Rabu, 22 Oktober 2014

Merajut persaudaraan melalui ‘’Megibung ala Eropa’’


 Merajut persaudaraan melalui ‘’Megibung ala Eropa’’

Ditengah-tengah suasana kehidupan eropa yang mengedepankan individualisme yang mempengaruhi kebiasaan dan tingkah laku masyarakat, ternyata berdampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya.  Pengaruh individualisme memiliki kecendrungan tidak perduli terhadap orang lain dan mementingkan diri sendiri. Dengan melekatnya sikap individualist lambat laun menyebar luas di masyarakat membuat masyarakat modern semakin acuh tak acuh satu sama lain. Akibatnya perilaku  sosial seperti gotong royong, tepo saliro, persaudaran, saling tolong menolong akan memudar dengan sendirinya.  Persaudaraanpun terkesan langka dan mahal.

Kekhawatiran diatas menjadi pemicu kuat sekumpulan masyarakat Bali  yang berdomisili di Eropa yang dikoordinir oleh Banjar Suka Duka Belanda. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ dalam acara perayaan Saraswati 4 Oktober lalu di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia.  Megibung dikenal sebagai tradisi asli dari kabupaten Karangasem Bali. Tradisi ini dimulai dari tahun 1614 (1692 Masehi), sebuah prakarsa unik dari Raja Karangasem, I Gusti Anglurah Ktut Karangsem menciptakan rasa kebersamaan dalam upaya menaklukan kerajaan Sasak  di Pulau Lombok.
Megibung asli makanan khas Bali

Ni Luh Dian Eka Suryani, Kelian Banjar Suka Duka Belanda
sedang mempersiapkan hidangan


‘’Megibung ala Eropa’’ adalah tradisi makan bersama dengan format duduk bersila (laki-laki) metimpuh (perempuran) melingkar mengelilingi hidangan makanan yang dijejer diatas daun pisang. Ditengah lingkaran terhidang berbagai makanan Bali asli yang dibuatkan sendiri oleh anggota Banjar Suka Duka Belanda seperti  lawar celeng, be siap sisit mebase sereh, sate pusuh babi, sambel be tongkol, jukut urab kacang, kenus mebase sera, taluh pindang dan tum be celeng. Bumbu dan bahan makanan tersebut dengan mudah diperoleh di Eropa dengan membelinya di supermarket Asia terutama China dan Thailand.

Menurut Kelian Banjar Suka Duka Belanda Ni Luh Dian Eka Suryani, megibung ini terdiri dari puluhan anggota banjar yang secara sukarela menyumbangkan  makanan Bali secara tulus dan iklas. Dengan senyuman ramah dan wajah sumringah, mereka sangat antusias melakukan kegiatan megibung yang baru pertama kali dilakukan di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia. ‘’Megibung ala Eropa’’ penuh dengan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan. Secara umum tidak ada pembatas dalam perbedaan jenis kelamin, kelas, kasta/catur warna, semuanya sama setara menikmati hidangan makanan sebagai berkah dari Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan YME.

‘’Megibung ala Eropa’’ ini ada aturan mainnya. Aturan tata tertib, disiplin dan mematuhi cara makan yang sopan beretika. Sebelum dimulai, semua peserta megibung harus mencuci tangan dengan air bersih, duduk bersila atau  bersimpuh. Tidak diperbolehkan berbicara pada saat makanan dikunyah dan tidak sembarangan menjatuhkan sisa makanan. Nasi dikepal dengan tangan dan tidak boleh terjatuh. Tidak diperkenankan berteriak-teriak, bersin, berdahak dan lain lain, pokonya harus hygienes imbuh Luh Dian.
          



                Di zaman sekarang ini, dimana rasa persaudaraan telah memudar ditengah kesibukan masyarakatnya, perlu diberikan benang penguat untuk dirajut kembali. Lihatlah disekeliling kita kawan kadang jadi lawan, bahkan saudara bisa jadi musuh. Paham invidualistik sangat mengganggu hubungan sesama kita sebagai mahluk sosial. Manusia itu senantiasa hidup dengan manusia lain, saling ketergantungan serta tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.  Janganlah pernah lupa akan persaudaraan dimanapun berada. Sebagai orang Bali  - Indonesia yang  tinggal di negeri Eropa, menggelorakan semangat untuk menguatkan persaudaraan merupakan keharusan. Kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ ini merupakan contoh nyata dalam upaya kita menjaga nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan, dengan harapan benih benih perdamaian akan terpatri dalam hati sanubari kita selamanya. Mari  Megibung !

(dimuat oleh MetroBali.com : http://metrobali.com/2014/10/21/merajut-persaudaraan-melalui-megibung-ala-eropa/


Senin, 20 Oktober 2014

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 16)

Kembali ke Belgia lagi.

        Setelah sebulan penuh berada di Pulau Bali, menikmati kebahagian adalah hal utama yang saya lakukan. Menikmati keindahan pulau dewata, bagaikan turis manca negara yang baru pertama kali mengunjungi Bali. Semua keluarga ikut senang dan merasakan bahwa pertemuan selama di bali adalah melepas kangen sambil berbagi informasi mengenai Belgia. Namun apa daya, saya harus membulatkan tekad untuk kembali bekerja ke Belgia. Barangkali yang paling sedih adalah ''kekasihku'' serta orang tua dirumah. Saya selalu meyakinkan kepada mereka bahwa ini adalah jalan hidup, saya akan jalani walau tidak mudah.  Pada akhirnya dengan berat hati mereka memberikan persetujuan. Persetujuan tersebut memberikan semangat bagi saya. ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu, begitu petuah ortu dan kekasihku tersayang ''.

        Singkat cerita, saya kembali menjalani kehidupan di Brussel Belgia. Seperti rencana semula, saya tetap mencari kesempatan dalam kesempitan. Mencari teman dan kawan untuk diajak bekerjasama dalam upaya saya menebarkan seni di Eropa ini. Di KBRI brussel, aktifitas mengajar gamelan seperti biasa dilakukan. Disamping itu, saya berusaha aktif dalam kegiatan KBRI Brussel misalnya acara dinner, saya selalu membantu menyiapkan peralatan piring, angkat sound system, angkat meja dan lain lain. Saya senang melakukan itu, karena selesai dinner sayapun mendapat sebungkus nasi untuk dibawa ke rumah..he..he. Jadi saya terlalu ingat bahwa ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu ''....

         Oh ya, para pembaca setia, bosan kali ya tulisan saya hanya gamelan dan menari ya. Dibawah ini saya juga bercerita mengenai pengalaman unik mencari tempat-tempat unik seperti Grand Place. Mudah-mudahan ''Mencari Keunikan'' seperti dibawah ini bermanfaat untuk para pembaca.


''Mencari Keunikan'' Grand Place, Brussel. 

Grand Place/Grote Markt adalah sebuah alun alun kota teranggun di dunia. Berbentuk persegi panjang (rectangle) dengan ukuran panjang 110 meter dan lebar 68 meter. Dikelilingi arsitektur abad pertengahan yang menjadi puncak peradaban zaman itu. Kesan zaman itu tidak pernah memudar walau hari berganti hari tahun berganti tahun. Sepertinya akan tetap abadi menjadi ikon unik untuk selamanya. Town Hall (Balai kota) berdiri megah didirikan pada tahun 1402 oleh arsitek Jaques Van Thienen ; La Masion du Roi/The House of The King  ; La Maison des Boulangers dan lai lain. saya ceritakan satu satu ya. jangan bosan ya...

1. Cafe Le Roy d'Espagne 

         Saat itu adalah pukul sebelas pagi di bulan februari 1997, angin berhembus agak kencang membawa suasana dingin sehabis turun hujan. Saya berada persis di tengah alun-alun kota Brussel, Grand Place ! Ceklek ! suara kamera foto yang dijepret seorang turis yang lewat, ditujukan kepada saya. Naris dikit ya ! Para turis asing mulai berkeliaran sembari menjepret kesana kemari menyemut di Grand Place. Saya menengok sebuah cafe yang unik berada persis disamping kiri gedung Town Halll. Cafe tersebut bernama ''Le Roy d'Espagne'' (Raja Spanyol) atau juga disebut La Maison des Boulangers (Rumah tukang roti). Cafe ini berarsitektur baroque terdiri dari tiga lantai dengan luas ruangan yang cukup lebar.  Ruangan luas memberikan kesan terasa lega. Furniturnya berongga memberi nuansa ringan dan tenang.  Di pojok ruangan atas, terpajang  lukisan kuno berwajah abad pertengahan memberi ilusi kita seperti berada di zaman pertengahan. 

         Tampak luar, terlihat patung Raja Spanyol Charles II menempel gagah penuh keagungan. Itu dia si Charles II penguasa Belgia pada tahun 1556-1714. Belgia menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Spanyol beberapa abad atau yang lebih dikenal dengan nama daerah  The Spanish Netherlands . Cafe Le Roy d'espagne inilah sebagai bukti peninggalan pengaruh Spanyol di Brussel.

Narsis di tengah alun alun Grand Place

Cafe Le Roy d'Espagne
        Kita kembali ke Grand Place, pada bulan agustus tahun 1695 pasukan Perancis dibawah pimpinan Marsekal Vileroy menghancurkan kota Brussel. Seluruh bangunan penting ditengah kota seperti Town Hall termasuk juga  'Le Roy d'Espagne'' ludes dibakar. Pasukan Villeroy merusak arsip-arsip yang tersimpan kuno di Town Hall. Kemudian pada tahun 1697,  La Maison des Boulangers diperbaiki serta direkonstruksi ulang sehingga menjadi Cafe Le Roy d'Espagne'' seperti yang terlihat dalam gambar diatas. Cafe ini dikunjungi banyak turis karena keunikan serta adanya fakta  sejarah didalamnya.

         Cafe Le Roy d'Espagne menawarkan berbagai makanan ringan, snack dan bir khas Belgia. Udah tahu belum ? Belgia itu terkenal dengan negara Bir. Bir Duvel, Leffe, Hoegarden, dll. Pengen coba ? Walaupun saya bukanlah pecinta bir, tapi kalau minum segelas tidak jadi soal.  Sebagai turis hendaknya kekhasan Bir Belgia tidak boleh  terabaikan.  Sayang sekali kalau tidak dicoba. Pembaca jangan khawatir dulu, saya tidak akan mabuk kok. Kalau minum bir berlebihan itulah yang salah. Apapun berlebihan pasti jelek. iya kan ? Minum kopi kalau kelebihan gula pasti menjadi manis akibatnya kalau keterusan  suatu saat nanti akan terkena penyakit diabetes. iya kan ? heheheh.

      Selangkah kemudian, saya duduk di pojok dekat jendela, ada panorama indah nan elegan  terbentang dari lantai 2 cafe le Roy d'Espagne. Saya ambilkan kembali Guide Book ''Brussels and its beauties'' dan membaca beberapa tambahan informasi menarik lainnya. Sepuluh menit kemudian, pelayan manis nan cantik jelita di seluruh jagat raya menghampiri  saya. Kletak .kletikkeltakkletik... suara sepatu mendekat.  Si pelayan yang baik itu, menawarkan menu Bir yang tersedia. Tanpa banyak bla bla bla, saya langsung memesan The Original Belgian White Beer yaitu Hoegaarden dengan kadar alkohol hanya 5%.  Untuk penawar rasa saya menyantap hidangan keju kotak, kacang-kacangan dan buah zaitun.  Cheeerrrsss....Ting. asyiiiikkk !


Bersambung ke : Bagian 17,



Senin, 13 Oktober 2014

Galungan dan Kuningan di Belgia 2014



….’’ Yadiastun  dewek iragene ring luar negari, sampunang je engsap teken leluhur lan budayane, ajegang deweke tetep dadi nak Bali sane meagame Hindu Dharma ’’ …ini sebuah bentuk ajakan tetap melestarikan agama dan kebudayaan Bali yang bernafaskan Hindu Dharma. Kita harus tetap teguh dengan kesucian hati, walau digoda oleh sang kala tiga wisesa yaitu musuh dalam diri kita. Sifat-sifat  adharma/Bhuta tersebut disomya agar berubah menjadi dharma atau kebaikan dengan cara-cara berpikir positif, menghormati sesama dan menghargai siapapun.  Maka dari itu kita harus mengedepankan selalu perbuatan baik, dan menjauhkan sifat bhuta raksasa yang jelek, niscaya dharma akan menang selamanya’’…

Itulah makna khusus perayaan Galungan dan Kuningan yang disampaikan  Seniman Besar Bali, I  Nyoman Durpa selaku I Punta dalam sebuah pertunjukan Bondres Dwi Mekar yang menghipnotis ratusan publik Eropa yang memenuhi pelataran Jaba pura Agung shanti Bhuana, Belgia pada hari sabtu, tanggal 31 mei 2014.

Topeng Dwi Mekar

Punta kartala

Si kecil yang lahir di belgia, mudah-mudahan dia sayang akan budayanya sendiri


Lebih dari 350 orang masyarakat Bali yang berdomisili di Eropa (Belgia, Belanda, Swedia, Perancis, Jerman, Inggris, Luxembourg ) menyambut antusias perayaan Galungan dan Kuningan yang baru pertama kalinya di gelar di Pura Agung Shanti Bhuana, sebuah pura Bali terbesar di luar Indonesia yang terletak di Taman Pairi Daiza, 85 km dari kota Brussel Belgia. Dengan semangat Jengah mereka berusaha tetap melestarikan agama dan kebudayaan Bali yang ternyata diterima dengan baik oleh masyarakat Eropa khususnya Belgia.

Ditengah hiruk pikuk keramaian masyarakat melakukan persembahyangan, tersebut seorang warga Eropa yaitu Henk Driese. Henk Driese atau  I Gede Sukamara yang sudah di Suda Wedani menjadi umat Hindu pada tahun 1991.  Henk tampak sibuk menjadi asisten tukang banten bersama Ibu-Ibu Bali mempersiapkan peralatan dan prasarana persembahyangan. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan bahwa kecintaan kepada Bali bukanlah karena saya punya istri orang Bali akan tetapi dari lubuk hati yang paling dalam saya mendapatkan sebuah kedamaian hidup bersama istri Ni Ketut Sukemi dan dua anak yaitu Pieter/Putu Widiyasa dan Nathalie/ni kadek sari dewi. Semenjak saya menjadi anggota Banjar Shanti Dharma Belgia, saya menemukan kembali rasa sosial tinggi, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan untuk meningkatkan nilai-nilai spiritualitas saya. Oleh karena itu, walau  saya tinggal dan bekerja di Perancis, berkebangsaan Belanda tetapi saya mebanjar di Belgia. Kenapa ke Belgia ? karena dekat dan ada Pura Agung Shanti Bhuana dimana saya senang dapat sembahyang, berinteraksi dengan masyarakat Bali lainnya di Eropa ini.

Henk Driesse bersama istri tercinta


Beberapa organisasi/perkumpulan Banjar Bali yang hadir dalam Perayaan Galungan dan kuningan ini tersebut diantaranya Banjar Suka Duka Belanda, Banjar Shanti Dharma Belgia, Sekar Jagat Indonesia Paris, Grup Dwi Mekar Bali dan grup Kesenian Saling Asah Belgia. Letak Belgia yang sangat strategis menjadi jantung Eropa memudahkan masyarakat Bali di luar Belgia untuk mencapai Belgia lewat perjalanan darat maupun udara. Untuk menuju ke tempat Pura Agung SB, dari kota Koln-Jerman hanya 2,5 jam, dari Den Haag-Belanda 3 jam, dari Paris-Perancis 3,5 jam, sedangkan dari  Luxembourg hanya 2 jam. Namun demikian, letak dekat strategis pura Belgia bukanlah menjadi daya tarik utama untuk datang merayakan Galungan dan kuningan ke  Belgia, yang lebih penting lagi adalah berkat semangat tinggi dan keteguhan hati masyarakat Bali mengajegkan kebudayaan Bali di Eropa ini.

Sekehe Gong Banjar Suka Duka  Belanda

Sekar Jagat Indonesia Perancis menampilkan tari kecak kreasi ramayana

Pada  pukul 11.00 dilakukan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh Pendeta Hindu yaitu Ida Pedanda Dalem Putra Sibang asal Bali. Ida Pedanda didatangkan khusus oleh Eric Domb, (Pemilik Pura) diiringi oleh 7 orang rombongan lainnya. Dalam kesempatan ini pedanda juga melakukan pelukatan/pembersihan secara Hindu dan Sudi Wadani/penyucian untuk menjadi umat Hindu Bali bagi 15 orang Warga Eropa.

Sudi Wadani Menjadi Hindu Bali

KBRI Brussel yang diwakili oleh Wakapri Bapak Kristanyo Hardojo dalam sambutannya menyampaikan  bahwa Kegiatan Galungan dan Kuningan sangatlah penting dirayakan bagi Umat Hindu. Perayaan ini memberikan gambaran umum tentang pluralisme keberagaman masyarakat Indonesia dari segi ethnic, agama, budaya ditengah perkembangan demokrasi. Lebih lanjut disampaikan keberadaan Pura Agung Shanti Bhuana ini tidak saja sebagai tempat peribadatan umat Hindu, tapi sekaligus mempromosikan khasanah budaya Indonesia di jantung Eropa. Sedangkan Ketua Perkumpulan masyrakat Hindu Belgia menyampaikan bahwa tetaplah menjaga keteguhan hati masyarakat Bali dengan menghargai budayanya sendiri ditengah gempuran budaya global yang serba praktis dan mempengaruhi semua lini kehidupan kita.

Sambutan Wakil Kepala Perwakilan RI di Belgia
Bapak Kristanyo Hardojo

Untuk menarik para pengunjung Taman Pairi Daiza yang hadir dalam kesempatan tsb, dimeriahkan pertunjukan kesenian  tari Pendet dan Kecak oleh Grup Sekar Jagat Indonesia Paris, Pelestarian Gending Anak-Anak Bali oleh Grup Banjar Suka Duka Belanda, Tari Nelayan, Tari margapati, Tari Cendrawasih oleh Saling Asah Belgia dan Pertunjukan Perdana yaitu Topeng Bondres Dwi Mekar Bali Indonesia pimpinan Bapak I Nyoman Durpa. Penampilan Durpa dengan gurauan lucu yang khas, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan perancis oleh penari Kartala yang dibawakan oleh I Made Wardana dapat dimengerti oleh pengunjung yang kebanyakan warga Belgia. Penonton sangat antusias, tiada henti bertepuk tangan serta menyambut hangat setiap penampilan kesenian  yang berlangsung selama 2,5 yang kemudian ditutup dengan MEPEED, prosesi seluruh masyrakat bali mengelilingi Taman Pairi Daiza.









di muat di majalah media Hindu :









Senin, 06 Oktober 2014

Saraswati di Belgia, cukupkah dengan sembahyang saja ?

Saraswati di Belgia, cukupkah dengan sembahyang saja ?

  Asap dupa terhembus wangi, taburan bunga teratai sebagai simbul keagungan Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan YME, percikan air suci meredamkan hati para umatnya serta suara gong memecah keheningan halaman Pura Agung Shanti Bhuana, Pairi Daiza membuat publik Eropa terhipnotis seakan berada di Pulau Dewata. Carine Barzeele, warga Belgia yang mengungkapkan kekagumannya kepada masyarakat Bali dalam menjaga tradisi dan budaya hindu. Hampir setiap perayaan umat hindu Bali di Pura ini, Carine selalu hadir dan terkesan dengan keramahan, pagelaran seni dan suasana magis barong suci yang ada di tempat ini. "Saya sangat bahagia berada di tengah keramahan warga Bali, mereka membuat hati saya damai dan penuh kekeluargaan. Beruntung sekali saya dapat berpartisipasi menyaksikan perayaan Saraswati  yang sangat menakjubkan ini, ujarnya.



    Lebih dari 200 orang masyarakat Bali yang berdomisili di Belgia, Jerman, Luxembourg, Belanda, Polandia, Inggris, Perancis berbaur dengan masyarakat setempat merayakan perayaan saraswati di Pura Agung Shanti Bhuwana, Sabtu 4 oktober 2014.  Pura ini berlokasi ditengah sebuah taman Budaya, rekreasi, konservasi flora fauna yang bernama Taman Pairi Daiza, terletak di kota kecil Brugelette Belgia. Perayaan berlangsung dengan  khidmat dan lancar dipimpin oleh pemangku Sutiawidjaya.





     Hari Raya Saraswati sebagai salah satu hari raya umat hindu untuk memperingati turunnya ilmu pengetahuan (vidya) ke dunia diadakan setiap 210 hari sekali (6 bulan). Dewi Saraswati diyakini oleh umat hindu merupakan manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai Dewi-Nya ilmu pengetahuan.  Perayaan kali ini memiliki makna tersendiri dimana Taman Pairi Daiza melangsungkan ultahnya yang ke 20 sebagai taman dengan predikat terbaik dan terpopuler secara berturut turut tahun 2013 dan 2014 di Belgia. Perayaan saraswati ini diselenggarakan atas kerjasama masyarakat Hindu Bali Eropa, Banjar Shanti Dharma Belgia - Luxembourg, Pecinta Bali, Pelajar Hindu Bali, Profesionalis asal Bali dan pendukung utama Pairi Daiza. 





    Dalam kesempatan tsb, hadir seniman Bali dengan berbagai keahlian menari, menabuh gamelan,  metembang pupuh, kekawin/syair pemujaan, merangkai janur  dengan penuh semangat memeriahkan acara tsb.  Beberapa pertunjukan kesenian yang ditampilkan diantarannya : pendet cendrawasih, sekar Jagat oleh grup Banjar Shanti Dharma Belgia ; tari puspanjali, megibung oleh Grup Banjar Suka Duka Belanda ; metembang mecapat oleh Ibu Putu Anggawati  dari Sekar Jagat Indonesia - Paris ; Gender Wayang oleh grup Bali Puspa Jerman ; Genjek Kenyem Manis dan tari Panyembrama massal oleh seluruh penari Bali se-eropa.





    Ketua Banjar Shanti Dharma (Perkumpulan Masyarakat hindu Bali Belgia Luxembourg) I Made Wardana dalam sambutannya menyampaikan bahwa perayaan saraswati kali ini tidaklah cukup hanya bersembahyang dan ritual keagamaan saja. Sebagai umat hindu dituntut untuk memahami lebih mendalam makna saraswati. Di hari Saraswati ini kita memusatkan pikiran dengan melakukan renungan kembali, memotivasi semangat dengan aktifitas, meniti hari demi hari kearah yang lebih baik dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang kita peroleh baik dari pengalaman maupun dari bangku sekolah.  Ilmu pengetahuan  tersebut kita pergunakan dan disumbangkan kepada masyarakat yang memerlukannya.   Seperti terlihat dalam perayaan ini, anak anak belajar berkesenian sehingga memberi manfaat besar untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian anak anak tersebut di depan umum.




Mahasiswa dan Profesionalis Hindu Bali di Belgia.

     Puluhan pelajar, mahasiwa dan profesionalis asal Bali turut berpartisipasi aktif dalam perayaan saraswati tahun ini. Mereka tersebar di berbagai kota di eropa untuk menuntut ilmu dan pengalaman dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Salah satunya adalah Pande Gede Sasmita, Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali sedang menempuh Study S3  bidang aquakultur menggunakan beasiswa Dikti di Lab Aquaculture and Artemia Reference Centre (ARC), Ghent University.  Pande, disela sela kesibukannya menuntut ilmu tetap aktif hadir dalam kegiatan keagamaan.  Kemudian Seorang Profesionalis asal Mengwi Bali Gede Parwatha dengan penampilan kalem dan sederhana ternyata seorang peneliti mesin pesawat terbang di CENAERO yaitu sebuah pusat penelitian aeronautika di kota Charleroi Belgia. I Gede Parwatha telah menyelesaikan penelitian post doctoral di Universitas Mons Belgia pada tahun 2012.


Gede Parwatha jaket hitam berhadapan dengan Pande Sasmita 


     Sebagai seorang Profesionalis Gede Parwatha berpesan dalam perayaan sarasawati ini  : " Ilmu pengetahuan itu datangnya dari Tuhan, artinya semakin tinggi berusaha mencapai ilmu pengetahuan akan semakin dekat dengan Tuhan sehingga memberikan lebih banyak kedamaian dan kebahagiaan kepada seluruh dunia. Jadi jangan takut untuk terus menuntut ilmu pengetahuan yang berujung pada kedamaian dan kebahagiaan ". 

Selamat Hari Raya Saraswati 2014.
(dimuat di metrobali.com : http://metrobali.com/2014/10/05/saraswati-di-belgia-cukupkah-dengan-sembahyang-saja/)