Senin, 29 Desember 2014

''Laurent Gerbaud Chocolatier'' dengan rasa Indonesia


Belgia negeri mungil ditengah Eropa adalah salah satu negara penghasil cokelat terbaik di dunia. Cokelat Belgia sangat populer berkat kualitas dengan cita rasa murni. Biji kakao pilihan, ahli dalam pengolahan/expert processing, tradisi cokelat berabad-abad dan mengadopsi tekhnologi baru merupakan faktor kunci dalam penemuan cita rasa murni tersebut. Produk cokelat terkenal yang sering menjadi perbincangan umum adalah Praline, sebuah cokelat berbagai bentuk yang diisi adonan lunak di dalamnya. Praline, pertama kali diperkenalkan di Brussel pada tahun 1912 oleh Jean Neuhaus II, dan cokelat Neuhaus menjadi populer di seluruh dunia hingga sekarang.
Kehadiran produk dengan design cantik nan elegan terbungkus dalam kemasan model "balottin", Neuhaus memperkaya perdagangan coklat exclusif yang laris manis diserbu penggemar cokelat. Kegigihan dan kreatifitas para master chocolatier /pembuat cokelat dalam meramu produknya menjadikan Belgia sebagai pusat perhatian dunia. Dengan demikian munculah berbagai produk buatan-buatan Belgia lainnya seperti Godiva, Barry Callebaut, Leonidas, Guylian, Jean Galler, Marcoloni dan pendatang baru Laurent Gerbaud Chocolatier.
Laurent Gerbaud adalah generasi baru pembuat cokelat Belgia. Karena kecintaannya terhadap cokelat berlebihan, dia mengabaikan keinginannya menjadi ahli sejarah yang dia tempuh selama di Universitas Libre de Bruxelles. Sebagai gantinya dia mengambil kursus membuat cokelat di kampus CERIA Brussel. Suatu ketika, Laurent bertekad mengunjungi Cina mencari rempah-rempah atau buah eksotis untuk dipadukan dengan produk cokelatnya. Beberapa diantaranya antara lain kumquat (jeruk kecil), jahe, jeruk nipis, lada dan lain-lain. Ketekunan dan kesabarannya memfokuskan diri di bidang cokelat membuahkan hasil.


Bapak Arief Havas Oegroseno dan Laurent Gerbaud


Pada tahun 2009, Laurent Gerbaud membuka kedai cokelat dan coffee  &  tea room bersebelahan dengan gedung kesenian prestisius kerajaan Belgia yaitu BOZAR. Tempat yang strategis menjadi incaran unik para turis dan penggemar cokelat kelas dunia. Kedai tersebut dinamakan Laurent Gerbaud Chocolatier yang luasnya 250 m2 di Rue Ravenstein 2, 1000 Brussels. Semua produk asli Laurent Gerbaud dipamerkan dan diperjual belikan dengan harga terjangkau. Salah satu rasa khas asli yaitu mixture cokelat dengan buah kering, tanpa gula terasa adem di lidah. Disamping lezat, sehat pula. Begitu juga dengan suguhan secangkir cokelat panas yang berharga 3,50 euro rasa dan aroma cokelat terasa dominan memberi kenikmatan tersendiri. Para turispun menyebutkan dengan : rich, aromatic and delicious !




Taste of Indonesia
Atas kerjasama KBRI Brussel dengan Laurent Gerbaud Chocolatier, pada tgl 16 - 22 Desember 2014 diselenggarakan pameran produk makanan dan minuman Indonesia dengan tema taste of Indonesia.  Festival ini mempromosikan  Indonesian specialty coffee seperti kopi gayo, ijen raung, java preanger, kintamani, toraja, flores dan Sumatran mandheling, Disamping itu, diperkenalkan pula rempah-rempah asli Indonesia yang dipadukan dengan cokelat diantaranya pala, lada putih dan hitam, kapulaga putih dan hijau.  Kemudian cokelat yang berasal dari kakao Indonesia dihidangkan dengan rasa Indonesia diantaranya cokelat rasa santan (ganache ala crème de noix de coco),  rasa tamarin/asam, rasa lada, rasa gula jawa dan rasa kapulaga. Tidak ketinggalan pula sajian minuman hot chocolate yang  sangat segar dihidangkan di musim dingin yang tengah  berlangsung di Eropa ini.
Hadir dalam pembukaan kegiatan ini diantaranya Duta Besar Arif Havas Oegroseno,.  para pengusaha, institusi, asosiasi cokelat dan kopi Belgia seperti Caobisco, Toya Food Europe, Unispices Wazaran, Puratos, Awex, Beyers Koffie, Mondelez International, Daarhounwer & Company, Cinguer Trading, Ardemac Halal Club,   Atase Perdagangan, Atase Pertanian, Atase Perindustrian dan para pejabat KBRI Brussel lainya.












’’Mencuri hati’’ konsumen Belgia
Indonesia adalah penghasil kakao terbesar ketiga didunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Kakao adalah sektor yang sangat  potensial dikembangkan karena merupakan bahan dasar produk makanan dan minuman yang sangat digemari di seluruh dunia. Pada tahun 2012, produktivitas kakao penyumbang devisa negara sebesar 1,053 milyar (sumber press release kemenperin.go.id). Harapan kita bahwa produktivitas kakao Indonesia dari tahun ke tahun agar  ditingkatkan lagi.. Kalau memungkinkan, kita menjadi penghasil kakao terbesar kedua atau bahkan nomor satu didunia. Semua itu butuh ekspansi dan upaya jitu. Upaya-upaya promosi yang dilakukan oleh KBRI Brussel dengan menyelenggarakan festival taste of Indonesia adalah salah satu diantaranya. Berkerjasama menggandeng cokelat Belgia Laurent Gerbaud Chocolatier yang sedang popular saat ini adalah bidikan pas. Warga Belgia akan secara langsung mengetahui kakao asal Indonesia yang berkualitas tinggi. Dapat dikatakan juga, kegiatan ini bermanfaat membantu industri cokelat Belgia dalam melakukan diversifikasi produk cokelat dengan campuran produk rempah-rempah asli Indonesia.
‘’Saya percaya Indonesia memiliki rempah-rempah dan kakao yang berkualitas, ‘’ ujar Laurent Gerbaud. Walau saya selama ini menggunakan kakao asal Madagaskar, Ekuador dan Peru, saat ini hati saya tercuri dengan Indonesia. Dia berharap akan segera mengunjungi Indonesia, ujar Laurent.

Penggemar cokelat bersama laurent gerbaud

Alamat :
Laurent Gerbaud Chocolatier sprl
2 D rue Ravenstein
1000 Bruxelles
T : 0032 (0) 2  511 16 02
F : 0032 (0) 2  511 57 02



Kamis, 11 Desember 2014

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 17)

''Mencari Keunikan'' sekitar Grand Place, Brussel. 


2. Town Hall/Stadhuis/Hotel de Ville (Balai Kota)
            
       Setelah melepas dahaga dan mencicipi snack ringan di Cafe Le Roy d'Espagne, salah satu tujuan saya berikutnya adalah melihat dari dekat bangunan keren di depan saya yang bernama Stadhuis  (Bahasa Belanda) atau Hotel de ville (Bahasa Perancis ). Gedung ini adalah Balai Kota Brussel dengan arsitektur Gothic. Dalam pendiriannya gedung ini terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama, sisi kiri dibangun oleh arsitek Jacques Van Thienen pada tahun 1402. Bagian kedua , sisi kanan dibangun oleh unknown architec pada tahun 1444. Bagian ketiga, Belfry/tower dengan tinggi 90 m didbangun oleh Jean Van Ruysbroeck.  Menurut buku Brussels and its beauties di atas tower ini terdapat patung malaikat Saint Michael sedang mencekik dragon sebagai simbol yang jahat.

        D teras depan lantai bawah terdapat 17 lengkungan/arch yang menopang beban gedung sehingga menjadi lebih anggun. Lantai pertama dan kedua berjejer patung  icon-icon religius. Dibawah tower, terbuka pintu besar melengkung dengan typanum/salah satu bentuk geometri yang diisi hiasan patung patung dekorasi. beberapa diantaranya mewakili simbul keadilan, kedamaian, hukum, kehati-hatian/prudence kesederhanaan/moderation dan kekuatan.

Hotel de Ville


       Ketika saya berdiri memandang detail pintu gerbang, saya terusik dengan sebuah keanehan. Pintu gerbangnya kok tidak simetris. hmmmm...ada kesalahan nih. Saya pernah nguping bahwa salah satu arsiteknya bunuh diri gara gara ketidakberesan ini. Lucunya ''kesalahan'' ini menjadi sebuh keunikan Grandplace sepanjang masa.


            Oh ya, dibawah ini saya lampirkan beberapa foto Hotel de Ville yang lain, dari jauh dan dari dekat.













             Gimana para pembaca ? unik bukan. samapi bertemu lagi ya. nanti kita sambung lagi.



Kamis, 04 Desember 2014

"Hola, bon dia : Gamelan Bali di Barcelona"

"Hola, bon dia : Gamelan Bali di Barcelona"

Hola, bon dia ! sapaan ramah warga Katalan, Barcelona menyambut para turis asing yang kebetulan mengunjungi kota Barcelona. Kota yang anggun terletak di wilayah otonom Katalonia, Spanyol.  Guyuran  hujan deras sepanjang hari mengagetkan turis. Cuaca yang biasanya berlangit biru cerah, tiba tiba berubah menjadi gelap gulita. Tentunya turis kecewa dengan cuaca Barcelona yang tidak lazim ini. Tapi di balik kekecewaan itu, sebuah taman bersebelahan dengan Museu de la Música, Barcelona berjejer burung - burung parkit hijau bergelayut manja ditangkai pohon palmera. Sambil berkicau bagaikan alunan melodi musik menyambut sumringah suasana tersebut. 
Disebuah ruangan Museu de la Música, terdengar sayup-sayup suara gamelan Bali yang dimainkan oleh 18 orang penabuh. Mereka berasal dari berbagai negara di Eropa seperti Spanyol, Irlandia, Italia, Perancis, Panama, Jepang dan Rumania.   Selama 3 hari dari tanggal 29 November - 1 Desember 2014 dengan waktu total 20 jam, mereka dengan serius mempraktekan tekhnik gamelan Bali seperti ngotek, norot, nyogcag dan ngempat. Tekhnik ini diberikan sebagai dasar-dasar kuat untuk meningkatkan kemampuan bermain gamelan Bali yang dilatih oleh  Made Agus Wardana seniman Bali yang berdomisili di Belgia. Beberapa gending-gending Bali yang dipelajari diantaranya gilak baris, hujan mas, tabuh telu sekar gadung serta kreasi baru Kégibi ciptaan Made Agus Wardana tahun 1999 di Brussel Belgia.


‘’Saya gembira dan bangga mengikuti kegiatan workshop Gamelan Bali kali ini, walaupun singkat tetapi berjalan dengan lancar dan sukses ‘’, ujar Jordi Casadevall (37 tahun), warga Katalan, Barcelona. Jordi sebagai pimpinan grup memberikan nama grup ini dengan sebutan  Gamelan Penempaan Guntur didirikan pada bulan September 2013. Gamelan Penempaan Guntur adalah grup gamelan Bali yang pertama kali terbentuk di Spanyol. Berkat kegigihan dan perjuangan Jordi Casadevall, Barcelona kini memiliki gamelan Bali terlengkap yang disponsori oleh  Museu de la Música Barcelona. Sebagai salah satu museum prestisius, museum ini memiliki koleksi instrumen yang sangat beragam terbagi dalam 3 kategori ;  warisan budaya, arsip instrument dan sejarah bunyi/suara.


Koleksi-koleksi instrument tersebut berasal dari benua Eropa, Asia, Afrika dan Amerika. Instrumen musik asal Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri misalnya angklung Jawa Barat serta gamelan Bali.  Gamelan Bali merupakan instrumen terbaru yang didatangkan langsung dari Bali pada bulan Juli 2013. Gamelan ini sangat lengkap terdiri dari 42 instrument diantaranya 2 gender rambat,  4 pemade, 4 kantilan, 1 ugal, 5 kendang, 2 penyacah, 2 calung/jublag, 2 jegogan, 1 kajar, 1 cengceng, 3 suling, 1 terompong, 1 reyong, 2 gong, 1 kempur, 1 kemong, 1 bebende, 6 pasang cengceng kopyak, 1 rebab, dan 1 gentorag.
 Dipilihnya gamelan Bali karena faktor keunikan, kerumitan terutama kaya terhadap tekhnik pukulan yang memiliki kekhasan ngumbang ngisep (keras-lirih). Adanya kandungan improvisasi, energi, tempo variatif, dinamika  dalam struktur musiknya menjadi tantangan unik bagi para pecinta gamelan. Tidak itu saja, gamelan Bali juga memiliki nilai kolektivitas untuk membangun kebersamaan berorganisasi, toleransi, empati serta humanis.
Menurut Made Agus Wardana, sebagai orang Indonesia, kita semestinya bangga dengan kebudayaan Bali yang menjadi bagian daripada kebudayaan nasional, dijadikan media pendidikan oleh warga Eropa.  Mereka sangat giat, fokus dan gigih berlatih gamelan. Sesuatu yang mungkin tidak pernah diketahui oleh kita bahwa budaya kita semakin hari akan semakin kuat eksistensinya di luar negeri. Institusi pemerintah setempat seperti museum musik, universitas dan sekolah tinggi seni, sanggar, yayasan berlomba-lomba membuat program workshop, debat, penelitian, pertunjukan seni, konser bahkan kurikulum budaya Bali di sekolah-sekolah. Ini merupakan sinyal positif bahwa perkembangan kebudayaan Bali telah menembus masyarakat lokal dari usia dini hingga dewasa.


Kita perlu menyimak dengan apa yang telah dilakukan oleh grup Gamelan Penempaan Guntur. Sungguh merupakan bukti nyata mereka berpartisipasi menjaga kelestarian kebudayaan nusantara. Tidak saja bermain gamelan, tetapi lebih dari itu. Mereka mencintai Indonesia. Inilah sebuah tantangan kita sebagai warga Indonesia. Kita tidak boleh kalah dengan mereka. Justru sebaliknya kita yang harus lebih kuat dan lebih sayang kepada budaya kita sendiri. Anak anak kita harus diajarkan bermain gamelan. Walaupun dirantauan kita juga mesti bermain gamelan. Janganlah menunggu lagi. Mari kita bermain gamelan dimanapun berada dan sekarang juga. Gong !

dimuat di Metrobali dan Balipost.



Rabu, 26 November 2014

Kremasi ’’Mekingsan Ring Geni’’ di Belgia

Kremasi  ’’Mekingsan Ring Geni’’ di Belgia

Alunan gamelan angklung mengalun lembut menyapa keheningan suasana duka kepergian seorang wanita Bali bernama Ida Ayu Maret Rianiwati (75 tahun) di Crematorium Kortrijk yang terletak 105 km dari Ibukota Uni Eropa : Brussel-Belgia.  Berdiri ditengah-tengah ruangan dua putri beliau Ida Ayu Lani Trikayani dan Ida Ayu Astarini melepas haru kepergian Ibunya yang kebetulan melakukan kunjungan keluarga ke Belgia. Mantra, asap dupa, percikan tirta suci Pura Agung Santi Bhuwana dan banten upacara secara hindu Bali yang disebut Mekingsan Ring Geni dilakukan dengan hening dan khidmat pada hari Senin, 24 Nopember 2014.




Semasa hidupnya, Ida Ayu Maret Rianiwati telah mengunjungi beberapa kali negeri Belgia untuk menjenguk putrinya Ida Ayu Lani Trikayani yang menikah dengan warga Belgia. Kunjungan terakhir beliau pada Juli hingga November 2014. Dini hari di bulan September, Ibu mengalami sesak nafas, kemudian memeriksakan diri ke dokter umum, lalu ke cardiologist dan diketahui memiliki masalah dengan klep jantung dan penyempitan pembuluh darah. Atas anjuran cardiologist dilakukan open heart surgery (operasi jantung), namun sayang beliau mengalami stroke dan pendarahan otak yang parah seusai operasi. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Rabu, 19 November 2014 pukul 16.15 waktu Belgia di Rumah Sakit Roeselare, Belgia.

Ida Ayu Maret Rianiwati tengah, bersama Lani dan Deweer


Ida Ayu Maret Rianiwati, kelahiran Singaraja Bali adalah sesosok wanita aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan seni. Dimasa muda dikenal sebagai penyanyi seriosa dan beberapa kali menjadi juara dalam lomba Bintang Radio di Singaraja. Ibu Ida Ayu Maret mulai bekerja di Kantor Gubernur yang saat itu berlokasi di Singaraja, tahun 1960. Ketika Ibu kota dipindahkan ke Denpasar, Ibu pun pindah ke kantor Gubernur di Denpasar. Ibu sempat mengenyam pendidikan Ilmu Pemerintahan di Malang pada tahun 1963 selama 1 tahun.

Kremasi Mekingsan Ring Geni adalah sebuah bentuk upacara pembakaran jenazah secara Hindu dimana roh/arwah dititipkan sementara pada Dewa Brahma atau Dewa Api sebelum menjalani upacara selanjutnya yakni  Ngaben agar bisa menyatu dengan Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan YME. Kremasi Mekingsan Ring Geni termasuk dalam upacara Pitra Yadnya, yang bermakna upacara korban suci/persembahan yang tulus ikhlas, dilaksanakan dengan tujuan untuk penyucian bagi manusia yang telah meninggal atau roh leluhur, mengangkat serta menyempurnakan kedudukan arwah leluhur di alam surga, juga sebagai wujud hormat dan bakti atas segala jasanya semasa hidup didunia.




Hadir dalam kesempatan tersebut, seluruh keluarga Ida Ayu Lani Trikayani  - Deweer, pemimpin upacara  Pinandita Sutiawidjaya, Kelihan Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxembourg I Made Wardana, Adrianus Ramon dan Umar Baktir Staf Perwakilan RI Brussel, Anggota Banjar Shanti Dharma Belgia – Luxembourg beserta  warga Belgia lainnya.

Bagi Perkumpulan masyarakat Bali yaitu Banjar Shanti Dharma, kegiatan ini merupakan kegiatan yang baru pertama kalinya dilakukan di Belgia secara Hindu. Dengan konsep dan upacara yang sederhana serta keberadaan Pura Agung Santi Bhuwana di Belgia memberi kemudahan untuk melancarkan kegiatan ini.  Melihat perkembangan jumlah masyarakat Hindu Bali di Eropa yang semakin hari semakin bertambah kegiatan ini dipandang perlu untuk dijadikan sebagai pengalaman sederhana bagi umat hindu  khususnya yang berada dirantuan. Sehingga tata cara melakukan kegiatan pitra yadnya dikemudian hari dapat dilakukan dengan mudah namun hening, khidmat dan lancar sesuai dengan ajaran agama Hindu Dharma. Keluarga Besar Banjar Shanti Dharma Belgia – Luxembourg mengucapkan : Selamat Jalan Ibu Ida Ayu Maret Rianiwati, Dumogi Amor Ring Acintya.


Rabu, 22 Oktober 2014

Merajut persaudaraan melalui ‘’Megibung ala Eropa’’


 Merajut persaudaraan melalui ‘’Megibung ala Eropa’’

Ditengah-tengah suasana kehidupan eropa yang mengedepankan individualisme yang mempengaruhi kebiasaan dan tingkah laku masyarakat, ternyata berdampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya.  Pengaruh individualisme memiliki kecendrungan tidak perduli terhadap orang lain dan mementingkan diri sendiri. Dengan melekatnya sikap individualist lambat laun menyebar luas di masyarakat membuat masyarakat modern semakin acuh tak acuh satu sama lain. Akibatnya perilaku  sosial seperti gotong royong, tepo saliro, persaudaran, saling tolong menolong akan memudar dengan sendirinya.  Persaudaraanpun terkesan langka dan mahal.

Kekhawatiran diatas menjadi pemicu kuat sekumpulan masyarakat Bali  yang berdomisili di Eropa yang dikoordinir oleh Banjar Suka Duka Belanda. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ dalam acara perayaan Saraswati 4 Oktober lalu di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia.  Megibung dikenal sebagai tradisi asli dari kabupaten Karangasem Bali. Tradisi ini dimulai dari tahun 1614 (1692 Masehi), sebuah prakarsa unik dari Raja Karangasem, I Gusti Anglurah Ktut Karangsem menciptakan rasa kebersamaan dalam upaya menaklukan kerajaan Sasak  di Pulau Lombok.
Megibung asli makanan khas Bali

Ni Luh Dian Eka Suryani, Kelian Banjar Suka Duka Belanda
sedang mempersiapkan hidangan


‘’Megibung ala Eropa’’ adalah tradisi makan bersama dengan format duduk bersila (laki-laki) metimpuh (perempuran) melingkar mengelilingi hidangan makanan yang dijejer diatas daun pisang. Ditengah lingkaran terhidang berbagai makanan Bali asli yang dibuatkan sendiri oleh anggota Banjar Suka Duka Belanda seperti  lawar celeng, be siap sisit mebase sereh, sate pusuh babi, sambel be tongkol, jukut urab kacang, kenus mebase sera, taluh pindang dan tum be celeng. Bumbu dan bahan makanan tersebut dengan mudah diperoleh di Eropa dengan membelinya di supermarket Asia terutama China dan Thailand.

Menurut Kelian Banjar Suka Duka Belanda Ni Luh Dian Eka Suryani, megibung ini terdiri dari puluhan anggota banjar yang secara sukarela menyumbangkan  makanan Bali secara tulus dan iklas. Dengan senyuman ramah dan wajah sumringah, mereka sangat antusias melakukan kegiatan megibung yang baru pertama kali dilakukan di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia. ‘’Megibung ala Eropa’’ penuh dengan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan. Secara umum tidak ada pembatas dalam perbedaan jenis kelamin, kelas, kasta/catur warna, semuanya sama setara menikmati hidangan makanan sebagai berkah dari Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan YME.

‘’Megibung ala Eropa’’ ini ada aturan mainnya. Aturan tata tertib, disiplin dan mematuhi cara makan yang sopan beretika. Sebelum dimulai, semua peserta megibung harus mencuci tangan dengan air bersih, duduk bersila atau  bersimpuh. Tidak diperbolehkan berbicara pada saat makanan dikunyah dan tidak sembarangan menjatuhkan sisa makanan. Nasi dikepal dengan tangan dan tidak boleh terjatuh. Tidak diperkenankan berteriak-teriak, bersin, berdahak dan lain lain, pokonya harus hygienes imbuh Luh Dian.
          



                Di zaman sekarang ini, dimana rasa persaudaraan telah memudar ditengah kesibukan masyarakatnya, perlu diberikan benang penguat untuk dirajut kembali. Lihatlah disekeliling kita kawan kadang jadi lawan, bahkan saudara bisa jadi musuh. Paham invidualistik sangat mengganggu hubungan sesama kita sebagai mahluk sosial. Manusia itu senantiasa hidup dengan manusia lain, saling ketergantungan serta tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.  Janganlah pernah lupa akan persaudaraan dimanapun berada. Sebagai orang Bali  - Indonesia yang  tinggal di negeri Eropa, menggelorakan semangat untuk menguatkan persaudaraan merupakan keharusan. Kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ ini merupakan contoh nyata dalam upaya kita menjaga nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan, dengan harapan benih benih perdamaian akan terpatri dalam hati sanubari kita selamanya. Mari  Megibung !

(dimuat oleh MetroBali.com : http://metrobali.com/2014/10/21/merajut-persaudaraan-melalui-megibung-ala-eropa/


Senin, 20 Oktober 2014

Ciaaattt...Perjalanan Menebar Seni di Belgia (bagian 16)

Kembali ke Belgia lagi.

        Setelah sebulan penuh berada di Pulau Bali, menikmati kebahagian adalah hal utama yang saya lakukan. Menikmati keindahan pulau dewata, bagaikan turis manca negara yang baru pertama kali mengunjungi Bali. Semua keluarga ikut senang dan merasakan bahwa pertemuan selama di bali adalah melepas kangen sambil berbagi informasi mengenai Belgia. Namun apa daya, saya harus membulatkan tekad untuk kembali bekerja ke Belgia. Barangkali yang paling sedih adalah ''kekasihku'' serta orang tua dirumah. Saya selalu meyakinkan kepada mereka bahwa ini adalah jalan hidup, saya akan jalani walau tidak mudah.  Pada akhirnya dengan berat hati mereka memberikan persetujuan. Persetujuan tersebut memberikan semangat bagi saya. ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu, begitu petuah ortu dan kekasihku tersayang ''.

        Singkat cerita, saya kembali menjalani kehidupan di Brussel Belgia. Seperti rencana semula, saya tetap mencari kesempatan dalam kesempitan. Mencari teman dan kawan untuk diajak bekerjasama dalam upaya saya menebarkan seni di Eropa ini. Di KBRI brussel, aktifitas mengajar gamelan seperti biasa dilakukan. Disamping itu, saya berusaha aktif dalam kegiatan KBRI Brussel misalnya acara dinner, saya selalu membantu menyiapkan peralatan piring, angkat sound system, angkat meja dan lain lain. Saya senang melakukan itu, karena selesai dinner sayapun mendapat sebungkus nasi untuk dibawa ke rumah..he..he. Jadi saya terlalu ingat bahwa ''dimanapun kita berada lakukanlah hal dengan positif, pasti kesuksesan dihadapanmu ''....

         Oh ya, para pembaca setia, bosan kali ya tulisan saya hanya gamelan dan menari ya. Dibawah ini saya juga bercerita mengenai pengalaman unik mencari tempat-tempat unik seperti Grand Place. Mudah-mudahan ''Mencari Keunikan'' seperti dibawah ini bermanfaat untuk para pembaca.


''Mencari Keunikan'' Grand Place, Brussel. 

Grand Place/Grote Markt adalah sebuah alun alun kota teranggun di dunia. Berbentuk persegi panjang (rectangle) dengan ukuran panjang 110 meter dan lebar 68 meter. Dikelilingi arsitektur abad pertengahan yang menjadi puncak peradaban zaman itu. Kesan zaman itu tidak pernah memudar walau hari berganti hari tahun berganti tahun. Sepertinya akan tetap abadi menjadi ikon unik untuk selamanya. Town Hall (Balai kota) berdiri megah didirikan pada tahun 1402 oleh arsitek Jaques Van Thienen ; La Masion du Roi/The House of The King  ; La Maison des Boulangers dan lai lain. saya ceritakan satu satu ya. jangan bosan ya...

1. Cafe Le Roy d'Espagne 

         Saat itu adalah pukul sebelas pagi di bulan februari 1997, angin berhembus agak kencang membawa suasana dingin sehabis turun hujan. Saya berada persis di tengah alun-alun kota Brussel, Grand Place ! Ceklek ! suara kamera foto yang dijepret seorang turis yang lewat, ditujukan kepada saya. Naris dikit ya ! Para turis asing mulai berkeliaran sembari menjepret kesana kemari menyemut di Grand Place. Saya menengok sebuah cafe yang unik berada persis disamping kiri gedung Town Halll. Cafe tersebut bernama ''Le Roy d'Espagne'' (Raja Spanyol) atau juga disebut La Maison des Boulangers (Rumah tukang roti). Cafe ini berarsitektur baroque terdiri dari tiga lantai dengan luas ruangan yang cukup lebar.  Ruangan luas memberikan kesan terasa lega. Furniturnya berongga memberi nuansa ringan dan tenang.  Di pojok ruangan atas, terpajang  lukisan kuno berwajah abad pertengahan memberi ilusi kita seperti berada di zaman pertengahan. 

         Tampak luar, terlihat patung Raja Spanyol Charles II menempel gagah penuh keagungan. Itu dia si Charles II penguasa Belgia pada tahun 1556-1714. Belgia menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Spanyol beberapa abad atau yang lebih dikenal dengan nama daerah  The Spanish Netherlands . Cafe Le Roy d'espagne inilah sebagai bukti peninggalan pengaruh Spanyol di Brussel.

Narsis di tengah alun alun Grand Place

Cafe Le Roy d'Espagne
        Kita kembali ke Grand Place, pada bulan agustus tahun 1695 pasukan Perancis dibawah pimpinan Marsekal Vileroy menghancurkan kota Brussel. Seluruh bangunan penting ditengah kota seperti Town Hall termasuk juga  'Le Roy d'Espagne'' ludes dibakar. Pasukan Villeroy merusak arsip-arsip yang tersimpan kuno di Town Hall. Kemudian pada tahun 1697,  La Maison des Boulangers diperbaiki serta direkonstruksi ulang sehingga menjadi Cafe Le Roy d'Espagne'' seperti yang terlihat dalam gambar diatas. Cafe ini dikunjungi banyak turis karena keunikan serta adanya fakta  sejarah didalamnya.

         Cafe Le Roy d'Espagne menawarkan berbagai makanan ringan, snack dan bir khas Belgia. Udah tahu belum ? Belgia itu terkenal dengan negara Bir. Bir Duvel, Leffe, Hoegarden, dll. Pengen coba ? Walaupun saya bukanlah pecinta bir, tapi kalau minum segelas tidak jadi soal.  Sebagai turis hendaknya kekhasan Bir Belgia tidak boleh  terabaikan.  Sayang sekali kalau tidak dicoba. Pembaca jangan khawatir dulu, saya tidak akan mabuk kok. Kalau minum bir berlebihan itulah yang salah. Apapun berlebihan pasti jelek. iya kan ? Minum kopi kalau kelebihan gula pasti menjadi manis akibatnya kalau keterusan  suatu saat nanti akan terkena penyakit diabetes. iya kan ? heheheh.

      Selangkah kemudian, saya duduk di pojok dekat jendela, ada panorama indah nan elegan  terbentang dari lantai 2 cafe le Roy d'Espagne. Saya ambilkan kembali Guide Book ''Brussels and its beauties'' dan membaca beberapa tambahan informasi menarik lainnya. Sepuluh menit kemudian, pelayan manis nan cantik jelita di seluruh jagat raya menghampiri  saya. Kletak .kletikkeltakkletik... suara sepatu mendekat.  Si pelayan yang baik itu, menawarkan menu Bir yang tersedia. Tanpa banyak bla bla bla, saya langsung memesan The Original Belgian White Beer yaitu Hoegaarden dengan kadar alkohol hanya 5%.  Untuk penawar rasa saya menyantap hidangan keju kotak, kacang-kacangan dan buah zaitun.  Cheeerrrsss....Ting. asyiiiikkk !


Bersambung ke : Bagian 17,