Senin, 20 Oktober 2014

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 16)

Kembali ke Belgia lagi.

        Setelah sebulan penuh berada di Pulau Bali, menikmati kebahagian adalah hal utama yang saya lakukan. Menikmati keindahan pulau dewata, bagaikan turis manca negara yang baru pertama kali mengunjungi Bali. Semua keluarga ikut senang dan merasakan bahwa pertemuan selama di bali adalah melepas kangen sambil berbagi informasi mengenai Belgia. Namun apa daya, saya harus membulatkan tekad untuk kembali bekerja ke Belgia. Barangkali yang paling sedih adalah ''kekasihku'' serta orang tua dirumah. Saya selalu meyakinkan kepada mereka bahwa ini adalah jalan hidup, saya akan jalani walau tidak mudah.  Pada akhirnya dengan berat hati mereka memberikan persetujuan. Persetujuan tersebut memberikan semangat bagi saya. ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu, begitu petuah ortu dan kekasihku tersayang ''.

        Singkat cerita, saya kembali menjalani kehidupan di Brussel Belgia. Seperti rencana semula, saya tetap mencari kesempatan dalam kesempitan. Mencari teman dan kawan untuk diajak bekerjasama dalam upaya saya menebarkan seni di Eropa ini. Di KBRI brussel, aktifitas mengajar gamelan seperti biasa dilakukan. Disamping itu, saya berusaha aktif dalam kegiatan KBRI Brussel misalnya acara dinner, saya selalu membantu menyiapkan peralatan piring, angkat sound system, angkat meja dan lain lain. Saya senang melakukan itu, karena selesai dinner sayapun mendapat sebungkus nasi untuk dibawa ke rumah..he..he. Jadi saya terlalu ingat bahwa ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu ''....

         Oh ya, para pembaca setia, bosan kali ya tulisan saya hanya gamelan dan menari ya. Dibawah ini saya juga bercerita mengenai pengalaman unik mencari tempat-tempat unik seperti Grand Place. Mudah-mudahan ''Mencari Keunikan'' seperti dibawah ini bermanfaat untuk para pembaca.


''Mencari Keunikan'' Grand Place, Brussel. 

Grand Place/Grote Markt adalah sebuah alun alun kota teranggun di dunia. Berbentuk persegi panjang (rectangle) dengan ukuran panjang 110 meter dan lebar 68 meter. Dikelilingi arsitektur abad pertengahan yang menjadi puncak peradaban zaman itu. Kesan zaman itu tidak pernah memudar walau hari berganti hari tahun berganti tahun. Sepertinya akan tetap abadi menjadi ikon unik untuk selamanya. Town Hall (Balai kota) berdiri megah didirikan pada tahun 1402 oleh arsitek Jaques Van Thienen ; La Masion du Roi/The House of The King  ; La Maison des Boulangers dan lai lain. saya ceritakan satu satu ya. jangan bosan ya...

1. Cafe Le Roy d'Espagne 

         Saat itu adalah pukul sebelas pagi di bulan februari 1997, angin berhembus agak kencang membawa suasana dingin sehabis turun hujan. Saya berada persis di tengah alun-alun kota Brussel, Grand Place ! Ceklek ! suara kamera foto yang dijepret seorang turis yang lewat, ditujukan kepada saya. Naris dikit ya ! Para turis asing mulai berkeliaran sembari menjepret kesana kemari menyemut di Grand Place. Saya menengok sebuah cafe yang unik berada persis disamping kiri gedung Town Halll. Cafe tersebut bernama ''Le Roy d'Espagne'' (Raja Spanyol) atau juga disebut La Maison des Boulangers (Rumah tukang roti). Cafe ini berarsitektur baroque terdiri dari tiga lantai dengan luas ruangan yang cukup lebar.  Ruangan luas memberikan kesan terasa lega. Furniturnya berongga memberi nuansa ringan dan tenang.  Di pojok ruangan atas, terpajang  lukisan kuno berwajah abad pertengahan memberi ilusi kita seperti berada di zaman pertengahan. 

         Tampak luar, terlihat patung Raja Spanyol Charles II menempel gagah penuh keagungan. Itu dia si Charles II penguasa Belgia pada tahun 1556-1714. Belgia menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Spanyol beberapa abad atau yang lebih dikenal dengan nama daerah  The Spanish Netherlands . Cafe Le Roy d'espagne inilah sebagai bukti peninggalan pengaruh Spanyol di Brussel.

Narsis di tengah alun alun Grand Place

Cafe Le Roy d'Espagne
        Kita kembali ke Grand Place, pada bulan agustus tahun 1695 pasukan Perancis dibawah pimpinan Marsekal Vileroy menghancurkan kota Brussel. Seluruh bangunan penting ditengah kota seperti Town Hall termasuk juga  'Le Roy d'Espagne'' ludes dibakar. Pasukan Villeroy merusak arsip-arsip yang tersimpan kuno di Town Hall. Kemudian pada tahun 1697,  La Maison des Boulangers diperbaiki serta direkonstruksi ulang sehingga menjadi Cafe Le Roy d'Espagne'' seperti yang terlihat dalam gambar diatas. Cafe ini dikunjungi banyak turis karena keunikan serta adanya fakta  sejarah didalamnya.

         Cafe Le Roy d'Espagne menawarkan berbagai makanan ringan, snack dan bir khas Belgia. Udah tahu belum ? Belgia itu terkenal dengan negara Bir. Bir Duvel, Leffe, Hoegarden, dll. Pengen coba ? Walaupun saya bukanlah pecinta bir, tapi kalau minum segelas tidak jadi soal.  Sebagai turis hendaknya kekhasan Bir Belgia tidak boleh  terabaikan.  Sayang sekali kalau tidak dicoba. Pembaca jangan khawatir dulu, saya tidak akan mabuk kok. Kalau minum bir berlebihan itulah yang salah. Apapun berlebihan pasti jelek. iya kan ? Minum kopi kalau kelebihan gula pasti menjadi manis akibatnya kalau keterusan  suatu saat nanti akan terkena penyakit diabetes. iya kan ? heheheh.

      Selangkah kemudian, saya duduk di pojok dekat jendela, ada panorama indah nan elegan  terbentang dari lantai 2 cafe le Roy d'Espagne. Saya ambilkan kembali Guide Book ''Brussels and its beauties'' dan membaca beberapa tambahan informasi menarik lainnya. Sepuluh menit kemudian, pelayan manis nan cantik jelita di seluruh jagat raya menghampiri  saya. Kletak .kletikkeltakkletik... suara sepatu mendekat.  Si pelayan yang baik itu, menawarkan menu Bir yang tersedia. Tanpa banyak bla bla bla, saya langsung memesan The Original Belgian White Beer yaitu Hoegaarden dengan kadar alkohol hanya 5%.  Untuk penawar rasa saya menyantap hidangan keju kotak, kacang-kacangan dan buah zaitun.  Cheeerrrsss....Ting. asyiiiikkk !


Bersambung ke : Bagian 17,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar