Sabtu, 29 Oktober 2022

Gamut Gamelan Mulut di Paris bagian 2

 2. Suasana malam terdengar 'cekikikan' 


Saya berbaring lemas "jet leg" setelah tiba di Paris. Udara dingin merasuk dikamar, eh ternyata pemanas ( central heating) tidak menyala. Saya penasaran, mandi juga menjadi malas. Saya coba hubungi Giulia kontak saya di ARTA. Giulia katakan bahwa pemanas dalam perbaikan. Yaaah ! Terus gimana dingin ini.



Tak lama kemudian saya terima wa bahwa akan dibawakan pemanas listrik. Ok dech ! Apa saja yang penting pemanas. Beberapa jam kemudian saya dibawakan pemanas listrik dan saya bisa beraktifitas lebih lincah. Horeee !

Malam semakin larut, saya intip dari jendela aduh sepi. Saya check di google map aah ini ditengah hutan. Suara alam mulai mendesah, bikin suasana merinding bagai dalam film horor. Tapi saya sering mengabaikan suasana yang seram, karena kalau dipercaya kita akan merasa takut  Jika ada yang jail jeg setut lawan. Itulah cara menghindari rasa takut yg berlebihan. Kita harus berpikir positif terhadap yang akan kita hadapi di depan mata.

Sekitar jam 24.00 saya bangunkam diri. Saya turun ke lantai bawah membuat teh malam malam. Saya dengar sesuatu yang tidak biasa " cekikikan'. Aiiiiiirggg ? Kletok kletok kletok. Suasans gelap, ada suara berisik dekat dibelakang tempat tidur. Namun lama kelamaan hilang. Ooh ! Saya tidak menemukan suara berisik itu, karena saya malas keluar. Saya coba tenangkan jiwa dan raga. Tidur tiduran.


Pukul 6.00 saya bangun suara berisik itu semakin jelas. Aaaah ! Lampu menyala disebelah eh ternyata disini adalah tempat pacuan kuda  yeeeh ! Suara kudalah yang ganggu malam pertamaku di ARTA ini.  Ya udah...ternyata kandang kuda dibelakang tempat tidur saya. Hahaha. Bruuuttt!





Gamut Gamelan Mulut di Arta, Perancis bagian 1


1. Ketibaan di Paris


 

Angin dingin mulai lulurkan sekujur tubuh. Terasa  hawa eropa kembali mengingatkan perjalanan hidup yang pernah kulalui selama lebih dari 22 tahun. Hari ini, tepat tanggal 2 Oktober 2022 sekitar jam 10.00 saya dijemput oleh kati basset seorang expertis Bali yang mengundang Gamut gamelan mulut ke Paris Perancis.


Dijemput di bandara Charles de Gaulle sambil menunggu driver yang telat menjemput. Lumayan lama menunggu, telpon sana sini akhirnya nongol juga sopir cewek berwajah maroko. Tidak jadi komplain karena memang sulit cari parkir sementara di bandara ini.

Dari bandara kami menuju arah chateau de Vincennes yang terletak dipinggiran Paris yang ditempuh selama 50 menit. Dalam perjalanan saya ngobrol cipika cipiki dengan kati tentang kabar, persiapan workshop gamut, ttg Bali dan suasana Eropa yang hujan dan mulai musim gugur.




Sekitar jam 11.30 saya tiba di ARTA yaitu sebuah Asosiasi Penelitian Seni Peran tradisi yang mengundang saya melakukan eksplorasi dalam Teater bali dan cerita Medea, cerita yunani kuno. Undangan ini merupakan prakarsa dari kati basset yang sekaligus sutradara ( mise en scene) dalam project ini.

Dalam kesempatan tersebut, saya menghubungi teman bali yang tinggal di Perancis yaitu ibu Putu Anggawati dan Pak Gede Tapa Sudana. Kedua warga Bali ini merupakan sahabat lama sewaktu masih menebarkan budaya Bali di Eropa antara tahun 2010 hingga 2018.







Saya, Kati, Putu Anggawati, Thierry ( suami putu), Tapa Sudana melakukan pertemuan di restaurant Terminus Chateau, persis diatas metro Chateau de Vincennes. Ngebeer, ngemil kacang, pilih menu eropa salmon, fritjes ( kentang goreng) saya nikmati dengan rasa bersyukur  karena telah kembali ke eropa yang saya rindukan.

Obrolan, rasa rindu, lelucon, aroma Bali, bahasa Prancis Bali Indonesia bercampur kita gunakan dalam percakapan. Komunikasi yang terjalin dengan baik membawa cerita semakin akrab, berteman, dan humor segar membahana sambil cingcing bir Belgia berasa aduhai  menyambut kedatangan saya kembali ke benua Eropa.

Setiba di ARTA, Saya berkemas kemas bukakan koper sekaligus memperkenalkan diri kepada tim arta yaitu Duchua, Beatriz. Gedung Arta gede sekali dan saya harus tinggal seorang diri. Gedung dua lantai, dibawah office, dapur dan ruang tamu. Sedangkan lantai dua tempat workshop dan kamar tidur saya. Saya bertanya dalam hati, berani tinggal disini ? Ah berani saja, jangan pernah takut merantau.








Jumat, 29 April 2022

Bangga ! Tantangan terlewati, siswa SMK N 5 Denpasar keahliannya teruji




"Saya angkat topi sebagai respek terhadap apa yang adik-adik pergelarkan dalam Uji Kompetensi keahlian ini. Generasi kreatif, tantangan terlewati walau masa Pandemi yang sulit, kalian mampu unjuk keahlian bermain gamelan". Ujar I Made Wardana (Bli Ciaaattt ) sebagai tim Penguji di SMK negeri 5 Denpasar.

Selama 2 tahun  murid-murid sekolah  belajar dengan protokol kesehatan yang ketat.  Bagaimana mungkin, para siswa fokus belajar karena kondisi daring  untuk mengembangkan skill dirinya. Belajar seharusnya rutin  tatap muka.   Aturan pembatasan kegiatan oleh  pemerintah yaitu  PPKM mau tidak mau harus ditaati. Pandemi telah mempengaruhi proses belajar mengajar. Tantangan ini harus dihadapi. Kasihan guru dan murid, berat sekali !

Namun, Keadaan ini sangat berbeda di SMK Negeri 5 Denpasar, khususnya  Kelas  Seni Karawitan. Sekolah ini  memiliki kiat khusus membangun semangat belajar bagi murid-muridnya. Walaupun pembelajaran tatap muka sempat sulit dilakukan,  guru gurunya tetap kuat memotivasi dengan upaya maksimal. 

Tidak itu saja, sekolah yang dipimpin oleh I Made Buda Astika S.Pd. M.Pd. ( Kepala Sekolah) dan A. A. Ketut Astara S. Sn M.pd ( Wakasek bidang humas) ini juga rutin mengundang Guru Tamu untuk memberikan motivasi yang berbeda. Tujuannya tiada lain memotivasi, lebih kreatif, membangun karakter tangguh,   berani beda,  hingga ajakan mengeksplorasi aneka tutorial seni di youtube untuk para muridnya. Beberapa guru tamu yang diundang diantaranya I Ketut Lanus dari Sanggar Cahya Art dan  I Made Wardana ( Genggong dan Gamut gamelan mulut, Pengalaman Menebar budaya Bali di Eropa). 

Sementara itu, peserta ujian Putu Eka Diva Prastitya siswa kelas XII SK I dengan nomor urut 25 ini  menyatakan bahwa hadirnya guru tamu sangat bermanfaat buat dirinya. " Kita mendapat pengalaman yang berbeda, menyenangkan,  termotivasi dan pembelajaran baru dalam berkesenian".  

Nah, pada tanggal 18 - 22 April 2022 lalu dilakukan Uji Kompetensi Keahlian (UKK) di SMK Negeri 5 Denpasar khususnya  Seni Karawitan  kelas XII SK 1, XII SK 2 daN XII SK 3  yang berjumlah total 75 orang siswa. Uji Kompetensi Keahlian merupakan penilaian bagi siswa SMK untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik selama masa pendidikannya  serta menerima sertifikasi untuk membantu mereka berkompetensi dalam dunia kerja atau melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

Menurut Kepala Prodi Karawitan Udha Pramesti S.Sn bahwa materi seni yang ditampilkan adalah Praktek Karawitan Bersama, Praktek Individu Instrumen Pokok, Musik Teater Petopengan, Karawitan Iringan dan Garapan.

Sebagai tim penguji eksternal adalah I Ketut Lanus S.Sn. Msi dan I Made Wardana S.Sn, sedangkan penguji internal adalah I Made Suwardika S Sn.





Sebagai Penguji, saya mengamati tekhnik permainan mereka satu persatu. Penilaian dilakukan dengan seksama, detil dan jujur. Perbedaan tekhnik  terutama 'gegebug'  terlihat antara murid yang satu dengan yang lain. Ada yang mahir, ada juga yang sedang.  komposisi gending juga dinilai  dan penjiwaan masing-masing peserta ujian. Adapun gending yang tampilkan adalah Kebyar Ding, Trunajaya, Smarapegulingan Tabuh Gari, Dharma Putri, Petopengan, dan Garapan diantaranya Tabuh Kreasi Pepanggulan Labuhan Agni, Tabuh Pat Lelambatan dan Selonding Kreasi Waringin Lango.








Jujur, dan bukan berlebihan memuji sebagai penguji, pada umumnya saya melihat adik-adik bersemangat dan antusias. Identitas dan keunikan Bali telah mereka lestarikan, pelajari dan sayangi. Penampilan dengan kostum lengkap tanpa glamour dan senyum khas penjiwaan telah mengetuk hati kita. Dua tahun pandemi covid 19 yang meredupkan  pendapatan para seniman tidak menjadi penghalang anak didik ini untuk tetap belajar dan kreatif berkesenian.  Para orangtua dan segenap guru SMK Negeri 5 Denpasar tentu dibuat bangga ! Congrat adik-adik !

Penulis
I Made Wardana

Senin, 28 Februari 2022

Esensi Legong Kembang Ura, benarkah membuat rakyatnya sejahtera ?

 Pantuan Parade Palegongan Denpasar 2022.


Esensi Legong Kembang Ura, benarkah membuat rakyatnya sejahtera ?

"Keinginan untuk melihat parade palegongan dengan nuansa yang berbeda belum juga saya temui, padahal dari pukul 16.00 duduk dikursi empuk Gedung Taksu DNA sembari mengintp sajian 3 Sekehe Palegongan , Kamis 24 Februari 2022. " Tapi....diakhir sesi ketiga ada yang lain .....



Saya terlelap dalam masa silam ditahun 30 an, suara gamelan palegongan mempesona. Bunyi jujur, manis, enak didengar, terasa alami tempo doeloe yang mengheningkan jiwa dan raga. Gending gending petegak klasik karya maestro Lotring dan Geria mengajak kita untuk setia melantunkan keaslian palegongan. Namun, saya terusik dan tersentak dengan kerasnya suara speaker dimana microfon terpajang diantara instruments yang ada. Aduh !

"Suara speaker terlalu keras ! Seharusnya tidak perlu menggunakan microfon, karena akustik gedung ini lumayan lah ".  Itulah obrolan saya dengan Gabriel Laufer warga Belgia yang juga hadir dalam parade Palegongan ini.  Saya intip dari kejauhan  rupa-rupanya volume  microfon kurang terkontrol dengan baik. Suara gangsa menukik  kuping membuat  pendengaran kurang nyaman.  Ini terjadi pada sekehe yang bermain di sebelah selatan panggung. Ah, sangat disayangkan ! 

Terus, lampu yang ada diantara penonton kenapa harus diterangkan ?  Semestinya diredupkan, agar fokus penonton menjadi sempurna ke panggung pertunjukan. Barangkali hal sekecil ini kurang mendapat perhatian alias dianggap sepele. Bukankah gedung ini super modern dengan penataan cahaya/lighting yang  jitu ?


Pertunjukan


perdana ditabuhkan oleh Sekehe Palegongan Lestari Budaya Br. Meranggi Kesiman yang menampilkan tabuh dan tari legong lasem,  kemudian Sekehe Palegongan Merdu Komala, Banjar Binoh Kelod menampilkan Jobog, terus Sekehe Palegongan Pura Luhur Kanda Pat Sari, Banjar Pondok Peguyangan menampilkan Kuntul, selanjutnya Sekehe Palegongan Banjar Kaja Sesetan menampilkan Legong kreasi Puputan, sementara itu  Sekehe Palegongan Bandhana Eka  Pura Tambangan Badung Pemecutan menampilkan Legong Bandhojayadi dan terakhir Sekehe Palegongan Bandhana Sidhi Gurnita Desa Adat Sidakarya menampilkan karya baru yaitu Legong Kembang Ura.

Perhatian saya sangat tergoda dengan legong kembang ura dari Sidekarya ini. Legong baru karya koreografer muda  berbakat Putu Parama Kesawa. Ada polesan vintage dalam kostum, ekspresi nyebeng seperti dalam potrait penari era kolonial,  bentuk gerak dalam legong kuno, serta gerak 'ngengsog' yang sengaja didiamkan untuk memberi kesan tegas. Sungguh ini yang saya cari, sebuah pengembangan legong yang menggunakan gerak tradisi kuno. Make up wajah penari sangat baik, tidak tebal dan terlihat wajah alami yang cantik tanpa filter 

Namun demikian, pujian saya tidak akan berlebihan, karena ada hal-hal yang kurang pas dihati saya. Penggunaan kostum kurang menarik terutama dibagian kepala bertaburan bunga yang sangat berlebihan seperti penari gandrung. Warna kostum tampak kusam bergaya vintage berasa sisye calonarang. Kalau vintage dengan warna kostum legong kuno barangkali pas dilihat. 



Setelah pertunjukan usai, saya bertemu dengan Parama Kesawa untuk  mengapresiasi garapannya. Kesa sangat positif menerima kritikan. Inilah seniman muda zaman milenial yang siap dan lapang dada menerima segala masukan. 

Menurut  Kesa,  Legong Kembang Ura menterjemahkan esensi kembang ura yang terdapat dalam tari topeng Sidekarya. Dalam pertunjukan topeng Sidekarya kita sering melihat " penaburan bunga, pis bolong, dan beras. Kembang Ura adalah simbol kedermawanan Ida Dalem Sidekarya yang ingin rakyatnya sejahtera. 

Dalam pikiran saya, ura berasal dari meUra ( bertaburan) dalam arti positif yaitu taburan bunga yang mensejahterakan. Dalam konteks cerita ini, wujud taburan berupa bunga, pis bolong dan beras tidak nampak jelas dalam gerak,  padahal  Dalem Sidekarya adalah figur kuat dalam sinopsis yang diceritakan. 

Sementara itu, penataan tabuh terasa romantik dengan sentuhan ngumbang isep dalam setiap gerakan. Walau masih terkesan gending palegongan klasik, yang mana melodi, struktur, komposisinya seperti pada palegongan pada umumnya. Sejujurnya saya ingin gending yang lebih asyik dan unik sebagai identitas kembang ura. Berulang- ulang saya saksikan lagi di youtube tetap saja, belum nempel dipendengaran saya. Jangan khawatir bro  ! Tentulah saya apresiasi tinggi karya tabuh dari I Made Andita ini yang selalu kreatif berkarya dalam setiap Pesta Kesenian Bali setiap tahun.



Parade palegongan yang bertajuk "revitalisasi dan pengembangan berbasis tradisi" yang dikoordinir oleh Dinas Kebudayaan Denpasar ini adalah langkah nyata pemajuan Kebudayaan Bali ditengah mandeknya penghasilan dan kesejahteraan para "seniman swasta" yaitu seniman tanpa penghasilan bulanan. Berbeda dengan seniman yang sekaligus menjadi pns/asn hidupnya lebih terjamin dalam masa pandemi ini.

 Siapa lagi yang akan membantu para "seniman swasta" ini ? Kasihan mereka. Apakah para seniman swasta yang tanpa penghasilan ini, mendapat jatah pentas ? Kita perlu peka terhadap seniman swasta ini, pemerintah  harus jujur melakukan pemerataan kesejahteraan untuk para seniman swasta yang terdampak hancur pada masa pandemi. Memajukan peradaban kebudayaan bukan saja kita memperbanyak kwantitas event yang penuh glamour saja, akan tetapi kepedulian  pemerintah akan kesejahteraan seniman swasta yang harus mendapat perhatian lebih terutama para seniman tua yang uzur dan terlupakan. 

Nah, Semoga saja tari legong kembang ura ini dapat menggugah hati para pemegang kebijakan agar benar-benar bisa mensejahterakan rakyatnya, terutama para seniman swasta yang basah dalam karya tapi kering dalam penghasilan. Ciaaattt !


"Made Agus Wardana"

Senin, 21 Februari 2022

Menerima kritikan Positif, Akhirnya ST Widya Bhakti Pegok Juara



Ini adalah generasi tangguh. Anak-anak muda yang tergabung dalam ST Widya Bhakti Pegok berjuang hebat dengan disiplin kuat berhasil menoreh sejarah. 
Sekehe Truna Widya Bhakti Br. Pegok Sesetan memperoleh juara 2 dalam lomba Baleganjur dalam rangka HUT Sekehe Truna Setia Remaja Br. Pitik Pedungan Denpasar Selatan, Sabtu, 19 Februari 2022 lalu.

Dalam proses latihan selama 2 bulan ST Widya Bhakti dikritik tajam oleh seniman Bli Ciaaattt yang juga seniman asal Pegok Sesetan. Salah satu kritiknya adalah "Sebagai warga Pegok, kita mesti menampilkan originalitas, menampilkan yg berbeda dari biasanya. Kalau bisa jangan meniru yang sudah ada. Harus berani kreatif mencipta yang baru. Tidak itu-itu saja. Ayo berupayalah mengeksplorasi lokal genius yang kita punya. Lakukan pelatihan instrumen cengceng atau reong sesering mungkin. Manfaatkan media digital dengan rekaman hp sendiri, kemudian evaluasi berkala. Ini penting untuk meningkatkan kecermatan dan skill masing-masing penabuh."



Kritik positif dari Bli Ciaaattt ini diterima dengan lapang dada dan mereka berupaya memperbaiki diri tanpa emosi. Inilah yang dinamakan generasi milinial yang memiliki wawasan terdepan. Tidak mudah tersinggung, ketika diberi saran maupun kritikan konstruktif untuk perbaikan. 

Walaupun demikian, bukan hanya kritik yang membuat mereka menjadi lebih baik tetapi Baleganjur ini brilian membawakan konsep warisan Janger Pegok dalam komposisi gendingnya. Ini sangat menyatu kuat diantara penabuh, karena sesungguhnya mereka adalah penari kecak dalam Janger Pegok yang dipentaskan dalam odalan purnama kapat di Pura Kesuma Sari Pegok.

Sementara itu, I Putu Wahyu Surta sebagai konseptor sekaligus ketua ST Widya Bhakti menyatakan bahwa kita berkarya mengacu kepada pola-pola kekinian tanpa terlepas dari jejer pageh struktural baleganjur tradisi serta mengajak penonton merasakan langsung bagaimana jiwa kepahlawanan ST Widya Bhakti berperang melawan ego dan jaman untuk melestarikan warisan leluhur seni janger Pegok. Kalau bukan kita, siapa lagi ?
"Tuunin ego sareng sami yening sayuakti pastika praside tradisine nenten punah" , ujar Wahyu bersemangat. 

Komposisi gending yang berjudul Widya Bhakti ini diciptakan oleh I Made Sudiantara sebagai pemuda asli Pegok. Made Sudiantara mengkemas vokal janger dalam baleganjur yang nyentrik mencuatkan keunikan tersendiri. Respon penonton bergema dengan hiruk pikuk tepuk tangan mengagetkan secara spontan. Kemudian para penonton pun mulai berbisik-bisik dengan menyatakan "mih, ne bise juara ne !" Mirib juara 1 ne. 

Sebagai koreografer atau penata gerak dari ST Widya Bhakti adalah duet bapak dan anak yaitu I Made Widiartha dan Kadek Denta Dwinandita. Gerak serentak yang membawa kekompakan. Keren !





Lomba Baleganjur ini diikuti oleh 6 peserta diantaranya Sekehe Truna dari masing - masing banjar yaitu Br. Menesa Pedungan, Br. Gladag Pedungan, Br. Kaja Sesetan, Br Gaduh Sesetan, Br. Lantang Bejuh Sesetan, dan Pegok Sesetan. Sebagai juara pertama adalah Menesa, kedua Pegok dan ketiga Lantang Bejuh. Selamat kepada para juara.

Kita turut berbangga bahwa kesanggupan sekehe truna mengikuti lomba ditengah masa pandemi ini sangat membangkitkan daya kreatif mereka. Dampak ini mesti terus digaungkan walaupun mengikuti protkes yang ketat asalkan disiplin mengikuti anjuran pemerintah. Setidaknya ditengah sulitnya berkumpul dan susutnya semangat, berkat adanya lomba ini mereka menjadi terpacu bangkit untuk kembali bergeliat dengan kreatifitas baru.

Dalam kesempatan lomba tersebut Bli Ciaaattt juga mengamati beberapa peserta lainnya. Tekhnik ( gegebug) yang mesti harus tetap ditingkatkan, kebersamaan, pembaruan olah gerak dan vokal, dan penampilan istimewa yang barangkali bisa spektakuler. Namun, ada yang masih belum ditunjukan yaitu ada unsur "baleganjur komedi" yang menghibur dan mengocok perut publik tetapi dengan skil yang tinggi. Ini hanyalah harapan dan masukan. Sebagian besar penampilan peserta lomba ini "serius-serius banget bikin tegang" Barangkali ada yang akan berkreasi dimasa mendatang dengan hal yang menggelitik. kita tunggu saja. Ciaaattt !