Jumat, 30 Januari 2015

Petualangan berkesenian di empat kota besar Eropa.

The Adventures of Ciaaattt :

Petualangan berkesenian di  empat  kota besar  Eropa.

Bila anda mengadakan perjalanan ke Eropa, hal paling utama yang harus diingat adalah ‘’waktu’’.  Di Eropa, menghargai waktu merupakan tradisi. Tradisi turun-temurun yang diwariskan  hingga kini.  Tradisi ini menjadi kebiasaan rutin yang terpatri dihati sanubari warganya. Kemana kita pergi, waktupun  menanti ! 

Ketika meninggalkan Bali menuju Belgia pada tahun 1996, saya menyadari bahwa waktu merupakan hal yang paling penting. Terbiasa dengan ’’waktu’’  membuat saya  mudah beradaptasi terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Pada akhir November 2014 hingga awal Januari 2015, saya memperoleh kesempatan mengajar gamelan Bali di empat  kota besar di Eropa yaitu Barcelona, Den Haag, Koln dan  Paris.  Perjalanan ini saya sebut sebagai Petualangan Ciaaattt (The Adventures of Ciaaattt).  Ciaaattt adalah slogan semangat, dimana sewaktu kecil saya pernah ikut bermain pencak silat. Ucapan tersebut selalu mengingatkan saya dimanapun berada.  Khusus untuk saya sendiri, Ciaaattt bermakna ekspresi semangat dalam aksi berkesenian. Di facebook, twitter serta youtube saya selalu  menggunakan Ciaaattt. Tujuannya hanya satu, ingin tetap berkesenian dimanapun berada. (https://www.youtube.com/user/agusbelgique)




Saya tinggal di kota Brussel - Belgia, ibukota Uni Eropa terletak strategis berdekatan dengan kota besar Eropa lainnya. Dalam petualangan ini,  saya berusaha menyusun rencana perjalanan (itinerary), mengurutkan waktu secara kronologis,  praktis,  lengkap dengan lokasi, obyek wisata,  akomodasi,  transportasi serta menyelipkan suling Bali kesayangan saya.


Barcelona, kota cantik berparas unik

            Pada tgl 28 November 2014, saya melakukan perjalanan ke Barcelona. Penerbangan dari Bandara Internasional Zaventem Brussel menuju bandara Barcelona ditempuh dengan cepat hanya 1,5 jam.  Cuaca saat itu kurang bersahabat, beberapa kali pesawat terguncang turbulence. Penumpang pesawat ‘’cerewet’’ dengan bahasa mereka masing-masing, ada yang berbahasa Perancis, Inggris, Belanda, Spanyol dan serentak bersorak horeee..! Karena pesawat mendarat mulus di Bandara Barcelona tepat  pukul 11.00. Penerbangan ini menggunakan pesawat Ryanair, Irlandia.  Tiket paket hemat seharga 111,74 euro (92 euro harga promo + optional fee )
Selama 5 hari berada di Barcelona dari tgl 28 November - 2 Desember 2014, saya membagi waktu dengan ekstra ketat. 3 hari untuk workshop dan 2 hari untuk jalan-jalan. Workshop gamelan Bali  dilakukan di Museum ‘’Museu de la Música’’  yang berjarak  200 meter dari Torre Agbar, sebuah bangunan tinggi berlantai 38 berbentuk mentimun milik perusahaan Water treatment, Aigues de Barcelona.


Workshop gamelan ini diikuti oleh 18 orang penabuh/pemusik multinasional berasal dari Spanyol, Irlandia, Perancis,  Italia, Panama, Jepang dan Rumania. Grup ini disebut Gamelan  Panempaan Guntur  yang didirikan  bulan September 2013 oleh Jordi Casadevall (37 tahun), warga Katalan, Barcelona.  Mereka dengan serius mempraktekan tekhnik gamelan Bali seperti ngotek, norot, nyogcag dan ngempat dengan total waktu 20 jam. Tekhnik ini sengaja diberikan sebagai dasar-dasar kuat untuk meningkatkan kemampuan bermain gamelan Bali. Gending Bali yang dipelajari diantaranya gilak baris, hujan mas, tabuh telu sekar gadung serta Kégibi (Kotekan Gamelan Bali).
Keseriusan selama 3 hari, saya segarkan kembali selama 2 hari dengan mengunjungi obyek wisata seperti masterpieces arsitek hebat Antonio Gaudi  diantaranya ; La Sagrada Familia, Casa Batllo, Casa Mila (La Pedera).  Saya terpesona  dengan kecantikan dan keunikan karya Gaudi itu. Kemudian Las Ramblas yaitu  jalan panjang 1,2 km terbentang dari Plaça de Catalunya menuju  patung penjelajah legenda Christopher Columbus. Banyak  hal kita bisa temui di  La Ramblas ;  bar, restoran, toko souvenir berderet menjajakan kaos  bintang sepakbola Barca ‘’Messi’’ dengan harga antara 29 – 35 euro. Tentunya tidak ketinggalan membesuk Camp Nou Stadium, sebuah simbul sportivitas dan kebanggaan warga katalan terhadap club sepakbola Barcelona yang kesohor itu.




Koln, kota tua yang bergairah

        Dari stasiun Brussel Midi  menuju stasiun  Köln Hauptbahnhof waktu tempuh perjalanan hanya 1,47 jam menggunakan  kereta api high-speed Thalys. Tiket tarif  semi flex (gratis wifi) seharga 86 euro pp. Pagi itu, hari Sabtu, 6 Desember 2014 pukul 08.15 udara sangat dingin disertai hujan rintik-rintik. Saya  melangkah menuju Kölner Dom yang berjarak persis dibelakang stasiun. Walaupun telah beberapa kali mengunjungi kota ini, saya tetap saja terpikat dengan Kölner Dom.
       
Pada Perang Dunia II,   kota Koln hancur lebur berantakan hampir 72 %. Bangunan yang tersisa hanya Kölner Dom, sebuah gereja gothic peninggalan abad 18 yang berdiri megah dengan tinggi 157,38 m. Kölner Dom merupakan sebuah peninggalan sejarah kota menjadi ikon unik kebanggaan warga setempat. Beruntung wajah kota tua ini masih tersisa apik, berkat ketulusan warganya menjaga dan melestarikan keunikannya.  Wajah kota tua itu bukanlah menggambarkan kerentaan, melainkan simbol gairah untuk menginspirasi kaum muda dengan harapan kejadian buruk di masa lalu tak terulang kembali.





        Selang beberapa saat kemudian, saya dihampiri  Nyoman Suyadni, pemilik sanggar seni Bali Puspa yang mengundang saya dalam rangka pelatihan gamelan Bali selama 2 hari. Bersama suaminya Ralf Mindhoff, Nyoman mendirikan sanggar Bali Puspa pada tahun 1995 yang beranggotakan warga Jerman dan Indonesia. Dalam pelatihan ini, saya mengajarkan materi seni Legong keraton. Legong adalah sebuah tarian klasik Bali dengan gerakan yang kompleks, terikat oleh pakem tabuh pengiring yaitu gamelan Bali. Antara gerak tari dan aksen (angsel) gamelan saling menyentuh satu sama lain sehingga menyatu dalam penampilan. Tingginya kesulitan tekhnik gamelan Bali ini, menjadi penyebab utama keterlambatan menguasai gending-gending legong tersebut. Namun demikian, kemauan dan niat yang besar ditambah gairah tekad membaja pada akhirnya mereka berhasil menguasai  tekhnik gamelan Bali yang dikenal cepat dan berenergi. 


Den Haag, kota akrab bermakna sahabat.
Menjalin persahabatan kepada siapa saja mutlak kita perlukan. Bersahabat sambil  membangun networking sangat menunjang kelancaran apa yang ingin kita raih. Berkat persahabatan pula saya memperoleh kesempatan mempertunjukan kesenian Bali di Den Haag, Belanda.  Sebut saja Winternachtel Festival, Tong Tong Festival, Pasar Malam Indonesia (PMI), Workshop kecak di American School of The Hague, Konser Visit Indonesian Year 2008 serta Gamelan dan Kecak dalam Perayaan Galungan Kuningan. Semua itu menambah lengkap daftar pertunjukan yang saya lakukan di kota Den Haag.
            Pada hari Sabtu tanggal 13 Desember 2014, dari stasiun Brussel Central saya tiba tepat pukul 10.30  di stasiun Den Haag Central.  Perjalanan tsb ditempuh selama 2,5 jam dengan train IC (intercity). Tiket seharga 40 euro pp. Hari itu adalah jadwal latihan rutin bulanan  mengajarkan gamelan untuk komunitas Bali ‘’Banjar Suka Duka Belanda’’  di KBRI Den Haag.  Materi seni yang dipelajari diantaranya tabuh gilak, sekar rare  ongkek ongkir, gending merah putih, pendet, baris serta musik prosesi Bleganjur.  
Penabuh gamelan ini  berjumlah 30 orang,  90% adalah wanita. Mereka sungguh luar biasa.  Kenapa ?  Satu, karena mereka wanita. Kedua, karena mereka tidak melupakan budaya dan identitasnya. Ketiga, semangatnya menggelora. Padahal kesibukan dengan keluarga, pekerjaan dan  waktu menjadi hambatan utama bagi mereka. Syukurlah, mereka tulus  menyisihkan waktu untuk menjaga dan melestarikan budayanya.
            Kota Den Haag terkenal dengan sebutan kota pemerintahan. Dari sudut pandang berkesenian, Den Haag adalah  kota akrab bermakna sahabat. Saya tidak akan pernah lupa bahwa berkat kota ini pula saya mengenal para sahabat seni yang memberikan ruang, waktu dan tempat untuk saya berkesenian di negeri Belanda.




Paris, Jauh dimata dekat di hati.

          Jarak antara kota Brussel dengan kota Paris adalah 300 km. Mengendarai mobil ditempuh dengan waktu 3,5 jam non-stop sedangkan  menggunakan kereta api Thalys hanya 1,22 jam.  Tiket Thalys tarif semi flex seharga 118 euro pp.  Saya memilih Thalys karena lebih praktis, cepat dan efisien daripada mengendarai  mobil.  

            Hari itu, Jumat 9 Januari 2015  pukul 16.15 saya tiba di Stasiun Gare du Nord Paris. Dengan perasaan was-was dan khawatir terhadap suasana Paris yang mencekam pasca penembakan di kantor koran satir Charlie Hebdo. Berkali-kali saya memantau informasi lewat media tentang situasi update kejadian tersebut. Persis hari itu juga, Polisi Perancis mengerahkan pasukan khusus untuk mengejar pelaku penembakan.  Pada malam itu juga, pelaku penembakan berhasil dilumpuhkan. Ketegangan demi ketegangan terlihat mencekam diberbagai media massa. Breaking News hampir disemua stasiun televisi. Berbeda dengan pengamatan saya dilapangan  bahwa masyarakat Paris merespon dengan tenang dan biasa saja melakukan aktifitas.

            Setelah beberapa saat menunggu, Hsiao dan Theo warga Taiwan dan Perancis anggota  grup Puspa Warna gamelan Bali dari Paris datang menjemput. Bersama mereka saya menaiki metro (kereta bawah tanah) menuju menara Eiffel.  Seperti turis pada umumnya,  berfoto sejenak diatas Place du Trocadéro, sambil memandang menara Eiffel dari jarak 200 meter.  Sesekali termenung dan bersyukur karena sudah hampir 10 kali ke Paris, hati saya selalu tergoda dihadapan menara Eiffel.


            Tiba saatnya, saya mengajar gamelan Bali  di ruang kesenian KBRI Paris.  Sekitar 18 orang penabuh warga perancis secara tekun berlatih beberapa gending tari barong, kebyar duduk, topeng Bondres, baris selama 2 hari. Dalam agenda pertunjukan, grup Puspa warna akan menggelar pertunjukan gamelan dan tari Bali yang akan diselenggarakan pada tanggal 12 – 13 Maret 2015 di Paris, Perancis.





Sabtu, 17 Januari 2015

Menebar Seni Nusantara di Kota Versailles, Perancis

Menebar Seni Nusantara di Kota Versailles, Perancis

‘’ Dalam sebuah pertunjukan, derap langkah menghentak, suara ‘’byuk sirrr ‘’ serentak bergema. Energi kuat merasuk jiwa, suara vokal cak-cak-cak ritmis berdaya magis. Ekspresi wajah sumringah, jari lentik bergetar terhembus angin dengan desahan panjang …ssssssssss………tiba-tiba Putu Anggawati seorang penari kecak berumur 60 tahun berteriak ; Tiiiiii...! artinya berhenti.  Penonton terdiam, serius menyaksikan babak demi babak penampilan kecak Ramayana yang diperankan oleh Ibu- Ibu Indonesia dengan gigih dan bersemangat dalam acara Spectacle de danse Indonesie di Versailles, 30 km dari Paris pada hari Minggu, 11 Januari 2015.





Hanya satu kata, hebat ! Siapa menyangka 35 orang Ibu-Ibu Indonesia yang sudah menetap hampir 30 tahun di Perancis sanggup mempertunjukan kecak Bali berlakon Ramayana, yang biasanya ditarikan oleh kaum laki-laki. Ibu-ibu ini berasal dari Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan dll.  Menyatu kuat dalam kebhinekaan nusantara. Mereka berhasil karena semangat berlatih, niat dan kemauan  yang sungguh-sungguh. Tidak itu saja, mereka ingin membuktikan bahwa keberadaan mereka selama puluhan tahun di negeri orang,  harus tetap setia mencintai budaya nusantara yang dikagumi dunia. ‘’ Budaya kita sarat akan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan, nilai ini kita petik dan  tumbuhkan kembali.  Kita pengaruhi warga eropa dengan toleransi budaya  yang kita miliki. Maka dari itu, tidak ada kata terlambat untuk mempelajari  budaya kita, kapan saja dan dimana saja, ‘’ ujar Putu Anggawati pimpinan grup kecak Sekar Jagat Indonesia (SJI) tersebut.

Disamping pertunjukan kecak, SJI juga menampilkan beraneka ragam tarian nusantara diantaranya Tari Tor-Tor Batak, Yapong Jakarta,  Bajidor Kahot Jawa Barat, Prosesi Banten Sokasi, Sekar Jagat, Rejang, Belibis, Janger dan Ciaaattt Suling Bali. Penampilan berturut-turut selama 1, 5 jam tersebut mendapat sambutan hangat dari publik Perancis yang berjumlah seratus orang.

Kegiatan bertema solidaritas ini merupakan pertunjukan amal  yang diselenggarakan oleh organisasi sosial Solidarites Nouvelles pour Logement (SNL) Perancis. Organisasi ini membantu menyediakan rumah sosial kepada warga kurang mampu  berupa apartemen atau rumah layak huni dengan harga terjangkau. Warga kurang mampu tesebut kebanyakan adalah penduduk asing yang berimigran ke Perancis. Menurut pihak penyelenggara Madame Helene, bahwa SNL telah melayani  7300 warga tak mampu dengan jumlah 1000 tempat tinggal yang tersebar  di daerah l’lle de France.  Atas undangan Soildarites Nouveles pour Logement inilah SJI berinisitif membantu secara iklas kegiatan ini dengan menampilkan seni budaya Indonesia, dimana hasil daripada amal tersebut diberikan kepada organisasi sosial tersebut.

Sekar Jagat Indonesia (SJI) yang beranggotakan sebanyak 55 orang didirikan pada bulan Juni 2011 dengan status diakui pemerintah Perancis sebagai organisasi nirlaba atau non profit. Berbekal semangat dan ingin mempererat hubungan antar sesama orang Indonesia, menebarkan budaya nusantara serta mecintai budaya tanah air adalah misi utama organsasi ini.  Gayung bersambut dari Perwakilan Indonesia di Paris, KBRI Paris






mendukung kegiatan SJI ini dengan memberikan faisilitas ruangan untuk melakukan latihan secara reguler beberapa kali sebulan. KBRI Paris juga memberikan kesempatan kepada SJI untuk mempromosikan budaya Indonesia di beberapa tempat di Perancis seperti di pusat kota Paris, Bretagne (wilayah Barat Perancis), Université du Havre - Le Havre, Montigny, dll. Sedangkan di luar Perancis SJI juga melebarkan sayapnya ke negara tetangganya yaitu Belgia, dengan menampilkan kecak di Taman Pairi Daiza Brugelette Belgia pada tahun 2014 lalu.


Ni Putu Anggawati
Keaktifan SJI ini tidak terlepas dari pimpinannya  yang dengan gigih mempertahankan budaya Indonesia di luar Negeri. Sesosok ibu yang sederhana, sabar, ulet dan mantan pemandu wisata PACTO’s Tour & travel di Bali. Telah menetap sejak tahun 1981 di Perancis serta menjadi wanita Bali pertama yang menjelajahi Perancis selama bertahun tahun. Putu lahir di Banjar Delod Peken Tabanan Bali pada tahun 1954. Sekarang ini  tinggal  bersama suami tersayang Thierry Sautelet warga Perancis dan  dikarunia dua putra yaitu Christian dan Andrien yang sudah beranjak dewasa. Putu mendirikan SJI dengan susah payah yang pada awalnya beranggotakan beberapa orang saja. Selanjutnya dengan motivasi serta materi seni yang bervariasi, Putu berhasil menarik dan menyatukan warga Indonesia untuk ikut belajar dan mempertunjukan kesenian nusantara. Jumlah awal anggota  11 orang bertambah besar  menjadi 55 orang pada tahun ini.



Putu Anggawati

Mencintai Budaya Sendiri
Banyak diantara kita sudah melupakan kecintaan akan budaya sendiri. Terlebih lagi, mudahnya budaya asing diminati kalangan muda di Indonesia. Kitapun tidak berdaya dibuatnya. Sah-sah saja, budaya asing diapresiasi karena ada diantaranya memberikan warna baru dalam akulturasi budaya kita. Sebaliknya, warga asing berlomba-lomba mempelajari dengan serius sehingga mereka tidak saja mampu mempertunjukan tetapi mengambil inti sari nilai-nilai budaya kita. Mereka perdebatkan, didiskusikan, dipahami sehingga mereka juga mencintai  Indonesia.

  Tinggal di luar negeri sambil mempertunjukan budaya nusantara berbeda jika kita  tinggal di negeri sendiri.  Kerinduan akan kampung halaman sangat  besar.  Keberanian menampilkan diri diatas panggung mengangkat rasa percaya diri. Tumbuhlah rasa persaudaraan diantara sesama warga Indonesia karena sering bertemu. Ini membawa signal positif terhadap kehidupan kita di negeri orang. Dengan kata lain, marilah kita sayangi budaya kita sendiri, kita pelajari, kita tebarkan, kita lestarikan seperti apa yang telah dilakukan oleh Ibu-Ibu Indonesia Sekar Jagat Indonesia Perancis yang gigih dan kuat ini. Terimakasih SJI.

di muat di metro bali : 
http://metrobali.com/2015/01/17/menebar-seni-nusantara-di-kota-versailles-perancis/

di Kompas.com :
http://travel.kompas.com/read/2015/01/18/115200027/Menebar.Seni.Nusantara.di.Kota.Versailles.Perancis



Selasa, 13 Januari 2015

Pura Bali bersalju di Belgia 2014

      Pura Bali berselimut salju

Pada minggu terakhir di bulan Desember 2014 temperatur di negeri Belgia menurun dibawah nol derajat. Gelombang dingin yang disertai hujan salju diramalkan akan turun di beberapa kota di Belgia. Media cetak dan elektronik setempat berlomba-lomba memberitakan kondisi cuaca yang dipandu oleh para presenter cantik dan menarik. RTLTVI stasiun televisi swasta Belgia berbahasa Perancis memberitahukan dalam tanda kutip  ''akan terjadi chaos'' di beberapa kota akibat turun salju pada hari Sabtu  27 Desember 2014.   ”Pengguna jalan harus berhati-hati karena jalan licin ber''es'' !  Angin berhembus kencang antara 90 - 100 km/h. Belgia akan membeku ! Pemberitaan tersebut disiarkan secara detail sebagai himbauan dan peringatan dini kepada masyarakat.  
      
Prakiraan turunnya salju  dalam pemberitaan  tsb menjadi kenyataan. Terlihat anak-anak menyambut dengan perasaan suka cita  Beberapa kendaraan  terpeleset  ke pinggir jalan karena licin. Suasana '' sedikit chaos''.  Salju semakin deras menyelimuti seluruh ruas jalan dari sore hingga dini hari. Semakin putih dan semakin tebal. Kendaraan  melaju dengan kecepatan 25 - 45 km/jam.  Polisi dan ambulance berdering-dering membunyikan sirine tanda keadaan darurat. Bagi masyarakat yang diam dirumah lebih beruntung,  namun sial bagi yang terlanjur bepergian. Mereka sudah pasti tertimpa chaos di jalan raya.  


Sawah berundag-undag terbujur beku bersalju
       Keesokan harinya, matahari terang benderang, langit biru, suasana hening dengan temperatur -6 derajat. Kota Brussel dingin sekali. Saya bergegas keluar rumah menikmati suasana cerah diwaktu pagi.  Sarung tangan dan jaket tebal menghangatkan badan dari kedinginan. Hari ini, saya  berkeinginan untuk melakukan persembahyangan sekaligus ingin melihat Pura Bali berselimut salju secara langsung. Pura Bali itu bernama Pura Agung Santi Bhuwana, terletak di Taman Pairi Daiza, 85 km dari kota Brussel, Belgia. Pura ini adalah pura terbesar di luar Indonesia yang didirikan oleh Eric Domb, warga Belgia pecinta budaya Bali. Di Pura ini pula, ratusan umat  hindu Bali yang berdomisili di Eropa secara rutin bersembahyang untuk merayakan odalan Saraswati, Tumpek Wariga, Tumpek Kandang, Purnama dan lain lain.

odalan saraswati 2014 di musim panas
         Selama perjalanan dari kota Brussel menuju Pairi Daiza, saya melewati perkampungan desa, hutan, hamparan tanah pertanian diselimuti salju. Sungguh indah nan menawan. Perjalanan itu ditempuh selama 1 jam 45 menit dengan kendaraan pribadi. Matahari cerah menyambut hangat ketibaan saya di Pura. Bersyukur tidak ada rintangan dalam perjalanan walaupun jalanan licin menghantui perasaan berjam jam.

         Sejak diresmikan pada bulan Mei 2009, pura ini juga pernah diselimuti salju pada bulan Desember tahun 2009 dan Januari 2013. Namun sayang, saya belum  pernah melihat secara langsung keunikan itu. Mungkin hari ini adalah anugrah. Niat tulus untuk bersembahyang menjadikan hari ini sebagai hari yang sangat istimewa.

the flower Temple

the flower temple
         Disebelah kiri area pura berdiri menjulang the Flower temple, bangunan ini bermakna simbolik tentang bunga dan air menjadi sumber kehidupan.  Dari ketinggian ini saya  melihat panorama utuh keindahan pura berselimut salju. Wah ! Sangat menakjubkan. Struktur  bangunan pura yang terbuat dari batu alam gunung agung Bali seperti candi bentar, piyasan, bale kulkul, kori agung, paruman, padmasana bersanding kontras dengan garisan putih salju memperjelas sisi pinggir bangunannya. Sementara itu, sawah berundag-undag yang berada persis disamping kanan pura terbujur kaku tertutup salju. Unik dan sangat mengesankan.
       
sawah berundag undag di musim panas


sawah berundag undag beku
        Angin berhembus sepoi-sepoi, tangan bergetar, dingin telah merasuk ke dalam tubuh. Saya duduk bersila menyiapkan segala perlengkapan persembahyangan. Asap dupa beraroma wangi, air suci dipercikan, mantra dilantunkan dan  matapun terpejam memusatkan pikiran. Hening, sunyi, khidmat dan damai dihati. Sebuah kekuatan entah datang darimana, merangkul energi mempengaruhi rasa dan pikiran. Airmata berlinang, memancarkan  keharuan menikmati ''keajaiban'' ini. Bangga dengan kebudayaan Hindu Bali berada sangat dekat dihati masyarakat Eropa. Saya berharap, keberadaan pura ini memberikan kesadaran kepada umat hindu Bali di perantuan untuk tetap menyayangi budayanya sendiri, mempertahankan keyakinan sekaligus melestarikan adat dan istiadat hindu Bali yang tidak boleh punah diterjang ombak  modernisasi. Semoga ! (Pura Bersalju youtube : http://youtu.be/N-StQVY4FBk )








Pairi Daiza
Pairi Daiza adalah sebuah taman konservasi alam, tempat rekreasi dan taman budaya dunia dari berbagai negara yang luasnya 55 hektar. Di Taman ini terdapat  taman Cina, Jepang, Australia, Thailand, India, Afrika dan Indonesia. Taman Indonesia diresmikan pada tanggal 18 mei 2009 oleh Menteri Pariwisata Jero Wacik. Pembangunan Taman Wisata Indonesia (Indonesian Garden), yang mana di dalamnya  berdiri megah Pura Bali yang bernama Pura Agung Santi Bhuwana, yang ukurannya sama sebesar ukuran pura besar di Bali. Uniknya disain Puri Agung Santi Buwana di bangun di atas tanah sawah bertingkat, terasering (berundag / pundukan) seperti persawahan yang ada di Bali. Taman ini dibuka untuk umum dari bulan april sampai bulan November. Mengunjungi taman ini dikenakan Tiket masuk seharga  28,50 euro untuk dewasa. Sedangkan untuk masyarakat Hindu Bali yang sedang merayakan kegiatan keagamaan diberikan tiket gratis yang dikoordinir oleh komunitas masyarakat Bali di Belgia yaitu Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxembourg.
Pairi Daiza
Alamat : Domaine de Cambron, 7940 Brugelette – Belgium
www.pairidaiza.eu




       
     
     


         



















Dimuat di Kompas :    
http://travel.kompas.com/read/2015/01/14/120400927/Pura.Bali.Berselimut.Salju.di.Belgia

Nusa Bali :