Senin, 27 Juli 2015

Perayaan Galungan dan Kuningan di Belgia




Benarkah kebudayaan Hindu Bali lama-lama akan tergusur ? Sanggupkah masyarakatnya mempertahankan eksistensinya di jaman serba android ini ? Bagaimana dengan generasi muda penganut Hindu Bali, akankah mereka perduli dengan kebudayaannya sendiri ? Terlintas beberapa pertanyaan bimbang yang sering menjadi perbincangan gamblang dikalangan  masyarakatnya.  Perbincangan ini menjadi topik hangat untuk dibicarakan, didebatkan hingga  dicarikan solusinya. Tidak sedikit pula yang acuh tanpa perduli dengan kebudayaan hindu Bali. Lebih ekstrim lagi mengungkapkan dengan kekesalan bahwa adat dan agama hindu Bali itu dibilang ribetRibet, tidak ribet itu hanyalah ungkapan saja. Tidak ada keharusan kita melakukan dengan keribetan, yang ada justru sebaliknya yaitu melaksanakan dengan ketulusan hati saja. Buktinya disini, masyarakat Hindu Bali berduyun-duyun tangkil di Pura Agung Santi Bhuwana Pairi Daiza. Sarana upacara sangat sederhana, yang penting kita bersembahyang memohon keselamatan dan kesejahteraan.

Di negeri Belgia, berdiri megah pura Bali yang dinamakan Pura Agung Santi Bhuwana. Pura ini didirikan oleh arsitek Bali sejak tahun 2006 hingga 2008 yang disponsori oleh pemilik Taman Pairi Daiza, Mr. Eric Domb.  Pura yang terletak 85 km dari ibukota Uni Eropa, Brussel sekarang ini menjadi sentra budaya Bali dengan berbagai kegiatan agama dan budaya Bali.  Ratusan umat hindu Bali datang berbondong-bondong dari luar Belgia berpartisipasi  di berbagai perayaan hari raya umat hindu Bali seperti  Perayaan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (Keburukan) yang disebut dengan perayaan  Galungan dan Kuningan pada hari Sabtu, 25 Juli 2015 kemarin.



Perayaan ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama  ritual persembahyangan, Dharma Wacana (penyampaian makna Galungan dan Kuningan) yang disampaikan oleh I Gusti Ngurah Ketut Sumantera, Mantan Duta Besar RI di Belgia tahun 1997-2000 dan Dewa Made Sastrawan, Duta Besar RI untuk Swedia.  Kemudian bagian kedua, diadakan acara megibung/saling berbagi makanan khas Bali yang bertujuan melepaskan kerinduan  akan makanan Bali yang sangat kaya dengan rempah-rempah eksotis. Bagian Ketiga adalah pertunjukan tari pendet oleh anak-anak, tari panyembrama oleh sanggar Dwi Bhumi pimpinan Aafke De Jong, Parade tari Joged Bumbung  serta dimeriahkan dengan Quiz berhadiah aneka kerajinan Bali untuk para pengunjung Taman Pairi Daiza.


Perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung secara khidmat dan lancar walaupun hujan angin membasahi area pura. Umat hindu tetap saja duduk bersila (laki-laki) dan bersimpuh (perempuan) tidak beranjak dari tempatnya. Suasanapun menjadi lebih magis lagi, ketika asap dupa dan mantra mengalun terpadu  dengan rintik rintik hujan gerimis menyambut hari raya yang sangat penting bagi umat Hindu Bali ini.

Kegiatan Galungan dan Kuningan ini, diselenggarakan oleh perkumpulan masyarakat Hindu Bali yaitu Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxemburg.  Anggota Banjar yang berjumlah 50 kepala keluarga bergotong royong membangun tradisi Bali di Belgia. Kegiatan ini bertujuan sangat mulia, bahwa sebagai masyarakat Bali yang beragama Hindu di Eropa, adat, budaya dan agama mesti tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Tradisi itu tidak boleh diabaikan begitu saja, namun tetap dipertahankan melalui 3 pedoman dasar penyesuaian yang berdasarkan agama Hindu  yaitu  ‘’desa (tempat),  kala (waktu) dan  patra (kondisi)’’.  


Dalam perayaan kali ini, anak-anak yang tergabung dengan kelompok kesenian gamelan dan tarian, diberikan kesempatan menunjukan ketrampilannya menarikan tarian pendet sebagai pembuka pertunjukan.  Kesempatan ini merupakan ajang pembinaan dalam upaya menanamkan nilai budaya bali (toleransi, solidaritas, kebersamaan, kreatifitas)  sejak mereka usia dini. Nilai budaya ini akan menjadi jaminan seumur hidup dan terpatri selamanya di hati anak-anak tersebut. Ketika mereka menjadi generasi muda belia, bekal nilai budaya yang diperoleh sejak  kecil tersebut  dapat dikembangkan lagi, diadaptasikan pada jaman yang terus mengalami perubahan demi perubahan ini.





Bersyukurlah kita terutama masyarakat Hindu Bali di Eropa ini, kemauan untuk mempertahankan kebudayaan Hindu Bali sangatlah besar. Dari tahun ke tahun kegiatan perayaan hari besar umat Hindu tetap aktif diselenggarakan. Berbagai kesenian Bali sudah dipertunjukan, digali dan dilestarikan. Dari penari cilik hingga penari berumur diatas 60 tahun semakin hari semakin bertambah. Itulah bukti nyata, bahwa kebudayaan Hindu Bali digemari dan dicintai. Dengan demikian, kekhawatiran akan tergusurnya budaya Hindu Bali yang oleh sebagian orang dicap ribet akan dapat kita hapuskan.






Rabu, 08 Juli 2015

Butuh ketulusan hati mempromosikan budaya Indonesia di Eropa




                Barangkali kita tidak mengira bahwa sekecil apapun promosi budaya Indonesia yang dilakukan di negeri orang, akan memudahkan warga setempat mengenal Indonesia yang sesungguhnya. Kait mengkait, dibicarakan orang, dari mulut ke mulut, dari media cetak maupun elektronik, media sosial, youtube semua memuat  kegiatan promosi budaya tersebut sehingga menjadi pusat perhatian mereka.

                Barangkali pula, kita tidak mengira bahwa  promosi budaya ada yang dilakukan atas dasar konsep gotong royong (tanpa Imbalan) dan juga atas dasar profesionalisme karena memang profesi dan mata pencahariannya disitu. Gotong-royong sebagai salah satu budaya Indonesia menjadi perekat sikap sosial masyarakatnya. Walaupun berada di negeri Eropa, sikap gotong-royong dalam konteks promosi budaya Indonesia masih diperlukan dan patut diteladani. Dilain pihak,  Kitapun harus menghargai orang-orang yang memang berprofesi disitu, mereka menghabiskan waktu, mengeluarkan biaya transportasi dan tentunya membutuhkan biaya hidup sehari-hari.    



                Barangkali pula, kalau tidak ada sebuah komitmen kuat, kegiatan promosi budaya Indonesia yang dilakukan di luar negeri tidak akan pernah ada hasilnya. Komitmen inilah yang melangkahkan kaki saya sebagai seorang penabuh gamelan melakukan promosi budaya di Eropa. Tidak sendirian, tapi bersama teman, keluarga, kerabat, warga setempat atas prakarsa sendiri maupun dukungan KBRI Brussel. Dalam data pertunjukan yang saya lakukan dari tgl 2 Mei sampai  20 Juni 2015 terdapat 10 kali event budaya  berlokasi di Belgia, Belanda hingga Swedia. 


                Perayaan saraswati 2 Mei 2015 di Parc Pairi Daiza Belgia, dilakukan melalui konsep gotong royong oleh komunitas masyarakat Bali Belgia-Luxembourg (Banjar Shanti Dharma ) yang membuahkan kegiatan budaya yang paling saya kagumi.  Kagum akan kemauan masyarakat Bali di Eropa berbondong-bondong datang ke Belgia berpartisipasi dalam perayaan Saraswati terbesar di Luar Indonesia.  Mereka datang  mensukseskan kegiatan itu dalam berbagai bentuk misalnya menari, menabuh, membersihkan material persembahyangan, membawa buah-buahan, menghaturkan bunga hingga menyediakan makanan Bali secara sukarela.



                Terus, bagaimana feedback acara tersebut dari pengunjung ? Bukan pamer juga  bukan ''ember'' tapi ini kenyataan dari feedback masyarakat setempat yang saya baca dari komentar fans facebook Pairi Daiza tentang perayaan Saraswati yang dipublikasikan tgl 27 April 2015 lalu membuktikan bahwa antusias masyarakat Belgia sangat tinggi. Dalam hitungan sehari status Facebook Pairi Daiza itu di share 520 kali dan diberi jempol like oleh 2125 orang.  Komentarnya sangat positif mulai dari kata sanjung magnifique (luar biasa)  hingga ungkapan sniff (mendengus kecewa ) ketika tidak bisa hadir karena ada acara dihari itu juga. 

                Setelah berakhirnya kegiatan perayaan Saraswati itu, seminggu kemudian langkah promosi budaya selanjutnya adalah tgl 9 Mei 2015 di Kortemark dan tgl 10 Mei 2015 di Gent, Belgia yang didukung kuat oleh istri dan ketiga anak saya tersayang.  Ada nilai positif yang saya dapatkan dengan keikutsertaan keluarga. Bersama mereka saya bisa menikmati suasana lain, mengesksplore obyek wisata sekaligus mengedukasi anak-anak  betapa penting menanamkan budaya Indonesia yang dikenal karena toleransinya untuk diteladani. Inilah kesempatan emas buat saya, menghindari anak-anak kita agar tidak kecanduan Ipad, wii, xbox 360, PS, video game dan lain lain. 


                Tahukah pembaca, dalam upaya mempromosi budaya Indonesia dibutuhkan networking yang baik. Jadi jangan pernah berpikir bahwa setiap event itu selalu mendapatkan imbalan uang. Uang kadang-kadang membawa kesulitan. Pengalaman pahit yang saya dapatkan, ketika saya baru 3 bulan di Belgia. Saya ditawarkan mengajar gamelan ke Belanda. Saya tidak tahu berapa harus mendapat bayaran. Iseng saya bertanya kepada seorang teman yang ''Sok Tahu'' dengan menyatakan biaya mengajar itu harus mahal. Jumlahnya sekian, jangan mau dibohongin. Ini di Eropa titik ! ujar dia dengan muka merah sambil berapi-api. Dasar memang saya masih polos dan lugu, saya mengikuti sarannya dengan mematok harga. Ternyata hanya sekali itu saja saya diminta mengajar gamelan ke Belanda. Sayangnya tidak diundang lagi. Saya tahu dari pihak pengundang yang menyatakan saya terlalu mahal.  Hmm.. Kasihan dech gue ! sambil menyesali apa yang telah terjadi.

                Sebenarnya hati saya sangat malu bercampur bingung saat itu. Tapi setelah saya dalami lebih jauh, saya menjadi mengerti keadaannya.  Saya bertekad seperti kehidupan saya sebelumnya di Bali dengan pesan ayah saya kepada anaknya  ''seni yang terpatri dalam jiwamu itu, harus disebarkan dengan jiwamu tulus'' (tulus disini maksudnya jangan terlalu uang saja yang kamu pikirkan). Sambil mendesah saya ingat pesan orangtua yang baik itu.


                Tanpa pikir panjang sambil mengingat  pesan sang ayah, saya melangkah lagi tgl 16 Mei 2015 ke Cultureelhuis Heerlen, Belanda. Ditempat ini saya menampilkan suling Bali dan kendang bersama grup band De Gentlemen’s Groove yang mengalunkan alunan suling Bali Dwi Smara dan Shiwi lagu ciptaan sendiri. Pertunjukan sukses dan mendapat applaus dari penonton.  Kemudian tgl 24 Mei  2015 di kota Mechelen Belgia saya berpacu dengan waktu menampilkan suling Bali bersama grup band Belgia Selene's Garden, yang sedang merelease album terbaru mereka dalam bentuk CD dimana saya memainkan suling dan kendang di album tersebut.  (klik video: selene's garden dengan suling)

                Kedua event yang saya lakukan diatas yaitu suling Bali berkolaborasi dengan band Belanda dan Belgia, berawal dari kemauan untuk mencari relasi yang baik. Relasi atau networking itu akan memberi kesempatan lain buat saya. Gayung bersambut dengan ketulusan itu pula saya memperoleh tawaran main di beberapa kota di Eropa.  Benar sekali, makna dari pesan singkat orang tua di Bali bahwa  ''kesempatan akan selalu ada karena ketulusanmu''.  Kesempatan datang lagi seminggu kemudian dengan mengikuti parade ogoh-ogoh Bali, suling Bali kreatif  dalam Tong Tong Fair & Festival, Den Haag tanggal 27 Mei 2015, (video: suling bali di Tong Tong Fair 2015) selanjutnya Balinese Dagen Prananatha tgl 13 - 14 Juni 2015 di Wasmunster (video : Balinese dagen di waasmunster) , Perayaan Tumpek Wariga di Parc Pairi Daiza tgl 20 Juni 2015 (video : tari Bali di Tumpek Wariga Pairi Daiza, dan  suling bali dengan soprano saxophone ) serta baru-baru ini memainkan rindik Bali selama 3 hari tgl 16 -18 Juni 2015 dalam rangka The Nordic World of Coffee di Guthenburg Swedia. (video : Rindik Bali di Swedia)

                Apakah benar kita tidak membutuhkan imbalan ? Belum tentu. Jujur saya katakan beberapa event yang berskala komersial tentu membutuhkan dan mengeluarkan biaya. Kalau berskala sosial misalnya untuk kemanusian dan berskala kecil tidak apalah, masih kita bisa bantu.  Jujur juga saya katakan, kehidupan di Eropa ini semakin hari semakin berat. Sejak 2 tahun ini saya tercekik oleh biaya asuransi kesehatan Belgia yang meruntuhkan semangat saya.  Apalagi menanggung ketiga anak saya dan istri yang harus dikawal kehidupannya, harus dijamin kesehatannya, harus ditanggung sekolahnya. Bergantung dari gaji bulanan saja di kantor saya bekerja tidaklah mencukupi. Maka dari itu, ada sebuah jalan yang harus saya  lalui. Jalan itu berupa perjuangan keras dengan strategi tetap bertahan mempromosikan budaya Indonesia ke pelosok kota di Eropa. Dengan harapan disamping menentramkan jiwa dan hati yang tercekik dengan mahalnya asuransi kesehatan, perjuangan keras ini akan saya jadikan pelajaran hidup paling berharga supaya  kita tidak mudah menyerah walaupun tantangan berat melilit sekujur tubuh kita.

                Dan salah satu upaya kongkrit dalam menghadapi tantangan itu, saya melakukan promosi budaya Indonesia melalui chanel youtube dengan jumlah video 1603 clip, 1,070 Subcribers, dan jumlah vieuws/pengunjung  sebanyak 1. 357. 383 vieuws (Juni 2015). Jika pembaca meluangkan waktu untuk melihat video saya dibawah ini, hati saya pasti sumringah karena menambah daftar jumlah pengunjung dalam chanel video saya ini. (klik disini  : video promosi Indonesia di Belgia)

dimuat di kompas.com