Rabu, 11 Mei 2016

Beginilah, Tumpek kandang di Belgia


 Tumpek kandang, (Hari dimana umat hindu memohon perlindungan kepada Ida sanghyang widi wasa untuk binatang yang diternakan maupun yang dipelihara)

      Hari Sabtu, 30 april 2016, tepatnya pukul 10.00 Taman Pairi Daiza berangsur angsur dijejali para pengunjung. Taman konservasi alam flora dan fauna dan taman dunia yang disebut Pairi Daiza  ini menjadi pilihan warga Belgia untuk menikmati weekend pada akhir bulan April 2016. Saya tiba bersama keluarga tepat pukul 09.50 dan memarkir kendaraan di parkir pintu utama Pairi Daiza. Terlihat beberapa masyarakat Bali berpakaian adat Bali berkumpul sambil membawa banten dan ngobrol satu sama lain.

       Sebagai Kelian Banjar harus datang lebih awal untuk  mengkoordinir acara Tumpek kandang ini. Bersikap ramah kepada siapapun sambil menunggu setia ketibaan masyarakat Bali  dari Belanda, Jerman dan Perancis. Kalau bertemu, tidak lupa cipika-cipiki mengucapkan Bonjour, (selamat pagi) kepada para petugas ticket Pairi Daiza yang mengatur dan mencatat para semeton Bali yang telah terdaftar dalam acara Tumpek Kandang di hari tersebut.

      Ada yang berbeda dari biasanya, persembahyangan kali ini harus melewati security  scan seperti di Bandara Internasional. Ini dilakukan untuk meyakinkan kenyamanan para pengunjung Pairi Daiza pasca tragedi bom Brussel yang terjadi pada bulan lalu. Seperti diketahui taman ini pengunjungnya berjubel jutaan. Tahun 2015 lalu jumlah pengunjung 1, 767 000 orang.  Pengunjung sebanyak itu butuh pengamanan ekstra. Kewaspadaan dan jaminan keamanan adalah perhatian nomor satu  sebagai langkah pencegahan jika ada sesuatu yang mencurigakan.   

 
ticket gratis masuk untuk semeton Bali
   
       Bagi pengunjung taman dikenakan biaya masuk sebesar 29 euro. Sedangkan khusus untuk masyarakat Hindu Bali - Indonesia  diberikan perkecualian. Perkeculian tersebut adalah setiap kegiatan persembahyangan yang dijadwalkan di Pura ini, masyarakat Hindu Bali mendapat free ticket  yang diperoleh melalui pendaftaran di email (banjarshantidharma@gmail.com) maupun facebook  Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxembourg.  (klik disini  : Banjar-Shanti-Dharma-Belgia-Luxembourg )

         Seperti biasanya barang material persembahyangan dan gamelan kita kumpulkan di depan pintu utama sambil menunggu golf car yang disediakan oleh Pairi Daiza. Jadi dibutuhkan waktu 1 jam untuk membawa peralatan tersebut ke Pura karena berada ditengah taman pairi Daiza yang luasnya 55 hektar. Tidak lupa pula di depan loket ticket, saya dibantu oleh pecalang Belgia yaitu Bapak Ivo yang setia menunggu para semeton Bali yang mengambil ticket gratis.


            
         150 orang yang terdaftar dalam tumpek kandang, lumayan menyemarakan suasana Pura Agung SB, yang mana hadir ditengah-tengah acara tersebut adalah Duta Besar RI untuk kerajaan Belanda yaitu I Gusti Agung Wesaka Puja beserta istri. Beliaupun menyempatkan menyampaikan Dharma Wecana dan makna kegiatan Tumpek Kandang tsb. 

Dubes RI untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja sedang memberikan Dharma Wecana

       Antara pukul 11.00 - 12.30 suasana masih hiruk pikuk dengan persiapan persembahyangan. Ngaturang banten, mecaru, memasang meja, peralatan sounsdsystem. Kemudian semeton Bali sibuk mengobrol karena bertemu dengan sanak keluarga atau kolega dari jauh di Pura ini yang terlihat akrab satu sama lain. Tidak ketinggalan warga Belgia yang anteng/rajin membantu di pura, mengangkat gamelan, berbaur bersama dalam bingkai  keluarga besar yang harmonis. Sangat menyenangkan dan penuh kekeluargaan.  Inilah namanya keluarga akrab diperantuan. Sekali bertemu berbahasa Bali akrab. '' Keleng ci, tumben ketemu nok. Mekelo gati tusing taen tepuk. kije gen ci  ? dan lain sebagainya. Kadang saya ''kedek bungker'' (tertawa berlebihan hingga berputar seperti gulungan tali)  melihat keakraban masyarakat Bali tersebut.  Sebenarnya itulah yang kita inginkan, temu kangen, ngobrol seenaknya dalam keakraban. 

       Microphone saya on-kan tepat pukul 12.30  saya memohon masyarakat Bali untuk duduk bersama karena acara akan segera dimulai.  Sejak 2009 sebagai Kelian Banjar, saya selalu cerewet membeberkan berbagai informasi. menyampaikan urutan acara, makna persembahyangan, mengucapkan terimakasih atas partisipasinya dan juga kadang humor segar agar suasana tidak terlalu kaku. Sayapun menggunakan dengan base megenep. Bahase bali alus, bahase bali bebondresan, bahasa Indonesia, Inggris, kadang misi perancis lad, dan nyeletuk Belanda. Semua saya campur agar terasa enak dan lezat. heheheh..(Kedek Bungker, kaden aluh gen nak dadi kelihan nganggo bahasa liu ).






            Para pemangku, juru banten dengan sigap melangsungkan ritual persembahyangan. Ada yang mempersiapkan air suci, ada yang menghidupkan dupa, menaruh banten sari di Padmasana. Pokoknya suasana Care Bali ditemui disini.  Dilain sisi, para penabuh melantunkan  gamelan, tarian rejang yang ditarikan oleh para penari Bali semangat untuk ngayah, ada juga yang jeprat sana jepret sini sambil selfie, dan sebagainya. Singkat cerita Dharma Wecana berjalan lancar, tri sandya khidmat, panca sembah berlangsung damai, seluruh acara persembahyangan telah usai. Hal menarik juga saya sampaikan, bahwa para pemangku juga memercikan air suci ''tirta'' kepada Gajah yang berada di pairi Daiza, sebagai simbul kepedulian kita terhadap binatang di taman Pairi Daiza ini.


Megibung sebagai sebuah tradisi

            Acara selanjutnya adalah megibung. Ini adalah tradisi yang saya ciptakan di pura ini. Tradisi sederhana membagi-bagikan makanan. Berbagai jenis makanan Bali tersedia. Biayanya darimana  ? Warga Bali selalu membawa makanan dari rumahnya masing-masing, saling berbagi. Ada juga yang tidak membawa makanan, itu tidak jadi soal, yang penting kesadaran. Kalau tidak membawa  makanan, boleh juga medana punia. Kadang-kadang ada yang memesan satu bungkus makanan seharga 10 euro yang disediakan ibu catering yang di pesan jauh hari sebelumnya. Ini hanya sifatnya membantu secara pribadi. Contohnya, ketika ada warga Bali yang datang dari luar Belgia, tentunya mereka tidak membawa makanan untuk megibung. Solusinya bisa memesan makanan kepada salah satu Ibu yang suka memasak di Belgia. Gampang bukan ?

Megibung (foto Gus Mang)



          Megibung itu terasa asyik. Semua orang kebagian makanan. Pokoknya menyame (seperti keluarga sendiri). Mudah-mudahan ide seperti ini tetap bisa dilangsungkan setiap ada kegiatan persembahyangan di pura ini.

Suasana yang ''Mempengaruhi hati ''

             Pukul 14.30 acara selanjutnya adalah pertunjukan kesenian untuk Publik Belgia. namun demikian, tiba-tiba saya dihampiri oleh Bli Mangku Jaya yang menyatakan Ida Sesuhunan akan Mesolah (Barong dan Rangda akan menari  ). Mendengar hal itu, saya menyampaikan kepada beberapa orang untuk membantu dan mempersiapkannya. Para Penabuh mempersiapkan diri dan memulai tabuh bleganjur. 10 menit kemudian suasana semakin ''mempengaruhi hati''. Energi entah datang darimana, membuat suasana semakin magis. Asap dupa, aroma bunga, suara gamelan secara terus menerus ''mempengaruhi hati''. Tampak wajah-wajah tegang, takut, serem, menjadi satu dalam suasana upacara. Ini hanyalah hal biasa saja yang sudah terjadi kerap kali kita lakukan '' Sesuhunan Mesolah''. Barangkali ini yang disebut taksu atau energi positif yang tiba begitu saja.. Entahlah. Percaya atau tidak.

klik video disini  :

:

         Kemudian seorang gadis belia terlihat kerauhan/trance. Suasana semakin unik. Saya menghampiri dengan tenang, mencoba memegang gadis tersebut yang menangis tiada henti. Sebuah pertanda positif bahwa Pura Agung Santi Bhuwana begitu memiliki  ''energi'' yang sangat kuat. Bagi saya adalah energi tersebut adalah sebuah anugrah bagi kegiatan yang berjalan lancar dan damai.  Pasti ada yang bertanya ? siapakah yang kerauhan Bli  ? Jujur saya sempat menghampiri dan menyatakan dalam bahase Bali. Selalu saya sampaikan seperti ini : ampurayang nggih. napi sane wenten driki. tiang ten medue napi napi. Keneh tiange tulus gen driki......gadis yang kerauhan tadi melirik saya dengan tajam. Pikiran saya pasti ingin mesolah atau menari kembali. Kesimpulan saya bahwa setiap ada kerauhan  selalu meminta untuk tetap menari. Makanya gamelan manis selalu harus dilantunkan di pura ini, untuk membuat beliau senang dan berbahagia. Itulah kekuatan gamelan Bali, memiliki rasa ''mempengaruhi hati'' siapa saja. Beberapa menit kemudian suasana kembali normal dan acara Mesolah berjalan dengan lancar.

           

Pertunjukan tari bali untuk Publik Belgia

           Apa daya, waktu begitu cepat berlalu. Publik Belgia sudah tidak sabar menunggu pertunjukan tari dan gamelan Bali. Mendung semakin menutup taman pairi Daiza, hujan rintik membasahi halaman pura. Saya langsung memuali pertunjukan seni. Tari pendet yang ditarikan oleh Ibu Ibu cantik warga Bali, kemudian tari sekar Jagat, tari rejang  oleh Grup Bali Puspa Koln Jerman. Gender wayang intrumental juga dipertunjukan oleh warga Jerman dan Belgia memainkan gending gender wayang yang dimainkan dengan sangat baik. Penonton yang menyaksikan pertunjukan sangat senang. Kami sebagai penabuh dan penari juga ikut senang mendapat apresiasi positif oleh warga belgia tersebut. Moment ini juga merupakan promosi budaya Indonesia gratis yang dilakukan oleh masyrakat Bali dimana dilakukan dengan ketulusan hati ditengah ribuan pengunjung ke taman pairi Daiza ini.




         
Apa sih pentingnya kita merayakan tumpek kandang di Belgia  ?

        Yang paling penting dari kegiatan ini adalah bahwa sebagai masyarakat Bali kita diingatkan untuk perduli terhadap lingkungan alam sekitarnya khususnya  fauna. Kita ajak anak muda Bali agar tetap melakukan persembahyangan Tumpek Kandang  sebagai hari dimana kita menghargai, mengucapkan puji syukur kepada Ida Sanghyang Widi Wasa. Binatang telah memberikan kita penghidupan dan kesejahteraan pula. Binatang ternak maupun yang dipelihara sebagai ciptaanNya perlu tetap dihargai selamanya.

        Sementara itu, sebagai warga Bali perantuan kegiatan seperti ini dapat  memulihkan nilai sosial yang selama ini kita rindukan karena berada di Perantuan.  Kita dapat bertemu muka sambil megelut, mempraktekan kembali bahasa Bali walaupun kasar tapi akrab, belajar mekidung walaupun bero sekalipun, bermain gamelan walaupun malu malu kucing, ngayah menari walaupun ngejer batise, megibung jaen gati masakane,  dan terakhir mendekatkan diri kepada Ida Betara Betari.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar