sekali mengajak mereka untuk duduk bebas di tribun panggung sebelah barat ini.  Ah sudahlah ! Mohon maaf ya bu, saya tidak bisa membantu situasi ibu dan anak yang berhimpitan. 

Sementara itu, panas yang menyengat dan peserta pawai (peed aye) dari ISI Denpasar, 8 kabupaten dan 1 kota terlewati satu demi satu. Semua menampilkan garapan seni  musik, kriya, tari dalam sekejap mata alias buru-buru. Suguhan budaya hanya untuk para pejabat duduk manis di panggung utama, sedangkan penonton yang berjejal di sisi barat hanya lewat tanpa bekas sejenakpun. Tidak ada suguhan didepan rakyat yang  sudah berdesakan tanpa  tempat ( tribun). 

Menurut hemat saya, rakyat yang berjejal disebelah barat semestinya disuguhkan "interaktif pertunjukan" yang membuat mereka ( penonton) girang, riang dan bertepuk tangan.  Interaktif ini akan berkesan indah, dampaknya adalah image pawai yang membosankan atau monoton dari tahun ketahun dapat diminimalis dan terkesan  penuh inisiatif. 



Dan jangan lupa, tambahkan satu panggung tempat duduk ( tribun pojok) demi anak anak kita yang sudah berhimpitan ingin hadiri pawai ( peed aye) ini. Paling tidak persoalan berjejal, berhimpitan dapat dikurangi sedikit demi sedikit. 

Masalah anggaran ? Kalau ada komitmen dan skala prioritas serta pro pelayanan rakyat, saya pikir akan bisa diatasi. Harapan saya ini sangatlah konstruktif ingin menyampaikan fakta publik tentang apa yang saya amati  sejak tahun 2019 hingga kini. 

Sebagai pecinta Pesta Kesenian Bali, apresiasi tinggi tetap kita acungi jempol kepada para panitia, kurator dan jajarannya yang telah mempertahankan ajang bergengsi budaya ini selama 45 tahun. Semoga masukan dan saran ini bisa menjadi pertimbangan khusus, agar pawai PKB selalu berinovasi dan lebih atraktif. 

Made Agus Wardana 









Minggu, 12 Maret 2023

Gamut Gamelan Mulut di Paris Bagian 6

 Setelah Workshop Kecak, Olah tubuh, Olah Vokal, Menari, Berlatih karakter topeng Bali, Saya ngapain ?

Pada hari ini, tanggal 5 Oktober 2022,  Saya menuju metro Opera karena mendapat undangan bermain gamelan dalam rangka Resepsi Diplomatik KBRI Paris di Hotel Le Grand Intercontinental. Hotel Mewah tingkat dunia para raja kaya. KBRI Paris mengadakan resepsi HUT RI dengan menampilkan budaya nusantara terutama kuliner dan pertunjukan gamelan Bali.





Sebelum menuju hotel, saya sempatkan diri untuk jalan jalan diseputaran lingkungan hotel persisnya di gedung top cer yang terpampang patung patung para maestro musik klasik dari berbagai aliran.Lihat foto ya.Gedung itu bernama Palais Garnier yaitu Palais Garnier adalah salah satu bangunan di Paris, Prancis yang berfungsi sebagai gedung pertunjukkan opera. Bangunan ini didesain oleh Baron Haussmann pada tahun 1858, dan dibangun oleh Charles Garnier tahun 1861.(sumber  Wikipedia)





''maaf muka saya difoto rada bengor tidak karuan''  karena kalau lakukan selfie biasanya  muka saya mahal senyum dan tidak fokus karena banyak banget turis yang lewat. Pokoknya yang penting berfoto cekrek. Setelah jungkir balik, jalan sana sini nggak karuan saya mulai bosan dan capek berjalan jalan. Saya masuk ke dalam ruangan resepsi di hotel Intercontinental yang mewah itu.
Eh, saya bertemu dengan Pak Pupung eks Korfung KBRI Brussel yang notabene adalah atasan saya di Belgia dulunya. Sekarang di Paris Fungsi Politik dibawah pimpinan  Dubes Paris Pak Moh. Oemar. 



Foto diatas bersama Pak Pupung baju putuh dan pak dubes pakai baju hitam.

Saya diajak bermain gamelan oleh grup Puspa Warna pimpinan Theo yang beberapa tahun lalu saya sering nongkrong dan berlatih gamelan di Paris. Bermain gamelan hanya 6 orang, yah gamelan mini dapat honor diatas 100 Euro. Lumayan kan. Pokoknya asyik menyenangkan, memainkan gamelan panyembrama dan instrument santai santai gen.






Perasaan saya saat itu, senang sekali bertemu dengan teman lama di Paris, bisa bermain gamelan bersama lagi, Teman dari Paris  penabuh dan penari selalu memberi energi positif ketika saya mengunjungi  Eropa. Saya tidak pernah lupa dengan kebaikan mereka, sangat menghargai saya sebagai eks pelatih di Paris dalam rentang waktu 2015 -2017. Pokoknya kalau setiap ke Paris selalu disambut dengan hangat. Saya selalu berpikir positif bahwa  warga perancis selalu menghargai budaya Bali. Budaya tradisional yang dicintai, dikagumi dan disayanng oleh mereka yang baik hati.

Demikian pula teman saya orang Indonesia yang berada dalam grup Sekar Jagat Indonesia atau SJI dan Puspa Warna  selalu mengundang makan di restaurant. Seperti beberapa waktu lalu, kadek dan ari dari SJI dan Theo bersama keluarganya dari Puspa warna. Merci Bcp yang sahabat baik ku. Muaach !


Terimakasih dek,ary dan Ibu...? Lupa namanya.





Jumat, 10 Maret 2023

Gamut Gamelan Mulut di Paris bagian 5

 Pak Tapa Sudana yang baik hati.

Pukul 05.00 saya terbangun mempersiapkan diri untuk workshop hari ke tiga. Saya sudah tidak jet leg, semua badan saya sudah kembali beradaptasi dg suasana Eropa. Rasa makanan, bahasa, dan ada teman lama hadir di tempat saya workshop yaitu Bapak Tapa Sudana.


Beliau ikut breakfast dg membawa ayam panggang puter. Pokoknya enak. Kita banyak ngobrol kemu mai ( kesana kemari) dalam najasa Bali.  Di pagi hari sebelum workshop dimulai Pak Tapa hadir membawa rasa bali eropa.  

Mungkin tidak banyak yang mengetahu bahwa Pak Tapa adalah seorang aktor yang malang melintang di eropa. Dimasa usianya yang senja tampaknya dia super rindi dengan kehangatan Bali yang sering saya lantunkan lewat GAMUT.  Dia juga menggemari GAMUT yang sering share di YouTube. 

Saya juga sangat senang, hampir setiap pagi saya breakfast dengan beliau. Dia banyak membawa oleh oleh, makanan, keju, pokoknya terima kasih Pak Tapa yang baik hati 



Kamis, 09 Maret 2023

Gamut Gamelan Mulut di Paris Bagian 4

 

Jalan lincah bersama Joana dan Gill ke Menara Eifell






    Seperti biasa saya selalu memikirkan hal yang menyenangkan kalau dalam bahasa prancisnya Profiter  terhadap waktu yang mesi timanfaatkan misalnya jalan jalan ke Menara Eifel. Setiap saya ke Paris saya pasti nongol di Menara ini yang selalu cantik, mengesankan dan bikin kagum terhadap arsitek yang membuatnya. Ribuan orang menyemut di kawasan menara eifel ini, saya melihat banyak pedagang dari yang rapi sampai pedagang acung yang menjajakan barang souvenirnya. Seperti biasa kawasan ini banyak sesuatu yang aneh sering terjadi, ada yang pura pura ingin jadi penipu seperti main bola adil, tapi ternyata itu temannya semua. Jleme Lengeh, demen nguluk nguluk.




        Sudahlah, itulah kehidupan di negeri Eropa yang katanya sejahtera itu. Tapi sebenarnya banyak orang juga penuh derita. Tiba tiba saja saya mengambil 2 topeng kesayanganku yaitu Bli Gamut dan Man Kenyung. Untuk apaan sih ? Biasa sedikit pamer nanti di Medsos Ig dan FB. hahaha Bruuuttt !







Gamut Gamelan Mulut di Paris Bagian 3

 

Perkenalan dengan para stagiers (peserta Workshop)

    Hari itu Senin, tanggal 3 Oktober 2022, Pagi pagi sekali saya terbangun dengan suasana baru. Suasana Eropa dengan breakfast Croisant Perancis yang lumayan lezat  di pagi hari yang dingin. Tempat yang saya tempati ini sangat hijau, banyak pohon besar, jauh dari keramaian anggaplah ditengah hutan.Akan tetapi gedung teater disini sangat banyak dengan berbagai kegiatannya. 


 

    Sebelum workshop, saya membersihkan kamar terlebih dahulu karena barang barang dari koper yang saya buka semalam masih terurai. Kamarnya asyik cocok buat seniman, besar, banyak kasur untuk tidur, kalau ada yang menginap disini tidur rame rame pas banget dan menyenangkan.  Tepat pukul 10.00 saya bertemu dengan seluruh peserta workshop yang akan mengikuti pembelajaran teater Bali seperti topeng, bondres, tjak, calonarang dan sebagainya. Sebagai sutradara disini adalah Ibu Kati Basset.



Kati Basset adalah seorang warga Perancis yang ahli dalam bidang budaya Bali. Kati jelas lebih mengetahui tentang kebudayaan Bali seni drama tari, pertunjukan, sejarah, pokoknya dia belajar di Bali sejak tahun 80 an. Jadi saya banyak belajar dari dia, tentang hal hal yang kita tidak ketahui dari Bali. 



Awal pertemuan, sedikit malu malu, karena saya sedikit takut untuk memulainya. Ketika saya tawarkan Man Kenyung dan Bli Gamut yaitu 2 tokoh yang saya bawa dari Bali, suasanapun menjadi cair. Kita menjadi sahabat yang saling bekerjasama satu dengan yang lain. Saya memulai kegiatan workshop hari pertama dengan hati senang. Karena Kati Basset yang mengundang saya mulai percaya dan senang dengan siapa diri sebenarnya. Karena di awal awal dia sedikit ragu dengan kemampuan saya tentang tetaer Bali karena dia pikir saya tidak banyak belajar ttg pertunjukan Bali karena berada puluhan tahun di Eropa. Tapi saya lalui dengan hal tidak terkira....horeee



Sabtu, 29 Oktober 2022

Gamut Gamelan Mulut di Paris bagian 2

 2. Suasana malam terdengar 'cekikikan' 


Saya berbaring lemas "jet leg" setelah tiba di Paris. Udara dingin merasuk dikamar, eh ternyata pemanas ( central heating) tidak menyala. Saya penasaran, mandi juga menjadi malas. Saya coba hubungi Giulia kontak saya di ARTA. Giulia katakan bahwa pemanas dalam perbaikan. Yaaah ! Terus gimana dingin ini.



Tak lama kemudian saya terima wa bahwa akan dibawakan pemanas listrik. Ok dech ! Apa saja yang penting pemanas. Beberapa jam kemudian saya dibawakan pemanas listrik dan saya bisa beraktifitas lebih lincah. Horeee !

Malam semakin larut, saya intip dari jendela aduh sepi. Saya check di google map aah ini ditengah hutan. Suara alam mulai mendesah, bikin suasana merinding bagai dalam film horor. Tapi saya sering mengabaikan suasana yang seram, karena kalau dipercaya kita akan merasa takut  Jika ada yang jail jeg setut lawan. Itulah cara menghindari rasa takut yg berlebihan. Kita harus berpikir positif terhadap yang akan kita hadapi di depan mata.

Sekitar jam 24.00 saya bangunkam diri. Saya turun ke lantai bawah membuat teh malam malam. Saya dengar sesuatu yang tidak biasa " cekikikan'. Aiiiiiirggg ? Kletok kletok kletok. Suasans gelap, ada suara berisik dekat dibelakang tempat tidur. Namun lama kelamaan hilang. Ooh ! Saya tidak menemukan suara berisik itu, karena saya malas keluar. Saya coba tenangkan jiwa dan raga. Tidur tiduran.


Pukul 6.00 saya bangun suara berisik itu semakin jelas. Aaaah ! Lampu menyala disebelah eh ternyata disini adalah tempat pacuan kuda  yeeeh ! Suara kudalah yang ganggu malam pertamaku di ARTA ini.  Ya udah...ternyata kandang kuda dibelakang tempat tidur saya. Hahaha. Bruuuttt!





Gamut Gamelan Mulut di Arta, Perancis bagian 1


1. Ketibaan di Paris


 

Angin dingin mulai lulurkan sekujur tubuh. Terasa  hawa eropa kembali mengingatkan perjalanan hidup yang pernah kulalui selama lebih dari 22 tahun. Hari ini, tepat tanggal 2 Oktober 2022 sekitar jam 10.00 saya dijemput oleh kati basset seorang expertis Bali yang mengundang Gamut gamelan mulut ke Paris Perancis.


Dijemput di bandara Charles de Gaulle sambil menunggu driver yang telat menjemput. Lumayan lama menunggu, telpon sana sini akhirnya nongol juga sopir cewek berwajah maroko. Tidak jadi komplain karena memang sulit cari parkir sementara di bandara ini.

Dari bandara kami menuju arah chateau de Vincennes yang terletak dipinggiran Paris yang ditempuh selama 50 menit. Dalam perjalanan saya ngobrol cipika cipiki dengan kati tentang kabar, persiapan workshop gamut, ttg Bali dan suasana Eropa yang hujan dan mulai musim gugur.




Sekitar jam 11.30 saya tiba di ARTA yaitu sebuah Asosiasi Penelitian Seni Peran tradisi yang mengundang saya melakukan eksplorasi dalam Teater bali dan cerita Medea, cerita yunani kuno. Undangan ini merupakan prakarsa dari kati basset yang sekaligus sutradara ( mise en scene) dalam project ini.

Dalam kesempatan tersebut, saya menghubungi teman bali yang tinggal di Perancis yaitu ibu Putu Anggawati dan Pak Gede Tapa Sudana. Kedua warga Bali ini merupakan sahabat lama sewaktu masih menebarkan budaya Bali di Eropa antara tahun 2010 hingga 2018.







Saya, Kati, Putu Anggawati, Thierry ( suami putu), Tapa Sudana melakukan pertemuan di restaurant Terminus Chateau, persis diatas metro Chateau de Vincennes. Ngebeer, ngemil kacang, pilih menu eropa salmon, fritjes ( kentang goreng) saya nikmati dengan rasa bersyukur  karena telah kembali ke eropa yang saya rindukan.

Obrolan, rasa rindu, lelucon, aroma Bali, bahasa Prancis Bali Indonesia bercampur kita gunakan dalam percakapan. Komunikasi yang terjalin dengan baik membawa cerita semakin akrab, berteman, dan humor segar membahana sambil cingcing bir Belgia berasa aduhai  menyambut kedatangan saya kembali ke benua Eropa.

Setiba di ARTA, Saya berkemas kemas bukakan koper sekaligus memperkenalkan diri kepada tim arta yaitu Duchua, Beatriz. Gedung Arta gede sekali dan saya harus tinggal seorang diri. Gedung dua lantai, dibawah office, dapur dan ruang tamu. Sedangkan lantai dua tempat workshop dan kamar tidur saya. Saya bertanya dalam hati, berani tinggal disini ? Ah berani saja, jangan pernah takut merantau.