Jumat, 03 Juni 2016

Kanal-kanal Amsterdam yang cantik



                Kehebatan negeri Belanda dalam memanfaatkan transportasi air sebagai salah satu transportasi utama sejak abad ke-17 sudah tidak diragukan lagi. Transportasi kanal-kanal di seputar kota Amsterdam telah menggerakan perekonomian Belanda hingga mencapai masa Golden Age sehingga menjadi negara adi daya pada abad tersebut. Kemampuan mempertahankan dan menjaga kelestarian keberadaan  kanal-kanal tersebut membuahkan warisan tak ternilai untuk generasi selanjutnya. Wajar saja, UNESCO memutuskan untuk memasukan daerah-daerah cincin kanal abad ke-17 di Amsterdam ini kedalam daftar warisan dunia UNESCO pada tahun 2010. Itulah sekelumit pikiran saya dalam rangka melakukan perjalanan ke Amsterdam beberapa waktu lalu. Sebelum saya lanjutkan cerita tentang kanal-kanal Amsterdam yang cantik, dibawah ini saya ceritakan suasana perjalanan menuju kota Amterdam Belanda.



                 Berbekal tas ransel yang berisi bungkusan kue wingko babat buatan istri, teh panas di dalam termos yang setia menemani perjalanan saya dari Stasiun Brussel Central menuju Stasiun Amsterdam Central.  Saya memilih train inter city (IC) dengan harga 53 euro /pp dengan waktu tempuh hanya 3 jam lebih 16 menit.  Train ini berangkat pukul 06.49 kemudian sempat berhenti  di stasiun Brussel Airport, Mechelen, Antwerpen, Rosendaal, Dordrecht, Roterdam, Den Haag HS, Schipol Airport dan terakhir tiba pukul 10.00 di Stasiun Amsterdam Central. Berada di gerbong kereta selama 3 jam, saya manfaatkan waktu tersebut dengan membaca informasi tentang Amsterdam. Mencatat tempat yang mesti dikunjungi, mengatur waktu dan jarak tempuh antara obyek yang satu dengan yang lain. Obyek wisata yang tidak begitu jauh, saya akan tempuh dengan berjalan  kaki.  


               Saya terduduk lesu di gerbong kelas 2, terganggu dengan  suara kencang yang mengganggu penumpang lainnya. Seorang penumpang cerewet bukan main, berbicara seenaknya tanpa perduli disekitarnya. Suara keras melengking bernada keras dengan bahasa Belanda. Dia lupa bahwa headset yang menempel dikuping sebagai penyebab ketidakpeduliannya terhadap penumpang lain. Kuping yang gemerlap dengan anting-anting  segede gajah terlihat wah. Wajahnya kemerahan, dengan luapan emosi menghentak lawan bicara di telpon. Saya persis dibelakangnya, sangat terusik dengan tingkah lakunya.




                Dalam hati saya berkata dalam bahasa Bali,  ‘’eh…Luh ! sing dadi gigisan ngomel dini ? kaden luh gen ngelah tongosne dini, gedeg basang bline cubit bangkiangne !  Ini adalah ungkapan bercanda saja dalam pikiran saya, kalau diterjemahkan berarti begini : Eh Nona, tidak bisakah anda berbicara secara pelan-pelan disini ? Anda pikir tempat ini untuk dirimu saja. Awas kalau saya marah, saya bisa cubit pinggangmu, ‘’ Pasti pembaca kompastravel bertanya, memangnya Bli berani mencubit wanita itu ? Tentu jawaban saya tidaklah. Karena saya tahu kalau saya cubit berarti itu pelecehan dan saya bisa dicaci maki oleh perempuan itu.   

                Sesaat kemudian, saya bertambah kesal dengan nada suara semakin melengking.  Saya bangun dan menghampirinya. Saya memanggil wanita itu dengan sopan,  ‘’Mohon maaf, suara anda sangat mengganggu ‘’.  Reaksinya kaget seperti orang kebelet pipis. Dia membuka headset di kuping, langsung sadar, meminta maaf sambil tersenyum kecap manis. Sayapun tersenyum nyengir atas sikap yang sopan atas permintaan maaf tersebut. Alangkah damainya kalau kita saling memaafkan, bukan ? Tidak perlu berantem jungkir balik , bikin susah banyak orang saja hanya gara-gara persoalan kecil.

                Tepat pukul 10.16 saya tiba di Amsterdam central stasiun. Pagi itu, suasana tenang dengan para penumpang yang berlalu-lalang sibuk membawa koper dan menuruni tangga lift menuju ke Hall stasiun Amsterdam. Di tengah hall stasiun, para pedagang ramah melayani pembeli dengan aneka makanan dan minuman. Selangkah kemudian orang-orang cipika-cipiki bertemu kerabat atau pacarnya sambil bercium bebas sesuka hati. Asyik ! Berbahagialah mereka, cium mesra tidak ada yang mengganggu. Silahkan ! Silahkan ! ini negeri yang penuh toleransi. Belanda lho ! Negeri yang penuh kebebasan, tapi jangan salah negeri yang bukan kebablasan. Negeri yang diatur oleh aturan-aturan yang melindungi warganya


Tiga kanal utama

                Langit Amsterdam sedikit demi sedikit terang. Mendung mulai kehilangan kekuasaan, diganti oleh sinar matahari yang menyinari kota Amsterdam.  Kuasa alam tidak bisa ditolak begitu saja, hangatnya telah menyinari hati para turis berdecak ria. Horeee matahari ! Mereka seakian-akan berlomba memilih tempat  wisata yang menarik. Merekam moment dengan smartphone,  kemudian dishare di media sosial. Ada yang live streaming meniru gaya para reporter televisi. Adapula yang garuk-garuk kepala kehilangan dompet, antara pasrah dan khawatir. Sekali-sekali rokok bau ganja terendus lewat, membuat pusing kepala yang menghirupnya. Lag-lagi, ini adalah Amsterdam ya !  Terus, saya melangkah kearah barat menuju kawasan Jordaan, sebuah distrik termasyur di Belanda. Kawasan khas di area kanal Amsterdam ini memiliki banyak jalan centil dan sempit. Dari Jordaan ini saya menemukan ketiga kanal utama yaitu Prinsengracht, Herengraht dan Keizergraht.



                Bagi saya orang belanda itu sangat kreatif. Kreatifitas itu terlihat dari  terciptanya transportasi air yang serba lengkap dan saling terkoneksi satu sama lain.  Tranportasi air yang menggunakan kanal-kanal besar maupun kecil tertata rapi, dipelihara bersih serta bermanfaat besar untuk warganya. Tidak ada yang membuang sampah sembarangan, tidak ada pembiaran perilaku bodoh yang merusak kanal-kanal, tidak ada pencemaran limbah rumah tangga sekalipun. Keberhasilan ini berkat pendidikan masyarakatnya yang tahu membedakan mana yang baik dan buruk. Sadarlah, bahwa kebersihan itu harus diajarkan sejak anak-anak masih usia dini.  Pahamilah, bahwa  tindakan buruk dengan cara membuang sampah ke kanal-kanal tersebut yang sudah pasti akan merugikan semua orang.  



                 Di tepi ketiga kanal utama itu,  dapat dijumpai beberapa obyek wisata menarik seperti  Museum Keju, Museum Tulip, Gereja tua Westerkerk serta Rumah Anne Frank, seorang gadis yahudi umur 15 tahun yang menjadi korban kekejaman Hitler. Setiap hari ratusan turis rela antri berjam jam untuk melihat rumah tersebut.

                Rumah Anne Frank terletak persis ditepi kanal Prinsengraht yang menjadi tempat persembunyiannya keluarga Anne Frank ketika Hitler berkuasa  di Jerman. Didalam rumah ini ada sebuah pintu rahasia dimana keluarga tersebut bersembunyi. Anne Frank dalam persembunyian tersebut menulis di buku harian yang menceritakan kehidupannya selama dalam persembunyian tersebut. Karena adanya pengkhianatan, keluarga Anne Frank berhasil diketahui oleh Nazi Jerman, yang  selanjutnya  dikirim ke Kamp  konsentrasi. Anne Frank meninggal dunia pada saat umur 15 tahun. Adanya tulisan harian inilah menjadikan Anne Frank terkenal dan diterbitkannya berbagai buku, film teater dan lain lain.

                Sementara itu, ditepi tepi kanal ini juga terlihat cantik berjejer rumah terapung yang menjadi tempat tinggal permanen bagi warga Belanda. Rumah terapung ini layaknya rumah tinggal biasa dilengkapi dengan berbagai ruangan kamar, tempat makan dsbnya. Kemudian ditempat ini pula, lintasan kapal wisata air (tour canal Cruise) yang menelusuri sepanjang kanal tetap menjadi incaran wisatawan untuk menikmati kecantikan  kanal yang bersih, bersejarah dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.  Para pembaca travelkompas yang budiman, sambil menikmati white bir dengan keju, mari luangkan waktu untuk menikmati keindahan kanal Amsterdam sambil minum di cafe pinggir kanal yang cantik, indah dan menawan sepanjang masa.


(Penulis : Made Agus Wardana, tinggal di Belgia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar